9. Dosen Killer

1999 Kata
“Permisi Bu Diana.” Panggil seorang wanita paruh baya yang sudah berada di depan etalase kaca warungnya. Terlihat sudah beberapa kali Bu Andi mengetuk pintu warungnya dan kaca etalase, membuat Diana tersentak dari lamunannya di masa lalu. “Eh Bu Andi… aduh maaf Bu…” jawab Diana dengan terburu-buru menghampiri Bu Andi. “Mikirin apa si Bu… dari tadi saya ketok-ketok lho, ngga ada sahutan. Jangan kebanyakan melamun bu, nanti rejekinya dipatuk ayam lho Bu ” Kata Bu Andi bercanda. “Bu Andi ini bisa aja… kebetulan saya ngga punya ayam Bu…” kata Diana menanggapi candaan Bu Andi. “Ya ayam tetangga lah bu…” kata Bu Andi, membuat Diana jadi tertawa. “Biasalah lah Bu… namanya jadi orangtua ada aja yang musti dipikirin.” “Iya betul bu… saya aja pusing ini anak-anak kerjaannya maiiinn terus…disuruh belajar susahnya minta ampun. Eh gimana keadaan Rizal Bu? Udah baikan?” “Alhamdulillah, sudah mendingan Bu…tinggal masa penyembuhan aja...tinggal nunggu jadwal operasi kedua nanti buat ambil pen nya.” Jawab Diana. “Sabar ya Bu… yang penting Rizal cepat pulih.” “Iya Bu, Aamiin… terima kasih doanya.” Kata Diana mengaminkan. “Eh mau beli apa nih Bu, dari tadi malah keasyikan mengobrol.” “Ini Bu, mau beli berasnya dua kilo.” Kata Bu Andi sambil memilih-milih biskuit di rak besi yang berada di depan etalase kaca. Sedangkan Diana segera menyiapkan pesanan beras Bu Andi. “Sama ini satu ya Bu…” kata Bu Andi sambil memberikan satu bungkus biskuit Roma Kelapa. “Baik Bu… ngga sekalian keripiknya ini Bu? Titipannya Mbak Ranti. Enak lho Bu, gurih...” kata Diana menawarkan keripik buatan Ranti, tetangganya yang tinggal di samping rumah. “Lain kali aja Bu… lagian cuma bawa uang pas, takut kurang.” Kata Bu Andi menolak secara halus. “Bu Andi nih… kurangannya lain kali juga nggak papa… kaya sama siapa aja.” “Ngga deh Bu, lain kali aja.” “Ooh gitu…jadi semuanya 38.000 Bu.” Kata Diana sambil menyerahkan bungkusan kantong plastik warna hitam, dan menerima uang pembayaran belanjaan Bu Andi. “Uangnya pas ya Bu.” Kata Diana setelah menghitung uang yang diterimanya. “Iya… makasih ya Bu…” “Sama-sama Bu Andi.” Jawab Diana. Setelah Bu Andi meninggalkan warungnya, Diana segera masuk ke dalam rumah, sepertinya sudah cukup lama Ia meninggalkan Rizal sendirian. Diana belum tega meninggalkannya terlalu lama, karena Rizal belum terlalu bisa berjalan karena kakinya yang masih menggunakan gips, siapa tau Ia membutuhkan sesuatu. *** Ayu baru saja selesai menghadap dosen pembimbing skripsinya. Seorang dosen pembimbing yang dikenal sedikit killer di kalangan mahasiswa Fakultas Ekonomi, Ia seorang yang perfeksionis dan on-time. Ditambah lagi dengan wajahnya yang terlihat garang dengan kumis tebal dan jarang sekali terlihat tersenyum. Berpapasan dengannya di lorong kampus saja sudah terasa menakutkan, apalagi harus masuk ke dalam ruangannya dan bertatap muka. Itulah yang dirasakan Ayu dan beberapa teman kampusnya yang mendapat dosen pembimbing Pak Hilman. Pak Hilman adalah seorang dosen yang sangat menghargai waktu, mungkin karena kesibukannya. Selain menjadi dosen di Fakultas Ekonomi, beliau juga seringkali mendapat undangan seminar sebagai pembicara di berbagai kegiatan kampus maupun di luar kampus. Jika sudah membuat janji dengan beliau, maka sebisa mungkin harus datang tepat waktu, telat sedikit saja beliau sudah tidak mau menerima mahasiswanya. Mereka harus melakukan penjadwalan ulang untuk melakukan bimbingan. Karena itulah Ayu rela menunggu setengah jam lebih awal daripada ia harus terlambat satu menit. Ayu keluar dari ruangan Pak Hilman dengan sedikit kesal. Mungkin tidak hanya Ayu saja, hampir semua mahasiswa yang keluar dari ruangan Pak Hilman menampakkan wajah yang tidak bersahabat, dan itu sudah menjadi rahasia umum. Iiihhhh… adaaa aja yang mesti direvisi, kenapa ngga sekalian aja sih dari kemarin, keluh Ayu dalam hati. Ia menaruh draft skripsinya di meja ruang tunggu mahasiswa dengan sedikit kasar. Pak Hilman dosen killer itu benar-benar telah merusak moodnya hari ini. Pantas saja banyak dari mahasiswa yang menganggap mendapatkan dosen pembimbing Pak Hilman sama seperti masuk ke neraka dunia. Pak Hilman seolah selalu mencari kesalahan mahasiswanya. Ayu melihat jam tangannya, masih pukul 08.00 pagi. Ia pun memutuskan untuk ke perpustakaan kampusnya di lantai dua untuk mencari beberapa buku referensi untuk merevisi skripsinya. Suasana kampus masih terlihat tidak begitu ramai. Ia naik ke lantai dua menuju ruang perpustakaan yang terletak di sudut bangunan. Ia melangkahkan kakinya pelan masuk ke dalam perpustakaan, sudah ada beberapa mahasiswa yang duduk di ruang baca. Ia menitipkan tas nya di dalam loker di samping pintu masuk dan mulai mencari beberapa buku yang dibutuhkan. Setelah itu Ia duduk di ruang baca. Ayu benar-benar serius mengerjakan skripsinya, Ia ingin cepat lulus agar bisa mencari pekerjaan. Mengerjakan skripsi benar-benar telah menguras waktu dan pikirannya, apalagi Ia mendapatkan dosen yang perfeksionis. Ayu begitu serius membaca hingga tak menyadari kehadiran Bagus di sampingnya. “Serius amat bacanya neng.” tanya Bagus mengagetkan Ayu. Beberapa mahasiswa yang berada di ruang baca reflek menengok ke arah mereka karena suara Bagus yang terlalu keras. Sontak membuat Bagus jadi tak enak hati pada mahasiswa yang lain. Bagus menganggukkan kepalanya sambil mengacungkan telapak tangannya ke arah mereka sebagai bentuk permintaan maafnya karena membuat gaduh. Ayu yang melihatnya hanya tertawa kecil sambil menutup mulutnya agar tidak bersuara. “Makanyaaaa… jangan berisik. Kalau mau berisik tuh di lapangan.” Kata Ayu sambil berbisik. “Ya lagian kamu serius banget bacanya…” kata Bagus sedikit protes. Bagus adalah teman sekelas Ayu. Orangnya baik dan humoris. Ia cukup dekat dengan Ayu karena ia juga mengikuti kegiatan pecinta alam. Wajahnya tampan, berkulit putih dan memiliki lesung pipit yang menambah daya tarik. Orangnya pun sederhana walaupun ia adalah seorang anak yang berada. “Namanya juga perpustakaan… ya ngapain lagi kalo ngga serius.” Jawab Ayu yang sedikit kesal dengan masih tetap memandangi bukunya. “Tumben pagi banget si ke kampusnya.” Tanya Bagus yang tadi tak sengaja melihat Ayu masuk ke dalam perpustakaan, sehingga ia mengikutinya masuk ke dalam. “Abis ketemu Pak Hilman buat bimbingan skripsi.” Jawab Ayu singkat. “Hmmm… pantesan dari tadi mukanya dilipet, ternyata gara-gara Pak Hilman. Bener-bener tuh pak Hilman cari gara-gara. Biar nanti aku bilangin biar jangan galak-galak.” Kata Bagus dengan mimik muka sok berani. “Halah… kamu tuh… sok-sokan berani. Nanti biar aku doain kamu dapet dosen pembimbing Pak Hilman biar tau rasa.” Kata Ayu sambil menepuk lengan Bagus. Bagus hanya ketawa cengengesan. “Jangan gitu dong, jelek amat doainnya.” Kata Bagus protes. “Lagian pake ngomongnya begitu. Ketemu di jalan juga pasti milih geser dua langkah ke samping.” “Eh Bella apa kabar… kok lama ngga keliatan.” Tanya Bagus. “Hmmm… pasti deh nanyain Bella. Kan udah aku bilang dia udah punya pacar. Ngapain sih nanyain mulu, kaya ngga ada perempuan lain aja. Tuh si Donna tuh yang jelas-jelas suka sama kamu.” Kata ayu ketus. Sudah berpuluh-puluh kali Ayu menjelaskan pada Bagus, tetep aja Bagus menanyakan Bella. Ia tidak mau Bagus merusak hubungan Bella dengan Ferdy, walaupun Ayu yakin Bella tidak akan tertarik pada Bagus. Bella menyukai laki-laki yang cerdas dan pintar, ketampanan adalah nilai plus buat Bella. Bukan berarti Bagus tidak pintar, ia memang kurang dalam bidang akademik, namun prestasinya dalam bidang olahraga sudah beberapa ia kantongi. Ia pernah menjuarai lomba panjat tebing tingkat universitas di Yogyakarta, bahkan pernah menjadi salah satu wakil Indonesia untuk mengikuti lomba panjat tebing di Bangkok, walaupun tidak mendapatkan juara. “Yahhh… si Donna. Bisa pecah gendang telingaku kalo punya pacar kaya Donna. Dia kan kalo ngomong ngga ada rem nya.” “Kan kalo kamu pacaran sama Donna, kamu bisa ganti rem nya pake rem cakram.” Sontak perkataan Ayu membuat Bagus terbahak. “Husssttt…” salah satu mahasiswa menempelkan telunjuknya ke bibir, ia kembali terusik dengan suara Bagus. “Udah ah keluar aja, kamu tuh bikin ribut mulu.” Kata Ayu kesal. Ia membereskan buku-buku yang ia letakkan di meja ruang baca. Sebagian ia kembalikan ke rak buku. Niatnya untuk mencari materi penunjang untuk skripsinya seketika gagal gara-gara Bagus. Ia hanya membawa dua buku mengenai teori akuntansi dan analisis saham untuk dipinjamnya. “Iya… iya… aku minta maaf, habis kamu lucu sih. Kamu pinter ngelawak juga ya.” Kata bagus dengan masih menahan tawanya. Ayu menuju meja petugas perpustakaan untuk mendata dua buku yang Ia pinjam, lalu mengambil tas nya di loker, Bagus masih setia membuntutinya. Hari ini Ayu tidak ada kuliah, hari ini Ia ingin pulang lebih cepat karena adiknya yang masih sakit, tapi Ia harus menunggu Bella selesai kuliah karena mereka sudah berjanji untuk pulang bersama. Ia takut Ibunya kerepotan menjaga Rizal yang masih susah untuk berjalan, beliau pun harus menjaga warung kelontong, dan belum lagi harus mengerjakan pekerjaan rumah. Tiga puluh menit lagi jadwal Bella selesai kuliah, Ayu pun memutuskan untuk menunggu Bella di bangku depan Kampus di samping taman. Bangku itu adalah salah satu spot favorit Ayu. Selain bisa memandangi taman, udara pun terasa sejuk karena banyak pepohonan yang rindang di sekeliling kampus. Ayu begitu menyukai alam, itulah kenapa Ayu memilih untuk mengikuti kegiatan pecinta alam di kampusnya. Ayu suka mendaki gunung, dengan berada di tempat itu, Ayu merasa tenang, Ayu bisa menghibur diri, merenung, menikmati keindahan alam untuk sejenak melupakan kelelahan, kepenatan, amarah dan kerinduannya. “Yu…” panggil Bagus sambil menyentuh lengan Ayu menggunakan sikunya. Sedari tadi Bagus masih terus membuntutinya dan ikut duduk di samping Ayu. “Hmmmm…” jawab Ayu sambil tetap mengarahkan pandangannya ke taman. “Bantuin aku dong.” Tanya Bagus dengan nada pelan. Ayu mengeryitkan keningnya sambil menatap Bagus. “Bantuin apa?” tanya Ayu heran. “Bantuin dapetin Bella?” tanya Ayu menebak pikiran Bagus. “Ngga...! Ngga....! Ngga bisa…!” kata Ayu dengan cepat. Bagus hanya tertawa mendengar perkataan Ayu yang to the point. “Eehh… makanya dengerin dulu!” kata Bagus sedikit meninggikan intonasinya. “Gini, adekku kan sekarang udah kelas 3 SMP. Kemarin bokap nyokap lagi cari guru les buat adek aku. Kira-kira kamu mau ngga jadi guru lesnya? Kamu kan pinter. Ya daripada dapat guru les yang ngga jelas mending kamu aja. Kamu bisa kan ngajarin?” kata Bagus sambil mengangkat kedua alisnya menunggu jawaban Ayu. Ia tau Ayu bukan dari keluarga yang mampu, Ia pun tau Ayu juga bekerja untuk kuliahnya sendiri. Selain adik Bagus memang membutuhkan guru les, paling tidak ia bisa membantu temannya untuk mendapatkan penghasilan tambahan untuk kuliahnya. “Wah beneran nih?” sontak perkataan Bagus membuat Ayu sangat bersemangat. Ia sampai bangun dari sandarannya sambil menatap Bagus. “E…e…i…ya.” Kata Bagus terbata dengan mimik muka sedikit syok. Mungkin karena terlalu senang Ayu sampai memegang tangan Bagus, membuat Bagus menjadi salah tingkah. Namun sepertinya Ayu tidak menyadarinya karena memang menganggap Bagus biasa saja, hanya sebagai teman. “Aku mau… kapan mulai lesnya?” kata Ayu tidak sabar. “Ya nanti aku tanya bokap nyokap dulu ya. Nanti aku kabarin kalau udah fix.” Kata Bagus. Tiba-tiba ponsel Ayu bergetar di dalam tas ranselnya. “Bentar ya” jawab Ayu sambil meraba-raba tas nya untuk mengambil ponsel. “Ya Bell, gue udah di depan nih.” Kata Ayu tanpa menunggu pertanyaan dari Bella. Ia tau Bella pasti menanyakan keberadaannya. “Itu Bella?” tanya Bagus. “Iya!” jawab Ayu sedikit ketus. Pertanyaan yang sebenarnya tidak memerlukan jawaban, karena Bagus pasti mendengar saat Ayu menyebut nama Bella. Ia memang sedikit sensitif jika Bagus menanyakan apapun tentang Bella. Bukan karena tidak suka, tapi lebih melindungi Bella dari godaan pria di sampingnya itu. “Ya udah deh aku cabut aja.” Kata Bagus sambil berdiri dan meninggalkan Ayu. “Bagus deh kalo gitu.” Jawab Ayu cepat. Ayu berpikiran Bagus memilih pergi karena tidak mau terlihat salah tingkah jika bertemu dengan Bella. “Ayu…” teriak Bella dari sisi taman sebelah timur. Rupanya Bella sudah datang. Ayu pun menghampiri Bella.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN