Tujuh

1255 Kata
%%% Konsentrasi Bara selalu buyar karena handphone nya yang tidak berhenti bergetar dari tadi. Dan hanya satu nama yang terus menghiasi layar ponsel canggih itu, Nasya. Padahal ini belum jam makan siang. Harusnya Nasya tau kalau saat ini Bara sedang sibuk bekerja. Lagi pula Bara juga sudah bilang kalau akan memesankan makanan online jika nanti ia tidak bisa kembali ke apartemen. Setelah cukup lelah melihat handphone nya yang selalu bergetar, akhirnya Bara mengangkat telepon itu. "Ada apa, Sya?" Tanya Bara sembari memijat pangkal hidungnya. "Kamu masih lama ya pulangnya?" Tanya Nasya dari seberang sana. "Bahkan ini belum setengah hari aku kerja, Nasya," jawab Bara kesal. Tak langsung ada sahutan. Bahkan Bara sempat memeriksa sambungan teleponnya, dan ternyata masih tersambung. "Aku sudah nyapu, cuci piring, cuci baju, dan mandi. Terus sekarang aku  bosan banget di sini sendirian," adu Nasya dengan nada memelas. Bara memejamkan matanya sesaat. Berusaha mencari jalan keluar agar gadis di apartemennya itu tidak bosan lagi. Lebih tepatnya, agar gadis itu berhenti mengganggu pekerjaannya. "Aku akan minta Hilman kirim orang dan buat menemani kamu belanja. Dia akan membawakan debit card juga, dan pin nya aku kirim lewat pesan," Bara. Tak masalah jika ia harus kehilangan beberapa uangnya, daripada pekerjaannya yang terbengkalai. Lagi pula, ia tau kalau Nasya bukan perempuan boros yang suka menghambur-hamburkan banyak uang. "Nggak mau shoopping, apalagi ditemani orang asing." balas Nasya. "Lalu kamu maunya apa, Sya?" Bara frustasi. "Hmm.. kalau aku ke kantor kamu saja, boleh nggak? Nanti aku bisa mampir beli majalah dulu buat dibaca-baca pas di kantor kamu," Nasya. Bara berusaha berpikir. Apakah tidak apa-apa kalau Nasya ke kantornya? Tapi gadis itu cukup berisik. Lagi pula Nasya kan tidak tau jalan menuju kantornya. "Kamu mau ke sini sendiri?" Bara. "Hmm. Katakan saja alamatnya! Kata kamu nggak begitu jauh kan? Nanti aku bisa jalan kaki sekalian olahraga," balas Nasya dengan penuh semangat. "Ck, nanti aku kirim supir saja. Akan aku hubungi kalau supirnya sudah datang," Bara. Nasya pun menerima usulan Bara. Dan tanpa membuang waktu lebih lama lagi, Bara pun memutuskan sambungan teleponnya. Ia segera mencari kontak Hilman untuk mengirim jemputan ke apartemennya. Tak terasa, hampir sepuluh menit Nasya menyita perhatiannya. Bahkan Bara jadi lupa sampai mana pekerjaannya tadi. Dan dengan terpaksa, Bara harus membaca ulang di beberapa bagian. * Nasya tidak menyangka jika tangan kanan Bara sendirilah yang menjemputnya di apartemen, yaitu Hilman. Nasya memilih duduk di bangku belakang karena merasa canggung dengan pria itu. "Nona mau mampir ke suatu tempat dulu?" Tanya Hilman sopan. "Kalau tidak keberatan, saya ingin beli majalan dulu, tapi saya tidak punya uang. Boleh pinjam dulu?" Hilman tertawa mendengar permintaan gadis lugu di belakangnya. "Iya, Nona. Nanti bisa pakai uang saya dulu," jawab Hilman santai. Pria itu pun segera menancap pedal gasnya menuju tempat yang Nasya minta. Selang dua puluh menit, sampailah mereka di kantor Bara. Nasya tidak menyangka jika Bara bekerja di kantor sebesar ini. Apalagi, setaunya kantor pusat perusahaan Bara berada di Jakarta. Itu artinya, bangunan di depannya ini hanyalah salah satu cabang perusahaannya saja. "Kalau cabangnya sebesar ini, kantor pusatnya seperti apa ya? Bisa kali, kalau halamannya buat landasat jet pribadi," gumam Nasya. Ia tak henti-hentinya berdecak kagum melihat salah satu aset berharga keluarga Bara itu. "Dasar orang kaya, udah tanah di kota mahal, masih aja bangung lobby segede ini. Ini mah bisa dibuat restoran bintang lima," Hilman tertawa kecil mendengarnya. "Anda bisa menaiki lift itu, Nona. Ruangan Pak Bara ada di lantai tujuh. Atau mau saya antar saja?" Hilman. Nasya mengejap dan segera menyahuti Hilman. "Eh, gimana ya? Saya sih bisa sendiri, tapi kan saya harus ganti uang kamu dulu. Ini saya mau langsung mintakan ke Bara rencananya," Nasya. Hilman pun kembali tertawa. "Tidak perlu diganti, Nona. Baiklah, kalau sekiranya Anda bisa sendiri, saya pamit dulu ya? Masih ada beberapa pekerjaan yang harus segera saya selesaikan," Hilman. Nasya mengangguk kaku. 'Lumayan, hemat tiga puluh ribu,' batin Nasya. Setelah kepergian Hilman, Nasya pun segera berjalan cepat ke arah lift. Ting Pintu lift terbuka. Dan mata Nasya mendelik melihat kerumunan orang yang selanjutnya saling berebut untuk keluar. Sepertinya ia salah datang di waktu jam makan siang. Saking ramainya, tubuh kecil Nasya sampai terdorong kesana-kemari hingga hampir terjatuh. "Huh... tapi Bara belum pergi makan siang kan ya?" Gumam Nasya. Nasya pun segera masuk dan memencet angka tujuh, seperti yang telah Hilman intruksikan. Di lantai empat, lift berhenti. Ada tiga orang perempuan masuk. Ketiganya tampak modis dengan dandanan yang elegant. Lebih berkelas dari pegawai kantoran yang ada di pikiran Nasya selama ini. "Mau daftar kerja ya, Mbak?" Tanya salah seorang diantara mereka pada Nasya. Nasya menunjuk dirinya sendiri untuk meyakinkan. Dan wanita itu mengangguk. "Enggak," jawab Nasya seadanya. "Lah terus mau ngapain kok ke lantai tujuh? Pengantar barang?" Tanya satu wanita yang lain. Nasya membaca name tag nya. Tertera nama Veni di sana. Lalu, perempuan yang mengajaknya bicara pertama tadi adalah Ida, dan wanita yang hanya diam dan memandangnya sinis bernama Eka. "Mau bertemu teman saya, sudah janjian kok," balas Nasya. "Salah kali, Mbak. Cuma ada empat orang yang bekerja di lantai tersebut. Dan sepertinya tidak mungkin kalau salah satunya adalah temannya Mbak," ujar Veni. Ida dan Eka tampak tertawa meremehkan. Nasya pun menjadi bertanya-tanya, memangnya apa yang salah pada dirinya? "Memangnya kenapa?" Tanya Nasya. "Ya beda kelas aja, Mbak." Veni. "Saya kasih tau ya, Mbak, lantai tujuh itu tempatnya bos-bos besar. Ada bos kantor cabang ini, pemilik perusahaan ini, dan sekretaris mereka. Intinya nggak sekelas lah sama Mbak," Ida. Nasya berdecak kesal. Jadi ini masalah tampilan Nasya yang tampak terlalu low class di mata mereka? Lagi pula apa salahnya jika Nasya hanya mengenakan celana jeans panjang dan kemeja lengan pendek? Toh Nasya memang memilih pakaian yang cukup santai, karena ia hanya berniat rebahan di ruangan Bara nanti, sambil iseng-iseng baca majalah. Ting Pintu lift terbuka. Dan tanpa Nasya duga, Bara sudah menunggunya di sana. Senyum Nasya pun segera merekah. Sementara tiga pegawai itu langsung menunduk, memberi hormat pada Bara. Dalam hati, Nasya bersorak senang. Apalagi ketoka pria itu berjalan masuk ke dalam lift, lalu memencet tombol nomor satu. "Kok malah masuk? Mau kemana?" Tanya Nasya berusaha tampak akrab dengan Bara. "Makan siang. Ini kan sudah jam makan siang," jawab Bara santai. Nasya tertawa kecil saat Bara memilih posisi berdiri di sampingnya. Membuat tiga pegawai genit itu saling menyenggol satu sama lain. Pikiran jail Nasya pun muncul. Ia sudah punya senjata sekarang. "Bara," panggil Nasya. Bara pun segera menoleh. Begitupun dengan Ida, Veni dan Eka yang tampak begitu penasaran dengan hubungan bosnya dengan gadis itu. "Kamu itu, bos kantor cabang ini, pemilik perusahaan, atau sekretaris salah satu dari mereka?" Tanya Nasya bepura-pura tidak tau. Ketiga gadis yang kini sudah berpindah ke belakangnya itu langsung memejamkan mata, ngeri. Takut jika Bara sampai tau apa yang mereka lakukan pada Nasya tadi. "Kamu tidak tau?" Bingung Bara. Nasya mengangguk lugu. "Kamu tanyakan saja pada mereka!" Balas Bara santai sambil menunjuk tiga pegawainya dengan dagu. Nasya merasa semakin di atas awan sekarang. Dan dari raut gadis di sampingnya, Bara dapat melihat jika ada sesuatu yang telah terjadi diantara mereka. "Be.. Beliau pemilik perusahaan ini, Mbak," jawab Veni gugup. Veni mencoba menoleh ke arah Bara. Dan bosnya itu membalasnya dengan tatapan penuh intimidasi. Glek... 'I'm in danger!' Batin Veni. Nasya pun tersenyum lebar kemudian mengaitkan tangannya diantara lengan Bara. Membuat Bara otomatis melepaskan tatapannya dari ketiga pegawainya yang sepertinya baru saja mengganggu Nasya. 'I'm a winner!' Sorak Nasya dalam hati. %%% Bersambung ... Bulan ini fokus ke "Belum Jodoh" dulu, yuk! Untuk Devania 2 alhdmulillah sudah aku tamatkan. Tinggal spin offnya, akan aku kerjakan setelah "Belum Jodoh" hampir selesai nanti
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN