Pagi ini setelah mengantar Kintan ke pesantren, Vian langsung melajukan mobilnya menuju kantor. Getar ponselnya berdering berkali-kali. Namun ia abaikan saat mengetahui siapa peneleponnya. Entah mengapa belakangan ini dia merasa enggan untuk berhubungan dengan wanita itu. Karena setiap kali berhubungan dengannya pasti akan menimbulkan masalah. Hingga mobilnya terparkir cantik di basemen kantor, ponselnya tetap saja berdering. Ia berjalan menyusuri lorong dan kubikel tempat para staf bekerja. Mereka semua menunduk sedikit sembari memberi hormat. Walaupun jabatan Vian bukan yang tertinggi, karena masih ada ayahnya yang seorang komisaris utama. Vian mendudukkan bokongnya di kursi kebesarannya. Menyandarkan tubuhnya sambil tersenyum membayangkan wajah Kintan. Tapi lagi-lagi lamunannya