Bab 43

1595 Kata
Ketika aku membuka kedua mataku, langit-langit asing langsung tertangkap dalam indera penglihatanku. Langit-langit berwarna abu-abu putih yang cukup tinggi, membentang lebar tepat di atasku. Dari langit-langit, aku lalu menoleh ke arah lampu panjang yang ada di bagian tengahnya, mataku semakin menajam lagi untuk memerhatikan semut kecil yang berjalan santai di sela lampu itu. Untuk beberapa saat aku hanya terdiam memerhatikan dengan lekat pergerakan semut kecil itu.   Wow, aku tidak tahu bahwa jarak pandangku bisa menyampai sejauh ini. Dan aku juga merasakan kehadiran seseorang di sekitarku. Seketika aku menoleh ke arah samping dan melihat wajah professor Robert yang tengah memerhatikan diriku dari beberepa meter jauhnya.   Dari kedua mata profesor Robert, pandangan mataku turun pada kulit di sekitar matanya. Nampak jelas kerutan menua di sana. Bahkan bulu-bulu halus di sana aku juga bisa melihatnya. Aku langsung menyipitkan kedua mataku memerhatikan hal itu. Sejak kapan pandangan mataku terlihat begitu jelas seperti ini. Selama ini aku memakai kaca mata minus untuk membantu penglihatanku. Tapi sepertinya aku sudah tidak membutuhkan hal itu lagi.   “Danny, apa kau baik-baik saja?” Suara professor menyapa indera pendengaranku. Pria paruh baya itu bertanya sembari menghampiriku.   “Professor? Di mana aku?” Suaraku masih terdengar lemas dan serak layaknya orang baru bangun dari tidur.   “Kau berada di ruang lab-ku sekarang. Maaf Danny, aku harus meng-“   CTASS!   Ucapan professor Robert langsung terhenti ketika melihat aku tanpa sadar merusak ikatan yang menahan satu tanganku di pinggir ranjang. Tidak hanya professor yang terkejut. Aku pun juga terkejut dan bingung dengan apa yang baru saja terjadi. Kami sama-sama menoleh ke arah satu tangan kananku yang kini sudah mengambang di udara setelah berhasil melepaskan diri.   Mataku langsung memerhatikan kondisi tubuhku sendiri yang ternyata juga terikat kuat di beberapa bagian lainnya. Dan tanpa kesulitan sama sekali, aku hanya mengayunkan tangan berniat untuk menyentuh kepalaku, ikatan pada tanganku langsung terputus.   “Eee ... Professor?” Aku mempertanyakan semua ikatan ini pada pria paruh baya itu. Wajahku tidak bisa mengendalikan diri selain memasang wajah layaknya orang bodoh ke arahnya. Aku tidak mengerti alasan aku harus terikat seperti ini. Dan professor Robert masih terpaku untuk beberapa saat melihat tanganku yang terbebas itu. Bibirnya nampak melongo lalu buru-buru ditutupnya kembali ketika mata kami akhirnya bertemu pandang lagi.   “Oh, Hai Danny,” sapa professor Robert terlebih dahulu untuk mencairkan suasana di antara kita. Aku masih menatap professor Robert dengan wajah bingung sekaligus menanti penjelasannya.   “Kau tidak ingat apa yang terjadi sebelumnya? Kau baru saja tidak sadarkan diri setelah melewati masa kritis di ruang kaca kemaren,” jelasnya. Aku tertegun mendengar penjelasan itu. Ingatanku langsung terbang menuju saat itu. Aku telah ditemukan oleh professor Robert dalam keadaan mengenaskan di tengah hutan. Dan setelah itu tubuhku kembali mengalami perubahan seperti sebelumnya.   Tubuhku menyembuhkan diri dengan cara yang menakjubkan. Namun setelah itu aku mengalami demam tinggi dan semakin parah. Aku mulai berteriak kesakitan merasakan sakit di kepalaku dan seluruh tubuhku. Kepalaku terasa begitu pening hingga seperti akan pecah, sementara seluruh tubuhku sendiri terasa sakit seperti ditusuk oleh ribuan jarum dari dalam, ditambah dengan rasa panas yang seakan membakar tubuhku.   Aku benar-benar tidak bisa berkutik dan hanya bisa menjerit kesakitan. Menggelepar tidak berdaya, meminta tolong pada professor Robert yang tidak bisa melakukan apa-apa selain hanya memerhatikan perkembangan tubuhku dari luar kaca. Professor bilang itu juga merupakan salah satu efek yang ditimbulkan oleh cairan tersebut. Ini sungguh membuatku terheran sendiri karena aku tengah merasakan sakit pada tubuhku kembali secara nyata sejak aku mendapatkan cairan itu.   Aku seperti merasa telah hidup kembal dengan adanya rasa sakit itu. Aku seperti merasakan tulang-tulangku mulai berkembang menjadi lebih besar, bahkan aku seakan bisa mendengar suara retakan tulang pada telingaku sendiri. Hal itu adalah proses perubahan pada tubuhku. Dan semua itu bisa dilihat secara nyata pada penampilanku saat ini. Aku bisa melihat urat-urat yang menonjol dari tangan kurusku yang sekarang membesar dan terlihat begitu jantan, jauh dari sebelumnya.   Aku menatap takjub melihat perubahan pada tubuhku. Professor bergerak menuju layar monitornya dan menekan salah satu tombol di sana. Segera semua ikatan pada tubuhku terlepas begitu saja. aku kini bisa bergerak dengan bebas. Aku mulai membangkitkan tubuh dan mengganti posisi menjadi duduk.   Dari kedua tanganku, aku mengalihkan kedua mataku pada d**a dan perutku yang telanjang. Aku bahkan tidak percaya aku memiliki beberapa bentuk kotak di sana. Apa ini benar tubuhku sendiri? Aku langsung menyentuh dan merabanya tiada henti.   “Wow, apa ini sungguhan?!” tanyaku yang masih tidak percaya. Senyumku tanpa sadar mengembang dengan lebar melihat tubuhku sendiri. Aku masih belum berhenti meraba tubuhku sendiri. Hingga mataku semakin melihat ke bagian terbawah dari tubuhku yang nampak sedikit menonjol dan tertutupi oleh celana training. Jantungku rasanya semakin berdebar dengan kencang.   Kira-kira bagaimana penampakan di bagian itu ya? Pikiranku semakin bertanya-tanya dengan tidak sabar. Aku mengarahkan kedua tanganku untuk menyentuh pinggiran celana itu. Kedua mataku secara refleks menyipit dan mencoba untuk mengintip sesuatu di dalamnya.   “Fyuuu luar biasa!” seruku sambil bersiul seketika, ketika melihat big size di sana. Seperti yang bisa kubayangkan. Apa ini semua mimpi? Apa aku masih bermimpi? Aku tidak percaya ini! Aku mendapatkan tubuh sempurna yang telah kuimpikan selama ini.   Aku berseru senang dan tanpa sengaja mataku bertemu kembali dengan professor Robert. Pria paruh baya itu ternyata masih memerhatikan tingkah lakuku sedari tadi dengan wajah jengah, terlebih dengan tingkah memalukanku tadi.   “Bisakah kau berhenti memegang benda pusakamu itu sekarang? Kau membuatku merasa aneh,” ucap professor kemudian. Pasalnya sejak aku terlalu antusias dengan ukuran milikku yang baru ini aku tanpa sadar tidak henti menangkup dan meremasnya dengan bangga. Aku baru sadar setelah melihat wajah jijik professor kepadaku. Aku hanya bisa menyengir kuda setelahnya. Tanganku mulai melepas benda pusakaku kembali.   “Professor ini luar biasa! Apa ini efek dari cairan itu huh?!” tanyaku dengan penuh antusias. Aku mulai bergerak menurunkan tubuh dari ranjang dan berdiri dengan tegak. Tinggiku sepertinya juga bertambah beberapa centi dan membuatku semakin terlihat ideal. Aku tidak merasakan rasa sakit lagi, dan tubuhku juga terasa lebih ringan dari sebelumnya.   “Yah bisa kau anggap begitu. Bagaimana perasaanmu sekarang?” jawab professor Robert dengan santai. Pria paruh baya itu tengah mencatat sesuatu di atas kertas yang dibawanya, tidak memedulikan tingkahku yang tengah heboh sendiri saat ini.   Aku mencoba menggerakkan kaki dan melangkah di sekitar tempat itu. Aku sudah bisa berjalan dengan normal lagi, tidak tertatih seperti sebelumnya. Aku merasa aku telah baik-baik saja. Tidak ada luka apa pun yang bekas pada tubuhku dan aku merasa puas dengan hal itu.   “Aku rasa aku sangat bagus, Prof!” jawabku dengan perasaan puas. Lalu aku mengingat satu hal. Satu-satunya yang belum kucoba adalah adalah rasa sakit. Mataku segera beralih ke sekitar untuk mencari sesuatu yang tajam untuk mencobanya. Lalu aku menemukan bolpoin milik professor Robert yang ada di atas meja. Segera aku melangkah menuju tempat itu dan merain bolpoin tersebut.   Professor Robert yang melihat pergerakanku itu menoleh dengan wajah heran ketika melihatku mengambil barang miliknya. Aku menatap lekat bolpoin itu dan menghela napas dengan dalam. Aku mencoba untuk menyiapkan hati terlebih dahulu sebelum melakukan sesuatu yang menyakitkan.   “Apa yang mau kau lakukan Danny?” tanya professor dengan wajah heran. Professor kini mulai mengumpulkan atensinya dan menghadap ke arahku.   “Aku hanya ingin mencoba sesuatu Prof,” ucapku. Lalu detik kemudian aku bergerak menancapkan bagian yang runcing dari bolpoin itu ke dalam pergelangan tanganku dengan kuat. Membuat professor Robert membolakan kedua matanya karena terkejut melihat tingkahku tersebut.   Kedua tanganku gemetar. Darah langsung mengucur deras dari luka tusukan itu, dan aku langsung menarik bolpoin itu kembali. Professor Robert dengan wajah paniknya langsung bergerak mendekatiku.   “Danny, apa kau gila? Apa yang telah kau lakukan? Kau melukai dirimu sendiri, astaga!” celoteh professor Robert yang terlihat mencemaskan diriku. Pria paruh baya itu segera bergerak mengambil tisu untuk ditekankan pada luka tusukan di pergelangan tanganku ini. Sedangkan aku sendiri masih terdiam memerhatikan dengan lekat luka tersebut. Darahnya masih mengucur deras. Sepertinya aku telah menusuknya cukup dalam tanpa sadar.   “Danny, kau baik-baik saja?” tanya professor Robert sekali lagi kepadaku karena aku tidak membalas pertanyaannya sedari tadi. Aku hanya diam memerhatikan luka itu dan membuat professor Robert semakin cemas. Segera pria itu menutup dan menekan luka di pergelangan tanganku dengan beberapa lembar tisu yang diambilnya. Professor Robert berusaha menghentikan keluarnya darah dari luka tersebut.   “Danny?!” seru professor Robert sekali lagi. Barulah aku menoleh ke arah professor Robert.   “Professor, aku masih tidak bisa merasakan sakit sama sekali,” laporku kemudian.   “Huh?” Nampaknya atensi professor Robert masih terbagi dengan darah yang mengalir dari lukaku sehingga membuatnya tidak mengerti maksud dari ucapanku.   “Professor Robert, aku ini apa?” tanyaku sekali lagi, kali dengan menatap serius wajah professor Robert. Merasakan tatapan tajamku, professor Robert akhirnya menarik semua atensi kembali ke arahku.   “Apa maksudmu Danny?” tanya professor dengan wajah bingung.   “Professor, aku tidak seharusnya hidup kembali seperti ini. aku seharusnya telah mati sejak monster itu memakan tubuhku. Kenapa aku masih ada di sini dan berbicang denganmu Prof? Sebenarnya apa aku ini?” Aku bisa melihat professor Robert tertegun mendengar semua pertanyaanku itu.   Aku mengalihkan pandang ke arah pergelangan tanganku kembali. Melihat lembaran tisu yang diletakkan professor Robert pada luka itu basah akan cairan berwarna merah. Aku bergerak menarik tisu itu dan memerhatikan lukanya. Kondisinya sama seperti yang telah kupikirkan. Aku lalu memperlihatkan luka itu pada professor Robert.   “Lihat? Luka itu telah sembuh dengan sempurna. Tidak ada bekas luka apa pun di sana. Dan aku juga tidak merasakan rasa sakit sama sekali. Bahkan jika tubuhku telah terkoyak di sana-sini, semua bagian yang hilang itu akan kembali seperti semula dan membuatku hidup kembali. Jadi apa aku ini Professor?”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN