Seperti yang terlihat dengan mata telanjang bahwa luka di pergelangan tanganku benar-benar telah sempurna seakan tidak ada luka apa pun di sana sebelumnya. Professor Robert juga melirik ke arah luka itu. Melihat respon professor Robert yang terlihat tidak begitu terkejut dengan apa yang terjadi membuatku semakin yakin bahwa professor Robert sebenarnya sudah tahu apa yang telah terjadi padaku.
Aku menatap professor dengan pandangan menuntut, meminta penjelasan lebih jauh. Seakan terjadi jeda sejenak di antara kita. Professor Robert masih memilih untuk diam. Lalu beberapa detik kemudian pria paru baya itu menghela napas dengan dalam dan membalikkan diri. Professor memilih menoleh ke arah lain seakan mencoba untuk menjauhiku.
“Benar. Seperti yang kau pikirkan. Aku sudah tahu mengenai semua luka-lukamu yang telah sembuh dengan sendirinya. Aku juga melihatnya dengan mataku sendiri bagaimana semua luka itu telah sembuh dengan sempurna. Ingat? Aku yang telah membawamu ke tempat ini ketika kau terluka parah di tengah hutan. Akan tidak mungkin jika aku tidak menyadari semua luka itu, bukan?
Dengar Danny, aku telah membuat sebuah inovasi baru sebelumnya dengan mencampurkan beberapa gen penting dari beberapa jenis bahan. Cairan yang ada di dalam tubuhmu adalah salah satunya. Gen itu bisa memperbaiki diri secara otomatis. Apa kau pernah mendengar ada hewan yang bisa meregenerasi diri? Apa kau pernah mendengar hewan yang bisa hidup ribuan tahun lebih dengan cara meregenerasi diri?
Seperti itu kinerja cairan tersebut. Ketika kau terluka, dia akan otomatis membantumu memperbaiki diri,” jelas Professor Robert dengan cara semudah mungkin untuk kucerna. Aku mengerutkan kening ketika masih merasa heran dan bingung dengan penjelasan itu.
“Jadi cairan itu hidup?” tanyaku.
“Lebih tepatnya dia merespon seluruh sensor gerak dalam tubuhmu. Aku sendiri masih belum tahu apa saja keistimewaan yang sebenarnya dari cairan itu sendiri. Yang bisa merasakannya adalah tubuhmu sendiri yang kini telah menjadi wadah hidup dari cairan tersebut.”
“Apa aku tidak bisa mati?”
“Hahaha pertanyaan macam apa itu Danny?” Professor berbalik menoleh ke arahku dengan wajah tawanya. “Tentu saja semua makhluk hidup akan mati. Kau bukannya tidak bisa mati, Danny. Tapi kau hanya mampu untuk bertahan hidup lebih lama dari makhluk lain.”
“Jadi apa itu berbahaya profesor?”
Tawa professor Robert kini berubah menjadi wajah seriusnya. “Aku sudah katakan kepadamu, serahkan saja padaku. Aku tidak akan membahayakan orang lain dengan penelitianku sendiri, oke? Yang kau lakukan saat ini adalah melaporkan semua perkembangannya padaku, sehingga aku bisa menelitinya lebih lanjut,” ucap professor Robert dengan penuh yakin.
“Lalu Danny bagaimana bisa kau berada di hutan dalam keadaan sperti itu sendirian? Aku tidak bisa menghubungi orang tuamu lebih dulu karena ini juga menyangkut masalah penelitianku yang ada dalam tubuhmu. Kau sedang mengalami reaksi cairan itu. Aku tidak bisa membawamu pada mereka karena reaksi tubuhmu yang tengah seperti itu. Aku takut mereka akan menjadi curiga.”
Aku mengangguk paham akan alasan professor yang ingin menyembunyikan keberadaanku dari kedua orang tuaku lebih dulu. bagaimanapun juga Mom dan Dad pasti akan menjadi panik ketika melihat tubuhku yang hancur seperti itu tiba-tiba berubah menjadi baik-baik saja seperti ini. “Ah benar. Aku bertemu dengan seekor monster Prof. Dia memiliki bentuk aneh dan dia membawaku ke dalam hutan lalu memakanku.”
“Kau bertemu dengan seekor monster?” beo professor Robert dengan pandangan heran sekaligus bingung.
“Ya. Seekor monster. Bentuknya seperti campuran antara manusia dan binatang. Telinganya seperti kelelawar, dia memiliki moncong bergigi tajam dan tubuh seperti manusia. Atau kera? Aku tidak tahu jelasnya. Seluruh tubuhnya dipenuhi bulu seperti kera. Apa tidak ada surat kabar yang menjelaskan masalah kehilanganku ini? Bukankah aku sudah menghilang berhari-hari lamanya? Aku pikir kedua orang tuaku pasti tengah sibuk mencariku saat ini.” Aku merasa yakin bahwa setidaknya ada sedikit berita mengenai hilangnya diriku sejak peristiwa malam itu bersama dengan Hellen.
“Ah, entahlah. Aku tidak yakin. Aku terlalu sibuk dengan pekerjaanku akhir-akhir ini.” Professr menggaruk belakang kepalanya dengan wajah canggung. “Lalu bagaimana kau bisa hidup kembali Danny? Coba jelaskan detailnya padaku. Aku perlu banyak catatan untuk meneliti perkembanganmu Danny.”
“Uh aku kurang yakin. Aku ...” Aku mencoba mengingat kembali apa saja yang telah terjadi pada hari itu. “Seingatku setelah monster itu memakanku, dia langsung membuangku ke tepi jurang. Aku hanya bisa diam tidak bergerak di sana untuk beberapa waktu.”
“Berapa lama waktu yang kau maksud itu? Katakan padaku,” potong Professor. Pria itu sibuk mencatat semua detail ceritaku di dalam kertas layaknya seorang wartawan yang tengah mencari berita penting.
“Sepertinya setengah hari lebih. Kemudian aku bisa merasakan pergerakan pada tubuh bagian dalamku seperti aliran darah yang mulai bekerja, denyut jantung mulai berdetak kembali, tulang dan dagingku saling menyatu seperti sebelumnya. Setelah itu aku tidak sadarkan diri kembali.”
“Lalu dari mana kau bisa mendapat luka parah seperti itu lagi?”
“Ah, aku bertemu dengan monster yang lain Prof,” jawabku. Ingatanku sontak tertuju pada malam di mana aku bertarung dengan monster bersisik ikan itu. Yang paling tidak bisa membuatku lupa adalah ketika aku memakan daging pada ekor belutnya. Mengingat hal menjijikkan itu membuat isi perutku kembali bergejolak naik dan mau muntah.
“Houk!” Professor Robert langsung terkejut dengan responku. Aku berusaha menahan muntahanku untuk tidak keluar saat ini juga.
“Danny, ada apa?”
“Uh Prof aku perlu ke toilet!” seruku dengan wajah yang mulai pucat. Professor juga melihatku dengan wajah khawatir. Pria itu langsung menunjuk ke arah kanan dengan jari telunjuknya.
“Ke sana! Kau lurus saja,” ucapnya. Aku langsung bergegegas menuju ke sana dan mencari toilet yang dimaksud. Setibanya di sana, aku langsung memuntahkan isi perutku hingga menyisakan cairan saja yang keluar. Mulutku terasa pahit, setelah selesai memuntahkan isi perutku. Aku berkumur dengan air berulang kali sampai aku merasa lebih baik.
“Sialan!” umpatku dengan lemas. Ini semua gara-gara malam itu. Hanya dengan mengingatnya saja membuatku muntah seketika. Aku merosot duduk ke bawah tanpa tenaga.
“Danny apa kau oke?” Professor berdiri di depan pintu sembari melihatku yang duduk lemas di lantai.
“Sepertinya aku tidak bisa makan ikan lagi Professor,” keluhku kemudian.
“Kenapa?”
“Aku punya pengalaman buruk dengan makhluk air itu.” Aku mulai membangkitkan tubuh kembali. “Uh, aku lapar.” Terdengar suara perutku berteriak meminta diisi makanan setelah aku mengatakan hal itu. Seketika kami berdua sama-sama menoleh ke arah perutku, lalu kami saling berpandangan.
“Well, bagaimana jika kita memesan sesuatu untuk dimakan lebih dulu. Ini juga sudah waktunya makan siang.” Aku mengangguk dengan penuh semangat. Setelah itu aku mendengarkan professor yang memesan makanan kami lewat telepon.
Laura duduk di samping ranjang yang tengah dipakai Dave saat ini. Wanita itu sibuk memandangi wajah Dave yang masih menutupkan kedua matanya sejak operasi yang dijalaninya berhasil beberapa hari yang lalu. Dokter mengatakan ada beberapa tulangnya yang patah juga luka pada bagian luar yang cukup dalam sehingga dia perlu beberapa jahitan panjang pada tubuhnya.
Ada beberapa gejala yang beruntungnya cukup ringan dan bisa diatasi karena terpapar hawa dingin yang terlalu lama di hutan bersalju. Sepertinya Dave berhasil melindungi diri dari cuaca dingin di dalam hutan dengan baik. Selebihnya Dave baik-baik saja. hanya menunggu waktu untuk pria itu tersadar kembali. Dan itu yang tengah ditunggu oleh Laura saat ini.
Wanita itu dengan penuh kesabaran menunggu Dave membuka kedua matanya kembali. Laura meraih satu tangan Dave dengan lembut. Nampak punggung tangan pria itu juga memiliki luka gores yang telah diobati oleh dokter. Laura mengusap punggung tangan itu dengan pelan sembari dirinya tetap memerhatikan pria itu dengan lekat. Laura mendekatkan punggung tangan itu pada bibirnya, dan detika kemudian wanita itu menciumnya dengan penuh sayang.
Laura ingin menunjukkan bagaimana perasaannya saat ini. Wanita itu begitu lega luar biasa bahwa dirinya bisa bertemu kembali dengan pria yang dicintainya. Terlebih ketika melihat bahwa kondisi Dave tidak separah yang telah dibayangkannya. Dave bisa pulang dengan keadaan hidup saja bisa membuat Laura bahagia setengah mati.
Walau pria itu tidak berhasil membawa pulang anak mereka, Laura tidak akan mempermasalahkan hal itu lagi. Laura hanya tidak ingin dirinya kembali kehilangan orang yang dicintai. Laura telah belajar mengikhlaskan anak semata wayangnya, Danny. Setelah ini dirinya akan kembali menjalani hidup yang baru bersama dengan Dave. Hanya itu yang ada dalam pikiran Laura saat ini.
Sibuk memerhatikan wajah Dave yang nampak tengah tertidur pulas di matanya itu, Laura menjadi terkejut ketika dirinya merasakan pergerakan kecil dari jemari tangan Dave yang tengah digenggamnya. Laura langsung mengalihkan pandang ke arah jemari itu dengan tidak yakin. Dirinya menunggu untuk beberapa saat dan menanti pergerakan kecil itu kembali datang.
Beberapa saat kemudian pergerakan itu benar-benar datang seperti yang diharapkannya. Seketika wajah tidak percaya Laura langsung menjadi cerah dan bahagia.
“Dave, Dave! Kau sudah sadar? Bangunlah, ini aku Babe,” panggil Laura tepat di dekat wajah pria itu. Tidak lama kemudian kelopak mata Dave mulai bergerak kecil sebelum kemudian menampilkan butiran bola mata gelapnya. Senyuman Laura seketika mengembang melihat pergerakan Dave tersebut.
Bola mata itu bergerak menatap lurus ke atas untuk pertama kali, lalu bergulir ke arah Laura yang masih menatap dirinya dengan lekat. Untuk beberapa saat kedua mata mereka bertemu dalam diam. Laura tidak bisa menyembunyikan perasaan lega dan bahagia, yang bercampur dengan kesedihan di sana sehingga membuat wanita itu akhirnya tidak bisa menahan lagi untuk tidak meneteskan air matanya di depan Dave.
“Laura, maafkan aku.” Itu adalah kalimat pertama Dave setelah berhasil membuka kedua matanya. Kalimat dari pria itu yang sarat akan makna di dalamnya di telinga Laura. Laura tahu apa yang ingin diucapkan suaminya itu saat ini. Laura tahu apa yang dirasakan Dave ketika dirinya telah gagal untuk membawa kembali anak mereka pulang. Hal itu semakin membuat Laura semakin meneteskan air matanya dengan deras.
“Oh Dave. Its okey. Aku sudah mengerti. Semua akan baik-baik saja, oke? Kita akan baik-baik saja Dave!” balas Laura dengan sepenuh hati. Wanita itu langsung berhambur memeluk tubuh Dave dengan hati-hati, karena Laura juga masih mengingat luka di seluruh tubuh Dave, terlebih pada bagian tulang-tulangnya yang masih dalam masa penyembuhan.
Dalam pelukan mereka Laura tidak henti menenangkan Dave yang kini telah meneteskan air matanya dalam diam sembari membalas pelukan wanita itu. Untuk beberapa saat mereka berdua hanya menghabiskan waktu seperti itu saja. Menunggu Dave menjadi lebih tenang lebih dulu, sebelum kemudian Laura akhirnya memanggil dokter untuk memberikan pemeriksaan lebih lanjut pada pria itu.