Kencan Buta

1021 Kata
Ardan membuka pintu mobilnya dan sudah mendapat serangan dari teman-temannya. "Woy, sabar napa." Kevin dengan sigap mengambil tas cowok itu. Galang membuka sepatu milik Ardan dan Anton mengambilkan handuk dan melemparnya tepat ke wajah lelaki itu. "Mandi yang cepet. Nggak pake lama." Netra cokelat Ardan berputar kesal. "Kalian niat banget nyuruh gue dateng ke acara itu ya?" Galang membalikkan tubuh Ardan dan mendorong cowok itu menuju kamar mandi. "Jelas. Ini kesempatan terakhir seumur hidup." "Gue ini transfer lo uang padahal loh." "Nggak ada sogokan, Dan. Gece mandi," suruh Galang lalu menutup pintu kamar mandi. Setelah mandi, Ardan kembali diserang oleh teman-temannya. Kevin sudah menjejerkan beberapa outfit yang salah satunya akan dipakai Ardan untuk acara itu. "Gila, apa-apaan sih. Gue mau dateng ke acara gituan aja lo semua bersyukur harusnya," protes Ardan. "Gini, ya, Dan. Kalau Galang, dia di sana nggak dikerumunin laler pun dia yang bakal datengin laler. Tapi kalau lo, laler nyamperin aja mungkin bakal lo tepis. Jadi, kita di sini harus memastikan lo dapet perhatian dari cewek-cewek di sana," ucap Anton sambil memberikan kemeja kotak-kotak dengan celana pendek selutut. Kening Ardan mengerut. "Ini gue mau ke party atau kencan buta sebenernya?" Anton mengetuk dagunya dengan jari. "Yang gue jelasin salah, ya?" Cowok itu berdecak kala melihat ekspresi tidak habis pikir teman-temannya. "Intinya kalo lu ga gudluking, partner kencan lu bakal pergi. So, kita bakalan meminimalisir kemampuan lo ditinggal cewek malam ini," jelas Kevin. Ardan menghela napas pasrah dan memakai pakaian yang disodorkan Anton. "Kayak timses Pak Jokowi dulu. Ganti-ganti!" protes Galang ketika Ardan keluar dari kamar menggunakan outfit yang diberikan Anton. Kevin memberikan kaos berkerah warna putih. "Coba ini." Ardan balik ke kamarnya lagi untuk mengganti baju. "Kayak orang main golf. Ganti, Dan." Kali ini Anton yang berkomentar. Galang memberikan kaus polos hitam, jaket jeans, dan celana jeans. "Terlalu sederhana," kata Kevin. Lalu ia melempar jas biru dongker kepada Ardan. "Ganti ini." Ardan membuka jaketnya dan mengganti dengan jas. "Jeans pensilnya ganti sama ini." Anton melempar celana kinos berwarna cream. "Pas!" kata Galang saat melihat penampilan Ardan. "Mantap!" "Selamat berkencan, Dan!" Anton bersorak heboh. Ardan mendengkus, ia berjanji akan melakukan hal konyol ini sekali. Hanya sekali. Dalam sistem kencan buta kali ini, Ardan dan Galang akan terhubung dengan teman kencan butanya melalui aplikasi yang disediakan penyelenggara acara. Dalam aplikasi itu, mereka bisa menentukan sendiri di tempat mana mereka akan bertemu. Untuk meminimalisir kegagalan, Kevin yang mengirim pesan ke teman kencan buta Ardan untuk ketemuan di salah satu restauran terkenal di ibukota. Kevin memilih meja vip yang terletak di lantai paling atas yang terbuka. Pemandangannya adalah wajah ibukota dari atas. "Nanti kalau cewek itu pake baju pendek lo kasih jas lo. Inget pesen gue," ucap Anton wanti-wanti. Galang pergi duluan menggunakan mobil Kevin. Ardan yang hampir mengambil kunci motor vespanya langsung dicegat oleh Kevin. "Nggak bisa dipercaya," ucap cowok itu sambil merampas kunci motor vespa Ardan dan menyodorkan kunci motor besar milik sahabatnya itu. Ardan mendesah kesal kala mata Kevin mengerling menggoda. "Lo masih dalam pantauan, Bro." Sepertinya malam ini masuk dalam daftar mimpi buruk lelaki itu. *** Sebelum masuk ke dalam restauran itu, Ardan duduk di motornya dan menyalakan nikotin. Ia mendongak menatap atap dari restauran itu. Tempat ia akan bertemu dengan orang asing. Entah apa yang akan dia mulai katakan saat bertemu dengan cewek yang baru dikenal. Ia mulai menerka akan seperti apa wajah dari teman kencan butanya. Apakah memiliki rambut panjang seperti yang dimiliki Dinda? Apa hidung cewek itu seperti Dinda mancung tipis? Apa warna kulit cewe itu? Kuning langsat seperti Dinda? Atau warna lain? Ah, sial. Kenapa Ardan malah membandingkannya dengan cewek itu. Setelah menghabiskan satu batang rokoknya, dengan langkah berat Ardan memasuki gedung restauran itu. Di lantai pertama Ardan dapat menemukan berbagai macam pengunjung. Ada yang membawa keluarganya. Ada yang datang berdua dengan pasangannya, bahkan ada yang tengah duduk sendiri. Ardan memasuki lift untuk mengunjungi lantai paling atas gedung ini. Ketika pintu lift terbuka, Ardan dapat melihat punggu dari cewek yang tengah duduk menghadap ke depan. Cewek itu tengah asyik menikmati pemandangan ibukota dari atas. Rambut cewek itu dicepol, membuat Ardan dapat melihat leher jenjang milik cewe itu. Cewe di depannya menggunakan dress selutut berwarna biru dongker. Setidaknya Ardan beruntung karena ia tidak salah kostum kalau menggunakan kemeja kotak-kotak. Ragu, Ardan melangkah mendekati cewe itu. Dengan mengumpulkan semua keberanian, Ardan menyapa cewek itu. "Permisi." Dilihat dari belakang, cewek itu langsung berdiri tegak. Tampak kaku sebelum wajahnya benar-benar bisa dilihat Ardan. "DINDA?!" *** "Jadi temen konyol yang mau aja ikut acara gini tuh elo sendiri?" Dinda mengusap tengkuknya. Ia terlalu malu melihat wajah cowok di depannya. Ardan menyodorkan buku menu. "Pesen ini aja, gue laper. Untung partnernya elo. Gue nggak perlu akting." Dagu Dinda mengangkat, membuat kedua bola mata bulatnya melihat Ardan. "Aktig gimana?" Ardan mengendikkan bahu. "Ya, gue disuruh bersikap cool-lah, perhatian-lah. Kata temen gue biar ceweknya nggak kabur, nanti kencan butanya bisa gagal." Mulut Dinda membulat membentuk O. "Terus kalau sama gue nggak takut kabur gitu?" "Yakin lo bakal kabur. Sayang nih makanannya udah dipesenin temen-temen gue. Gue sih nggak bakal lewatin ini," kata Ardan terkekeh. Dalam hati, Dinda bersyukur bahwa kondisi mereka tidak canggung. Walaupun ia sedikit sakit hati karena Ardan seperti mengecualikannya. Ardan bisa kencan dengan sukses kalau bersama cewek lain. Tidak berlaku pada dirinya. Makanan mereka sudah datang. Ardan dan Dinda menyantap makanan itu dengan tenang. Setelahnya mereka turun dari restauran untuk menuju satu tempat kencan lagi yang sudah disiapkan oleh Kevin. Taman bunga. "Gue nggak paham sih, kenapa harus ke sini malem-malem?" Di tengah-tengah taman terdapat musisi yang tengah membawakan lagu Ed Sheeran berjudul Perfect. "Ini kita disuruh dansa kayaknya?" celetuk Dinda. Membuat Ardan menoleh cepat ke sampingnya. "Kata temen gue sih gitu. Tapi karena dia nggak tau. Nggak usah aja lah, ya," putus Ardan. Dinda duduk di meja yang sudah disiapkan di sana. Terdapat dua minuman yang sudah ada di meja. Dinda menyeruput minumannya. Sedangkan Ardan berdiri sedikit menjauh untuk menyalakan nikotinnya. Dinda melirik diam-diam ke arah Ardan. Walaupun ini tidak seperti layaknya kencan. Dinda cukup senang karena berpikir bahwa pertemuannya ini adalah takdir. Sedangkan Ardan merasa cukup beruntung karena kencan ini ia tak perlu bertemu dengan orang asing.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN