Tiga Puluh Dua

1124 Kata

%%% Nasya cukup paham. Laki-laki di sampingnya memerlukan lebih banyak waktu untuk menenangkan dirinya, atas masalah yang tak Nasya mengerti. Diam. Ia hanya terus diam. Seakan tak ada Nasya di ruangan berukuran sembilan meter persegi itu. Andai saja pintu apartemen itu tak dikunci oleh pemiliknya, pasti saat ini ia memilih kabur. Hanya saja, ia harus mengubur harapannya itu, karena ia tak punya akses keluar sedikitpun tanpa izin sang pemilik apartemen itu. "Bar, belum siap ngomong?" tanya Nasya hati-hati. Sebenarnya ia ingin bersikap barbar seperti biasanya, tapi mentalnya tak sekuat itu. "Bar, ngomong kek! Atau kalau enggak aku izin-" ucapan Nasya terpotong ketika lelaki itu kembali menatapnya tajam. Nasya menelan salivanya kasar. Ia gugup, kemudian memilih menundukkan kepala. Ka

Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN