Ada apa dengan Adel?

1350 Kata
Tap tap tap Suara derap langkah dari dua anak SMA yang baru saja memasuki lorong sekolahnya. Saat ini suasana sekolah masih sepi, bagaimana tidak, mereka berangkat lebih awal dari hari sebelumnya. “Del, lo masuk duluan sana ke kelas. Sendirian nggak apa-apa, kan?” ucap Ardan membuat langkah Adel terhenti, lalu menolehkan kepalanya untuk melihat Ardan. “Emangnya Ardan mau ke mana?” tanya Adel yang mengetahui bahwa sepertinya Ardan akan pergi. “Gue mau cabut,” jawab Ardan santai, berbeda halnya dengan gadis berambut pendek di hadapannya itu, matanya membulat karena terkejut. “Ap-apa? Cab-cabut!?” pekik Adel. “Ih, ssstt,” ucap Ardan seraya menempelkan telunjuk di depan mulutnya. “Nggak, Ardan harus tetep di sekolah dan nggak boleh bolos! Oh, ya ampun Ardan sekarang itu kita udah kelas dua belas,” ucap Adel geram. “Trus kalo udah kelas 12, kenapa?” tanya Ardan dengan polosnya. “Masa masih mau bolos, ini itu penentuan untuk masa depan kita nantinya Ardan,” jawab Adel menjelaskan. “Duh, Del, kali ini aja soalnya nanti itu mau ada ulangan ekonomi,” dalihnya. “Apa itu alasannya? Ya ampun Ardan kamu mau bolos karena ada ulangan?” Benar-benar tidak masuk akal menurut Adel, ya, menurut Adel, karena kalau menurut Ardan itu adalah hal biasa. “Terserah, pokoknya gue bakalan tetep bolos titik!” ucapnya tak terbantahkan. “Nggak boleh!” “Bodo, babay,” ucapnya sambil setengah berlari. “Ardan! Jangan pergi!” teriak Adel memanggil Ardan. “Nanti pulang sekolah gue jemput!” teriak Ardan sambil mengangkat ibu jarinya. Melihat itu Adel hanya menghela napas. Lalu setelah itu ia membalikkan badannya berjalan menuju kelas. *** Hari ini Adel merasa ada yang kurang dalam harinya. Apa mungkin karena ketidakhadiran Ardan? Yang jelas saat ini tidak ada seseorang yang menyuruhnya melakukan hal yang belum pernah ia lakukan sebelumnya. “Adel!” Ataukah dugaannya itu salah? “Uhuk! Uhuk!” Seketika keadaan kantin menjadi hening. Bagaimana tidak, kalau yang menyapa barusan dengan nada tinggi adalah salah satu anggota gengster. Karena panggilan itu kini tatapan penghuni kantin SMA NUSA BANGSA mengarah kepada gadis berkacamata yang sedang menyeruput es jeruknya. “Weits, hati-hati dong Del,” ucap orang yang memanggil Adel. “Kamu ngagetin aku!” jawab Adel sedikit membentak seketika mata laki-laki itu membulat tak percaya. “So-sorry sorry Del,” ucap laki-laki itu. “Gila si Adel kalo marah sama kayak Ardan ya,” ucap yang lainnya. “Iya Lang, matanya itu loh.” “Lo sih Vin, pake ngagetin segala,” ucap Ryan sambil menyenggol lengan Kevin. Ya, anggota gengster yang berhasil membuat Adel tersedak dan menjadi pusat perhatian adalah Kevin. Memang niat awalnya ingin mengerjai Adel, tapi Kevin cukup terkejut dengan respon Adel itu. “Iya aku maafin, tapi jangan diulangi lagi. Sakit tau kalo keselek,” ucap Adel kini tatapannya tidak setajam yang tadi. “Huh.” Kevin menghela napas entah dia menyadarinya atau tidak. Lalu setelah itu mereka berlima duduk di sekeliling Adel, seperti biasa. Berlima? Ya, tanpa Ardan. “Eh Del, si Ardan ke mana?” tanya Anton. Adel mengernyitkan dahinya, dia pikir kelima temannya ini mengetahui ke mana Ardan bolos. “Dia bolos ya?” “Iya,” jawab Adel singkat. “IYA??” beo kelima laki-laki itu. Adel yang ingin menyuap rotinya harus terhenti karena ucapan serentak itu. “Kenapa?” tanya Adel bingung. “Ardan emang biasa bolos, kan? Kenapa kalian kaget?” “Kita kaget bukan karena Ardan bolos tapi karena dia bolos nggak bilang-bilang kita,” jelas Galang. Sungguh aneh, mereka terkejut karena tidak diajak bolos? Ckck, dasar anak nakal! “Dia bilang bolos karena takut sama ulangan ekonomi,” ujar Adel memberitahu alasan Ardan membolos. “Ulangan? Ekonomi? Ulangan ekonomi kelas gue itu udah minggu kemaren,” jawab Kevin yang sekelas dengan Ardan. “Oh ya?” tanya Adel. Kevin mengangguk. “Kenapa dia bohong?” “Tau deh, tuh orang nambah dosa aja ya, udahlah bolos pake bohong lagi. Ckck, setidaknya lakukan salah satunya aja kek,” ujar Anton. “Em.. Aku mau ke perpustakaan dulu ya,” ucap Adel di sela-sela obrolan teman-temannya. Lalu ia beranjak dari duduknya. *** Bu Sumiati, guru sejarah kelas dua belas saat ini sedang mengajar di kelas XII IPS 2. IPS dua adalah kelas Adel, biasanya Adel akan selalu bersemangat jika pelajarannya Ekonomi atau Sejarah tapi kali ini meskipun pelajaran yang Adel senangi pun tidak bisa mengalihkan pikirannya yang sedang memikirkan suatu hal. Adel benar-benar tidak bersemangat ingin rasanya dia cepat-cepat pulang, hatinya sedang tidak nyaman. Kecewa, ya, perasaan itu yang mungkin sedang dirasakan Adel. “Del." Panggilan itu membuyarkan semua lamunan Adel Adel mengerjapkan matanya. “Ah, ya? Ada apa?” tanya Adel sambil mendongakkan kepalanya kepada orang yang berdiri di samping kursinya. “Lo masih belum pulang?” tanya sang ketua kelas. “Belum,” jawab Adel, lalu mrnyadari satu hal. Kelasnya sudah sepi. “Udah bel pulang?” tanya Adel sedikit terkejut. Dion memutar bola matanya malas. “Udah dari tadi,” jawabnya lalu berlalu meninggalkan Adel sendiri di kelas. Adel langsung saja merapikan peralatan tulisnya, lalu bergegas keluar kelas. Dia melihat sekeliling sekolah, mencari seseorang yang berjanji menjemputnya. Tunggu, kenapa dia harus mencarinya? Bukannya memang bagus jika seperti ini? “Aku pulang sendiri aja," gumam Adel. Adel berjalan keluar gerbang, beberapa langkah dari gerbang dia mendengar seseorang memanggil namanya. Apa itu Ardan? Adel mempercepat langkahnya. “Adel!” panggil orang itu sekali lagi dan Adel menghentikan langkahnya. Itu bukan suara Ardan, itu suara.... “Dion?” tanya Adel setelah membalikkan tubuhnya. “Lo pulang sendiri?” tanya Dion. Dion bertanya tetapi pandangannya ke arah lain. “Aku?” tanya Adel memastikan. “Yang tadi gue panggil siapa? Lagian ini udah sepi, kebetulan gue mau ke rumah sodara yang arahnya searah sama rumah lo,” tutur Dion. Dan Adel hanya mengangguk saja mendengarkan ucapan Dion. “Jadi?” “Jadi apa?” Dion kembali memutar bola matanya. “Pulang bareng gue.” Adel membulatkan matanya. Seorang Dion menawarinya pulang bersama? Mantan ketua OSIS sekaligus ketua kelasnya ini yang terkenal dingin, barusan ia menawari tumpangan kepada Adel? Sulit dipercaya, tetapi meskipun seperti itu Adel tetap menjawab.... “Iya, kalo kamu nggak keberatan.” Dan Adel menaiki motor besar milik Dion. Sementara itu Adel tidak menyadari bahwa ada seseorang yang sedang memperhatikannya. *** Saat ini Adel sedang berdiam diri di kamarnya, ucapan itu masih saja terngiang di telinga Adel. Drrrtt Satu notif dari Ardan. Del, lo pulang duluan ya tadi? Gue dah nungguin lo sampe sore ini. Ardan menunggunya hingga sore? Ya ampun sudah berapa kali Adel terkejut karena tidak percaya. Awalnya Dion yang menawarinya tumpangan, lalu setelahnya Ardan yang mengatakan menunggunya hingga sore. Adel memilih untuk menyimpan kembali ponselnya di nakas tak berniat membalas pesan dari Ardan. Baru saja Adel ingin beranjak suara ketukan pintu dari arah luar terdengar, Adel segera membuka pintu itu. “Iya Bun.” “Ada Ardan di luar,” ujar Bunda. ‘Ardan? Ngapain dia ke sini?’ Adel pun memutuskan untuk menemui Ardan di luar. Adel terkejut, bukan karena kedatangan Ardan, tapi karena apa yang dikenakan Ardan ini. Ia baru menyadari bahwa tadi hujan turun. Seragam putih abu-abu yang basah itulah penampilan Ardan. “Huh, lo dah pulang ternyata.” “...” “Lo nunggu lama ya tadi? Sorry ya, gue pikir gue nggak telat jemput lo." “...” “Del, kok diem aja sih, kenapa? Lo marah sama gue?” “Iya aku marah karena aku bodoh.” ucap Adel dan berlalu meninggalkan Ardan yang sedang berdiri mematung. Apa yang barusan Adel katakan? Sementara itu di balik pintu, Adel menyandarkan punggungnya dan memejamkan mata. “Kamu udah berbohong Ardan...." *** "Kedekatan Ardan sama Adel itu, lo yakin Ardan seriusan nganggep Adel temen?" "Gue sih enggak. Si cupu dengan si trouble maker." Dengan asyiknya mereka mengatakan itu tanpa mereka sadari bahwa sedari tadi sepasang telinga mendengar ucapan mereka. Dia hanya terdiam, mencoba memahami maksud dari perkataan yang barusan ia dengar. Bukannya dia tidak menyadarinya jika selama ini dia hanya dijadikan sebuah "lelucon", tetapi ada satu hal yang dapat ia simpulkan dari percakapan itu. "Aku terlalu bodoh."
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN