06

1217 Kata
Lucas menghela nafas. "Sebenarnya aku tidak ingin mengatakannya, tapi kau yang memintanya, jika ini menyakiti perasaanmu, aku tidak akan perduli." Ia terdiam sejenak, menimang-nimang perkataan selanjutnya. "Kau ... sudah ku beli." Deg Clara tertegun. Dirinya? dijual? siapa yang menjualnya? kenapa? Setelah ucapan Lucas, ribuan pertanyaan langsung bermunculan dikepalanya. Tapi kemudian Clara tersenyum. Tidak ada satupun yang masuk akal dikepalanya. Ada tiga kemungkinan untuk menolak percaya dengan ucapan Lucas. Tidak mungkin ia dijual. Yang pertama, siapa yang menjualnya? Yang kedua, apa yang menjualnya pemilik Restoran tempatnya bekerja? jika memang seperti itu, seharusnya pemilik Restoran itu sudah ditangkap polisi dan diamankan. Yang ketiga, alasan Lucas mengurungnya dikamar karena kemungkinan Bu Laras sudah membuat laporan ke kantor polisi, dan selembaran kertas dengan berisi fotonya akan terpampang di dinding-dinding atau di tiang-tiang jalanan. "Kau sedang membuat lelucon?" Lucas mengetapkan bibirnya. "Terserah." Ia mendekat ke arah Clara. "Bicara dengan wanita yang berpikiran dangkal sepertimu memang tidak ada habisnya," sambungnya lagi sambil mengusap kaki Clara dengan handuk hangat. Clara meringis. "Biar aku saja." Ia mengambil handuk di tangan Lucas, tapi Lucas menjauhkan handuknya. Tangan kanan Lucas menarik ujung hidung Clara. "Aw..." Clara mengusap ujung hidungnya. Diantara wajahnya hanya tersisa hidung dan keningnya saja yang tidak sakit dan bengkak, jangan sampai Lucas juga membuat hidungnya sakit. "Kalau memang kau membeliku, kenapa aku tidak boleh keluar kamar?" Clara bertanya iseng, karena ia tau kalau Lucas memang benar menculiknya, bukan membelinya. Lucas menatap wajah Clara. "Karena nanti kau bisa kabur. Sekali aku memberimu izin keluar kamar, kau akan meminta lagi agar keluar rumah, dan setelah ku izinkan, kau akan meminta lagi agar keluar pagar, begitu seterusnya sampai kau bisa pergi kabur dari sini." "Aku tidak akan kabur." Clara mengangkat dua jarinya. "Janji," katanya mencoba meyakinkan Lucas. Lucas menggeleng. "Tidak." Dibelainya rambut Clara lembut. "Setidaknya berikan aku ponsel. Aku suntuk, Lucas." "Dan membiarkanmu menelpon polisi, begitu?" Clara cemberut. Dihempaskannya tangan Lucas yang membelai rambutnya. "Jangan sentuh, masih sakit. Aku trauma," katanya cepat, Clara merebahkan tubuhnya membelakangi Lucas. Semua percuma, ia tetap tak bisa bernegosiasi dengan makhluk seperti Lucas. Sampai kapan ia akan seperti ini? terkurung dalam kamar luas ini sendirian, tidak ada apapun dan siapapun. Dua tahun? lima tahun? atau selamanya sampai ia mati? Clara menggeleng, air matanya menetes kembali, padahal matanya sudah terasa berat dan perih. Pintu kamarnya terbuka. Clara bisa menebak, pasti Lucas yang keluar dan meninggalkannya seperti biasanya. Perutnya sakit, dari pagi tadi ia belum makan. Air matanya semakin deras mengalir. Jahat. Jahat. Jahat. Lucas jahat. Tidak memberinya makan. Jahat. Jahat. Jahat! Clara benci! "Clara, sini makan, biar kusuapi." Suara Lucas, Clara menoleh sedikit. Ternyata Lucas masih dikamarnya, yang memasuki kamarnya tadi itu maid untuk mengantarkan makanannya. Clara sudah berprasangka buruk. Tapi tetap saja Lucas memang jahat. "Tidak lapar," katanya ketus. Ia tidak mau Lucas menyuapinya, tidak mau Lucas bersikap baik padanya, dan tidak mau makan di hadapan Lucas. Jadi intinya, Clara jual mahal. Ingin Lucas membujuknya, tapi kenapa Lucas harus membujuknya? Karena... tentu saja karena Lucas sudah memukulinya, membuatnya sakit, dan orang sakit itu harus dimanja. Dan pertanyaannya lagi, kenapa Lucas harus memanjakannya? Karena... tidak ada orang lain lagi selain Lucas di sini. Clara butuh perhatian, bukan hanya dari Lucas, tapi dari semua orang. Clara ingin merasakan banyak-banyak bagaimana rasanya diperhatikan. Karena selama ini yang memperhatikannya hanya Bu Laras dan kakak-kakak satu Pantinya. Tapi setelah kakak-kakaknya pergi dengan cara seperti itu, hanya Bu Laras yang memperhatikannya. Clara tidak mempunyai banyak teman, mereka hanya menuntutnya untuk menjadi pribadi yang sempurna. Yang mempunyai orang tua, banyak uang, sering hangout bareng ke Mall, memakai barang bermerek. Clara, bukan orang yang seperti itu. "Clara, jangan bandel. Kau belum makan dari tadi pagi." Tempat tidur disampingnya bergerak. Lucas mendekat. "Ku bilang aku tidak lapar." Clara meringkuk. Menunggu respon Lucas atas penolakannya yang kedua kalinya, tapi bukan respon Lucas yang ia dengar, melainkan bunyi cacing di perutnya yang memprotes omongan Clara. Kruyukkk... Duh, Clara malu! "Oh, tidak lapar rupanya." Suara Lucas terdengar seperti menahan tawa. Clara semakin malu. Ia menutup wajahnya dengan telapak tangan. Ketahuan begini semakin membuatnya malu jika ia makan, lebih baik menahannya saja sampai Lucas keluar. Kapan Lucas keluar? memangnya pria itu tidak punya pekerjaan lain. Aroma makanan memenuhi indra penciumannya, perut Clara semakin berbunyi. Memprotes kapan Clara memakan mereka, Clara menggigit kecil bibir bawahnya. "Hmm ... enak." Suara Lucas membuatnya ingin menangis. Mau tapi malu. "Kebetulan aku lapar sekali, karena kau tidak lapar, kuhabisi saja ya." Clara merengut, Lucas pasti sengaja. Jahat. Jahat. Jahat. Tidak bisa dibiarkan! Clara duduk, menatap Lucas makan dengan wajah cemberut. "Kenapa bangkit? mau juga?" Tuh kan, Lucas mempermainkannya. Lucas tau ia lapar, setidaknya ketika melihatnya duduk Lucas harus mengatakan 'Sini makan' atau kalimat apapun yang bisa membuatnya tak malu begini. Clara tak menjawab pertanyaan Lucas, wajahnya semakin cemberut, hampir menangis. Lucas tertawa terbahak, sampai memegangi perutnya. Kenapa ia tak bisa menahan rasa laparnya hingga Lucas keluar sih, jika begini ia benar-benar seperti boneka Lucas. Dikurung, dipukuli, dan dipermainkan seperti ini. Pasti sekarang Lucas senang sekali. Clara benci! Lucas mengusap air diujung matanya karena terlalu banyak tertawa, ditatapnya Clara yang hampir menangis. Lucas menghela nafas masih dengan tawa geli. Ia mendekat ke arah Clara, menyelipkan tangan kanannya dibawah lutut Clara dan tangan kirinya di punggung Clara, menggendongnya ala Bridal Style. Membawa Clara duduk dihadapan makanan yang menganggu ketenangan perut Clara. "Makanlah." Lucas berkata dengan nada geli yang tidak ditutup-tutupi. Clara diam. Lucas tersenyum, diacaknya rambut Clara dengan gemas. Lucas duduk di samping Clara, memegang kedua bahu Clara dan menyuruhnya agar menghadap dirinya. "Nih." Lucas menyuapinya. Clara membuka mulutnya menerima suapan Lucas, namun meringis saat merasakan lidahnya yang terluka terasa sakit saat bersentuhan dengan nasi. "Minum," katanya menunjuk minum yang berada tak jauh darinya. Lucas mengambilnya, ditariknya hidung Clara. " Kau bisa mengambilnya sendiri." Setiap satu suapan Clara akan minum, begitu seterusnya sampai nasi dipiringnya habis. "Kenapa tadi kau bilang tidak lapar, Clara?" Lucas mengungkitnya sambil tersenyum. "Bisa tidak usah dibahas?" Clara berkata dengan nada merajuk. "Kenapa kau masih di sini sih, sudah pergi sana." Clara mendorong bahu Lucas. "Kau tidak punya pekerjaan?" Lucas meletakkan telapak tangannya di dahi Clara. "Kau demam." "Karena siapa?" Lucas tersenyum. "Iya aku tau. Maaf ya, Sayang." "Kau selalu begitu." Clara menunduk, kakinya menguis-nguis karpet merah di bawah. "Malam ini kau tidur di kamarku, mau jalan sendiri atau ku gendong?" Clara langsung menggeleng. "Tidak mau tidur di kamarmu, tidak mau digendong juga tidak mau jalan sendiri." "Memang seharusnya aku tidak bertanya." Lucas langsung menggendong Clara, membawa Clara menuju kamarnya. Kamar itu bernuansa abu-abu, lebih besar dan lebih lebar dari kamar Clara. Tidak seperti kamar Clara yang hanya ada kaca lebar tanpa balkon, kamar Lucas ada balkonnya. Ada sofa besar dan kulkas mini di dekat balkonnya, di teras balkon juga ada kursi kayu. Kamarnya nyaman. Suasana baru, jadi ada pandangan lain selain kamarnya. Lucas meletakkannya di atas ranjang king sizenya. "Kau tidur dimana?" "Tentu saja disampingmu." Clara langsung merapatkan selimut yang menutupi tubuhnya, ia menatap Lucas dengan pandangan was-was. "Jangan berpikiran yang aneh-aneh, sudah tidur sana." Lucas membaringkan tubuh Clara. Menyelimuti tubuh Clara dengan selimutnya. "Seharusnya aku yang berkata seperti itu padamu." Clara manyun. Lucas tertawa kecil. Ia menunduk, mengecup pelan dahi Clara yang panas. "Aku bisa menahan diri jika ini," tangannya menunjuk selimut yang menutupi tubuh Clara. "Tidak terbuka." Clara mendorong Lucas pelan, tenaganya benar-benar habis. Ia menaikkan selimutnya hingga menutupi wajahnya. Lucas tertawa kecil melihatnya. Karena Clara terlalu lelah, Ia langsung tertidur begitu memejamkan mata. Lucas menatap Clara yang tertidur, tangannya mengusap rambut Clara. Pasti kulit kepala Clara terasa sakit, karena tadi ia menjambaknya terlalu kuat. Mau bagaimana lagi? Ia sudah terlanjur emosi. Setelah lama menatap Clara yang tertidur, Lucas berjalan ke arah balkon, mengeluarkan ponselnya dan menelpon seseorang. "Tian, amankan anak Panti asuhan yang bernama Saskia." Bersambung... Hola hola jika suka dengan cerita ini jangan lupa share ke yang lain dan Tap ❤ ya
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN