Ancaman

952 Kata
"Omaygat, ARDAN! Wajah tampan lo kenapa jadi gini?" tanya Kevin dramatisir. Kini kelima temannya baru saja memasuki ruang inap Ardan. Tidak berbeda jauh dengan di kantin sekolah, di sini pun mereka membuat kegaduhan bahkan sebelum masuk ke dalam ruangan Ardan. Sampai-sampai beberapa kali mereka ditegur oleh pengawas yang lewat. Ardan yang sedang menyuap buah-buahan dengan garpu, mengacungkan garpu itu ke arah Kevin. "Sekali lagi lo bacot gue tusuk." Kevin bergidik ngeri. "Psiko banget sih lo." Kevin menghampiri Ardan lalu ikut memakan potongan buah itu. "Nggak usah pelit," ucapnya yang dibalas decakan kesal oleh si empunya buah. Galang yang sedang memperhatikan kondisi temannya saat ini berkata, "Kalo bocah-bocah tau lo gini mereka nggak bakal terima, nih." "Makanya nggak usah disebar. Lagian ini cuma masalah pribadi," balas Ardan santai lalu menyerahkan mangkuk buah itu pada Kevin yang masih ingin memakannya. "Thanks, bro!" kata Kevin sambil menyuap potongan buah melon. "Pribadi apanya? Emang lo pernah berurusan secara pribadi sama Bara?" Aldi membalas ucapan Ardan dengan pertanyaan. Mereka berdiri mengelilingi Ardan yang terbaring di kasur. Ardan menatap teman-temannya satu persatu. "Udahlah nggak usah dibahas lagi, udah kelar juga. Tambah nyutnyutan nih gue." Ryan hanya menggelengkan kepala tak paham. Ia lebih memilih duduk di sofa yang disusul oleh Galang. "Oh, iya, kalian nggak ada yang ngasih tau soal gue ini ke Adel, 'kan?" Itu dia masalahnya, Ardan tidak tau jika akibat dari keterdiamannya ini cewek yang hampir dia tembak pada malam itu kini sedang didekati oleh cowok lain. Galang yang hendak merebahkan dirinya di sofa kembali menegapkan tubuhnya kala mendengar pertanyaan Ardan. "Nggak ada, tapi--" ucapnya yang langsung dapat pelototan dari teman-temannya, kecuali Ardan yang malah mengerutkan dahi. "Apa?" "Lo harus cepet sembuh kalo nggak mau keduluan orang," sambung Galang santai. "Maksud lo?" Ardan menaikkan satu alisnya Ryan menyela Galang yang hendak berbicara kembali. "Si Kevin godain Adel mulu, Dan." Kevin melotot namanya dipanggil, Aldi yang berada di sampingnya bereaksi dengan menepuk punggung Kevin. "Iya, nih, Dan, temen lo ini berencana mau nikung lo." "Gila, emang Kevin, Adel masih mau lo embat juga," Anton ikut menimpal untuk meyakinkan Ardan yang masih menatap mereka bingung. "Ap-apaan sih lo, yailah gue kan bercanda doang bilang mau nembak Adelnya. Nggak usah pada baper, kenapa sih!" Kevin tertawa sumbang lalu melirik ke arah Galang tajam. Kalau saja bukan gara-gara mulut ember Galang, Kevin tidak akan dijadikan tumbal seperti ini. Galang menggarukkan tengkuknya karena merasa telah salah ucap. "Yaelah gue pikir, apaan. Bikin panik aja lo, Lang," ucap Ardan lalu melemparkan pandangannya kembali ke acara televisi. Bukan apa-apa, mereka hanya tidak mau dengan kondisi Ardan yang belum pulih ini, ia harus memikirkan sesuatu yang dapat mengganggu kondisinya saat ini. Dan sepertinya hanya Galang yang tidak berpikir sampai di situ. Ketika kondisi ruangan itu sudah kembali normal, kenop pintu yang terbuka kembali membuat suasana menjadi berubah. "Permisi, maaf ganggu ya, hp gue ketinggalan." Dinda menunduk menghindari pandangan heran teman-temannya Ardan. Setelah cewe itu berhasil mengambil ponselnya ia kembali pamit keluar. "Itu siapa?" tanya Kevin dengan pandangan masih menatap pintu yang sudah tertutup itu, hal yang tengah dilakukan teman-temannya yang lain, kecuali Ryan. Laki-laki itu malah menatap Ardan dengan tatapan tajam di balik kacamatanya. "Selain lo dikeroyok sama Bara cs, kayaknya cerita lo itu masih ada kelanjutannya deh, Dan," ucap Ryan yang mendapat perhatian dari keempat temannya yang lain. *** Kemarin malam "Gue kena karma, Dan. Gue suka sama lo." Ardan bergeming, rahangnya mengeras, tangannya mengepal kala langkah kaki cewe itu terdengar mendekat. "Gue--" "Stop! Sekali lo mendekat gue bakalan tambah benci sama lo." "Tapi, Dan, gue--" "Lo pikir dengan lo ngomong gitu bisa ngerubah semuanya, HAH!" Ardan membentak, emosinya membuncah napasnya memburu tak beraturan. Dinda terkejut dengan reaksi cowo yang di hadapannya ini. Dia tidak pernah membayangkan sebelumnya akan mendapat perlakuan seperti ini. Air mata terus mengalir dari mata beningnya. Ia berusaha menutup mulutnya agar isakannya tidak terdengar keluar. Punggung tegap di depannya tak lama bergerak, bergerak menjauhinya yang sedang menahan sesak di d**a. Laki-laki itu berjalan menjauh tanpa mau menoleh barang sedikit pun. Pada akhirnya, dengan membawa semua luka itu ia memutuskan untuk pergi. Dan kini ia tidak akan kembali lagi. *** Ardan tidak langsung masuk ke dalam, dirinya sedang berantakan saat ini. Suasana hati yang sebelumnya indah kini hancur begitu saja. Ia bersandar pada tembok belakang restoran itu. Ardan berusaha menormalkan detak jantungnya, menormalkan embusan napasnya, dan mengontrol segala emosi negatif dalam dirinya. Ia mengambil sebatang rokok dalam saku celananya, dipantik rokok itu lalu ia menghisapnya. Baru saja dua hisapan, ponsel dalam sakunya berdering memecahkan keheningan saat itu. "Cewe cakep, rambut panjang, dan mata sebening kristal," ucap si pemanggil. Ardan menjauhkan ponselnya untuk melihat nama si pemanggil. Tidak ada. "Lo siapa?" "Tapi sayangnya dia lagi nangis tuh, kalo lo nggak mau ngehibur, gue aja deh, ya." Ardan mengenal suara itu. "Bara," desis Ardan. "Mau apalagi lo, heh?!" "Weis, santai dong, Bang. Gue nggak mau apa-apa kok, cuma mau ijin ke elo aja--" Ardan terkekeh. "Lo mau jadiin tuh cewe sebagai umpan, heh? Silakan, lakuin sesuka hati lo." "Oh, gitu? Oke deh, nggak nyesel, nih?" Ardan mendengkus mendengar pertanyaan Bara, baru saja ia hendak mematikan sambungan ponselnya sebelum Bara kembali berkata. "Gue bawa dia ke markas, siapa tau lo berubah pikiran. Gue nggak pernah main-main kalo lo lupa." Dan sambungan itu terputus. Ardan melihat layar ponselnya yang sudah mati. Ia berdecak seraya melempar putung rokoknya lalu memasukan ponselnya itu kembali ke dalam saku. "Nggak peduli!" Ardan berjalan kembali ke pintu masuk. Saat tangan itu sudah menyentuh kenop pintu, tiba-tiba perasaan itu muncul. "Sial!" Ardan berlari ke arah parkiran untuk mengambil motornya. Ia lajukan motor itu dengan kecepatan tinggi. Ia melewati pengendara lain dengan lihai. Dia sudah bersumpah dalam hati jika laki-laki b******k itu tidak mau menunggu maka ia tidak akan segan-segan membunuhnya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN