Bab 9

2396 Kata
“Astaga Danny! Kenapa darahmu banyak sekali?!” pekik Hellen dengan kencang saking paniknya melihat banyak darah yang merembes dari luka jahitku. Gadis itu langsung mendekatiku untuk memeriksa lebih lanjut luka ini. Sedangkan aku sendiri masih merasa tidak percaya dengan apa yang baru saja kulihat. Bagaimana bisa darahnya merembes keluar begitu banyak, sedangkan aku sendiri tidak merasakan sakit apa pun pada luka itu. Ini aneh sekali bagiku. Aku merasakan Hellen menyentuh lenganku dengan hati-hati dan menyibak lengan bajuku secara perlahan. Sudah bisa diduga. Bahkan perbannya sudah basah akan darah segar.   “Kita harus ke rumah sakit sekarang Danny!” putus Hellen dengan cepat. Mendengar kata rumah sakit sontak membuatku langsung panik seketika. Aku menatap Hellen dengan wajah horor.   “Apa?! Tidak, tidak Hellen!” tolakku langsung. Hellen seketika memandangku dengan raut wajah tidak setuju.   “Apa maksudmu dengan tidak, Danny?! Lukamu parah! Apa kau tidak melihat darahmu sendiri huh?! Bagaimana bisa kau tidak merasakan sakit setelah melihat semua darah ini? Apa kau bodoh ha?!” bentak Hellen dengan keras. Aku tahu dia hanya merasa benar-benar panik sekarang melihat kondisiku. Tapi aku juga perlu memikirkan perjanjianku dengan professor Robert. Aku tidak bisa pergi ke rumah sakit untuk sekarang.   “Tidak Hellen. Tolong dengarkan aku. Aku tidak bisa pergi ke rumah sakit!” Aku masih bersikeras untuk menolak ajakan Hellen yang justru semakin membuat gadis itu menjadi marah.   “Kenapa kau tidak bisa?! Lukamu parah Danny!” sentak gadis itu dengan raut wajah yang berubah menjadi kesal. Hellen bahkan melotot kepadaku saat ini. “Ah benar! Bibi Laura juga harus tahu tentang kondisimu ini. Tunggu sebentar! Aku akan pergi memanggilnya,” celetuk gadis itu kemudian. Aku menjadi semakin panik dibuatnya. Tanpa sadar aku langsung menarik tangan Hellen dengan kuat.   “JANGAN!” seruku dengan menaikkan suaraku. Aku menarik tangan Hellen terlalu kuat hingga membuat gadis itu oleng dan jatuh menubruk dadaku sendiri. Secara refleks aku menahan tubuh Hellen agar tidak terjatuh kemudian. Hellen nampak begitu terkejut dengan aksi spontanku itu. Tidak jauh berbeda dengan Hellen, aku pun juga ikut terkejut dengan apa yang baru saja kulakukan.   Aku jarang sekali berteriak di depan Hellen. Bahkan aku juga tidak pernah berlaku kasar kepadanya. Yang kulakukan hanya bersikap pasrah dan menerima semua yang Hellen katakan kepadaku selama ini. Tentu saja kejadian ini berhasil membuat gadis itu merasa terkejut bukan main.   Hellen mendongakkan kepala untuk melihat ke arahku. Aku yang bisa melihat bola mata jernih milik Hellen dengan begitu dekat saat ini tiba-tiba menjadi gugup. Jantungku berdebar begitu kencang. Tanpa sadar aku menelan air ludah dengan kasar. Segera aku membantu Hellen untuk berdiri dengan tegak. Mataku beralih ke arah lain karena mendadak aku merasa tidak berani menatap kedua bola mata indah itu. Sepertinya Hellen sendiri masih memerhatikan diriku. Gadis itu masih terdiam di tempat yang justru semakin membuatku merasa gugup setengah mati.   “Kenapa Danny?”   “Huh?” Aku melirik Hellen lewat sudut mata. Hellen nampak menatapku tajam saat ini.   “Kenapa kau menolak pergi ke rumah sakit?”   Kini aku menoleh sepenuhnya ke arah gadis itu. “Itu ...” Aku perlu mencari alasan yang tepat untuk menyembunyikan ini semua. Tanpa diduga tiba-tiba Hellen mendekatkan wajahnya kepadaku lagi, dan membuatku tersentak kaget.   “Kenapa kau mengahalangiku yang ingin mengatakan semua ini pada bibi Laura? Bukankah wajar jika kau sakit maka kau harus pergi ke rumah sakit?! Lukamu parah Danny! Dan kau menolak untuk pergi ke sana. Kenapa?!” desak Hellen meminta jawaban dariku. Aku menjadi gugup dibuatnya.   “Hellen—“   “Jawab aku Danny! Katakan alasannya! Aku yakin kau tengah menyembunyikan sesuatu dariku, iya kan?!” Hellen semakin tegas menuduhku.   “Hellen tenanglah!” pintaku kemudian. ini tidak bagus jika Hellen tidak bisa diajak berbicara dengan lebih santai. “Aku, aku tidak bisa mengatakannya—“   “KENAPA?!”   Seketika aku langsung tersentak kaget ketika Hellen tiba-tiba membentakku dengan sangat keras. Aku segera membungkam mulut itu dengan telapak tangan, mencoba menyuruhnya diam atau kalau tidak, setidaknya cukup untuk memelankan suaranya. Kulihat mata Hellen semakin melotot kepadaku. Aku menempelkan satu telunjukku di depan bibir dengan raut wajah semelas mungkin.   “Tolong, jangan berisik. Aku akan mengatakan semuanya padamu, tapi berjanjilah jangan katakan ini pada siapa pun. Apa kau mengerti Hellen?” pintaku kemudian.   “Hrrmmh!” dengus Hellen sembari memutar kedua bola matanya karena merasa jengah. Namun kemudian gadis itu menganggukkan kepala dengan pasrah. Melihat itu aku akhirnya menghembuskan napas dengan lega. Dengan perlahan aku mulai menarik tanganku kembali dari bibir Hellen. Setelah terlepas, Hellen langsung melempar pandang dengan begitu menuntut ke arahku. Bahkan kedua tangannya kini telah menyilang di depan d**a. Aku hanya bisa nyengir kuda melihatnya.   “Yang pertama, bisakah kau membantuku mengurus semua darah ini? Aku bisa mati kehabisan darah jika ini tetap berlanjut,” ujarku kemudian. Hellen melirik ke arah semua rembesan darah itu, lalu menghela napas dengan berat kemudian.   Kini aku dan Hellen saling berhadapan. Aku duduk di atas kursi, sedangkan gadis itu duduk di atas ranjang. Pada akhirnya kami sama-sama mengambil libur untuk hari ini. Untunglah tidak ada jadwal ujian apa pun di sekolah sehingga kami bisa sedikit lebih tenang. Sementara Mom sepertinya sudah pergi kerja sedari tadi. Mom bekerja sebagai penulis di sebuah perusahaan, sehingga terkadang dia harus datang ke kantor untuk melakukan pemeriksaan atau apa pun itu.   Hellen membantuku mengobati luka itu ala kadarnya. Beruntungnya jahitan itu tidak terbuka cukup lebar. Hellen cukup terampil dalam merapikannya dan aku merasa bersyukur akan hal itu. Kini Hellen tengah sibuk menutup luka itu dengan perban yang baru. Begitu hati-hati Hellen memperbaikinya hingga membuat gadis itu terdiam tanpa kata sedari tadi.   “Terima kasih,” ucapku dengan tulus pada gadis itu. Hellen yang masih sibuk dengan semua perban di tangannya kini melirik ke arahku. Tidak lama, karena setelah itu Hellen fokus pada pengobatannya lagi.   “Kau sungguh tidak merasa sakit?” tanya Hellen untuk kesekian kali. Sedari tadi gadis itu sungguh mencemaskan diriku, dan aku sendiri hanya bisa tersenyum kecil. Ini sungguh lucu. Seharusnya aku yang merasa cemas dan menangis dengan kencang. Namun kenyataannya Hellen yang sedari tadi tidak henti mencemaskan diriku. Terlebih ketika melihat bagaimana parahnya luka itu. Hellen merasa takut bahwa aku akan kesakitan ketika dirinya menyentuh luka itu.   “Sungguh. Aku tidak merasa sakit sedikit pun. Bahkan aku masih terkejut saat ini dengan lukaku sendiri,” jawabku dengan santai. Ini sungguh terasa aneh, namun juga cukup menguntungkan buatku. Setidaknya aku tidak butuh obat penghilang rasa sakit jika luka itu terbuka kembali. Mungkin nanti aku akan melaporkan kejadian ini pada professor Robert.   Kulihat Hellen telah selesai mengobati luka ini. Hellen merapikan kembali semua barang itu ke dalam kotak penyimpanan, lalu menaruhnya di samping. Nampak gadis itu menarik napas terlebih dulu sebelum kemudian menghelanya dengan pelan. Setelah itu Hellen kembali menatapku dengan lurus. Untuk sejenak mata kami hanya saling berpandangan satu sama lain.   Hellen kembali menghela napas kemudian. Kedua bahunya mulai dilemaskan. Sepertinya gadis itu mulai bisa melemaskan ketegangan pada tubuhnya yang sempat meninggi karena kejadian di antara kita tadi.   “Jadi?” Hellen mengisyaratkan untukku memulai pembicaraan di antara kita. Aku menundukkan pandangan sembari berpikir tentang bagaimana caranya aku memulai cerita ini. Sepertinya aku memang sudah tidak bisa memiliki pilihan lain selain mengatakannya dengan terus terang pada Hellen. Dia yang selama ini selalu mengetahui rahasiaku. Apa masalahnya jika kali ini dia tahu satu rahasia lainnya?   “Aku terluka di rumah professor Robert kemaren,” ucapku memulai cerita. Aku sengaja mengambil jeda di antara kita, dan Hellen nampak menatapku dengan lurus. Gadis itu tanpa kata menuntut penjelasan lebih dariku.   “Ada robot aneh yang tiba-tiba mendekatiku. Secara refleks aku menghindari itu dan akhirnya tanpa sengaja aku menabrak tabung penelitian milik Professor Robert. Cairannya tumpah ke arahku, dan kacanya yang membuat luka ini.”   “Lalu?”   “Professor Robert membantuku mengobati luka ini. Tapi.” Aku menggantung ucapanku dan memeriksa respon Hellen terlebih dahulu, karena aku yakin sebentar lagi gadis itu akan murka kepadaku.   “Tapi?”   “Cairan penelitiannya masuk ke dalam tubuhku.”   “Huh? Apa maksudnya itu?” Aku bisa melihat Hellen yang terkejut dengan penjelasan terakhir itu. Aku tahu dia mulai merasa ada sesuatu yang tidak menyenangkan dari cerita ini.   “Professor Rober sedang melakukan sebuah penelitian. Aku tidak tahu itu penelitian Legal atau Illegal, karena professor tidak ingin siapa pun tahu mengenai penelitian ini.”   “Jadi itu sebabnya kau tidak bisa pergi ke rumah sakit untuk memeriksakan luka ini?! Begitu?!”   “Professor Robert tidak ingin pihak rumah sakit mengetahui penelitian yang dibuatnya karena itu adalah penelitian penting yang harus dijaga kerahasiaannya. Semacam itu,” ucapku mengakhiri penjelasan ini.   “Dan kau menuruti semua ucapan Professor Robert, Danny? Astaga!” Hellen nampak frustasi saat ini. Gadis itu menyugar rambut panjangnya ke belakang dengan jemari tangannya, setelah itu dia memandang tidak percaya sekaligus gemas ke arahku.   “Dengar Danny! Itu adalah cairan penelitian. Kita tidak tahu apa saja yang terkandung di dalamnya, dan masih ...” Hellen mengangkat kedua tangannya dan mengarahkannya pada tubuhku dengan bibir yang seakan ingin sekali mengumpat. “Cairan itu masuk ke dalam tubuhmu Danny! Apa kau tidak mengerti betapa berbahayanya itu ha? Bagaimana jika terjadi sesuatu padamu?!” lanjut Hellen dengan gemas yang bercampur perasaan kesal saat ini. Aku tahu aku telah salah. Tapi aku tidak bisa melakukan apa-apa dengan itu.   “Aku tahu Hellen! Ini memang hal yang sangat berbahaya. Tapi aku tidak bisa apa-apa,” sesalku yang semakin membuat Hellen mengerutkan kedua alis karena tidak mengerti dengan maksud ucapanku.   “Dan kenapa kau tidak bisa melakukan apa-apa?! Kau adalah korban di sini Danny!”   “Tapi professor Robert juga seorang korban di sini. Aku telah menghancurkan barang penelitiannya. Dia bisa menuntutku jika aku membuat penelitian itu diketahui publik Hellen.”   “Apa?! Bisa-bisanya dia--! Danny, ini sudah menyangkut hidup dan mati seseorang! Kau tidak bisa berdiam diri saja tanpa memeriksakan kondisi tubuhmu dengan jelas Danny!”   “Hellen, tenanglah. Ini tidak apa-apa—“   “Apanya yang tidak apa-apa ha?! Apa kau bodoh Danny?! Aku tidak bisa tinggal diam mendengar semua ini! Kita harus mengatakan semua ini pada bibi dan paman Peter! Sebagai orang tua, mereka juga harus mengetahui kondisi tubuhmu saat ini Danny!” seru Hellen yang semakin terlihat menggebu-gebu. Gadis itu hendak beranjak dari duduknya dan aku yakin Hellen berencana akan mengatakan semua ini pada Mom dan Dad. Aku tidak bisa membiarkan hal itu terjadi.   “Tidak, Hellen tenanglah lebih dulu!” pintaku. Aku kembali menahan tangan Hellen untuk mencegahnya melakukan apa pun itu yang mungkin bisa membuat masalah ini menjadi semakin runyam. “Hellen aku mohon!” Aku memohon dengan sangat pada Hellen yang kini hanya bisa berdiam diri di tempat karena tangannya tertahan oleh tarikan tanganku. Kening gadis itu nampak mengerut tajam, menunjukkan betapa kesalnya gadis itu saat ini.   “Hellen ...” panggilku sekali lagi dengan lebih lirih.   Kedua mata Hellen terpejam dengan rapat. Begitu berat Hellen memutuskan apa yang menjadi pilihannya ini hingga akhirnya dirinya mengumpat dengan penuh kekesalan. “Sial!”   Hellen membalikkan tubuhnya ke arahku dan memandangku dengan tajam. Aku tahu Hellen akan mau mendengarkan permintaanku ini. Aku tersenyum tipis membalas tatapan Hellen, sekaligus melempar ucapan terima kasih tanpa kata karena Hellen mau bersikap lebih tenang.   “Hahh Danny, aku bisa gila!” keluh gadis itu kemudian. Hellen dengan kesal membanting tubuhnya di atas ranjangku lagi. Duduk dan mengusap wajahnya dengan kedua tangan, lalu kembali dilanjut dengan menyugar rambut panjangnya ke belakang. Tentu raut wajah frustasi masih terlukis di wajah cantiknya.   Aku memaklumi dan mengerti betapa kesalnya Hellen saat ini. Dia adalah sahabat terbaikku. Kami berteman dengan waktu yang sangat lama. Tentu gadis itu akan menjadi khawatir akan kondisi tubuhku saat ini. Hellen sangat perduli padaku sejak dulu. Tentu saat ini Hellen sangat mencemaskanku. Aku sedikit merasa bersalah karena membuatnya menjadi secemas ini.   Kita hanya anak muda berumur 17 tahun. Masalah ini tentu akan menjadi sangat berat untuk diatasi sendiri tanpa bantuan orang dewasa. Tapi aku sudah memutuskan pilihanku. Aku tidak ingin menambah masalah berat pada keluargaku. Lagi pula professor Robert sudah berjanji akan mengatasi semuanya dan menyuruhku untuk tidak mengkhawatirkan ini. Aku harus percaya pada professor bukan? Dia yang lebih tahu mengenai cairan penelitiannya sendiri.   Kini aku beralih menggenggam kedua tangan Hellen dan meremasnya dengan sedikit kencang. Aku ingin meyakinkan gadis itu bahwa aku akan baik-baik saja. semua akan menjadi baik-baik saja.   “Hellen, professor Robert sudah berjanji akan membantuku. Dia akan mengurus semua masalah ini. Aku hanya perlu melakukan pemeriksaan rutin di tempatnya dan melaporkan segala efek yang kurasakan pada tubuhku, sehingga professor Robert bisa membuat penawarnya dengan baik. Aku akan baik-baik saja Hellen. Percaya padaku, oke?!” Aku mencoba membujuk Hellen untuk mendengarkan ucapanku. Aku juga ingin membuatnya tidak merasa cemas berlebihan.   “Kau yakin?”   “Ya, aku yakin. Professor Robert sudah berjanji, dan aku akan mempercayainya Hellen,” jawabku dengan mantap. Hellen nampak menatapku dengan lekat. Aku tahu di dalam pikirannya, gadis itu tengah sibuk berdebat akan keputusan yang tengah diambilnya saat ini. Namun aku yakin Hellen akan mau mendengarkan keputusanku juga.   Hellen menundukkan pandangan matanya ke arah lain. Untuk beberapa saat kembali terjadi jeda di antara kita, dan setelahnya Hellen akhirnya dngan pasrah menganggukkan kepala. Kedua sudut bibirku otomatis tertarik ke atas melihat keputusan yang baru saja diambil Hellen.   “Baiklah. Aku akan mengikuti pilihanmu ini Danny. Tapi ingat! Kau juga harus mengatakan apa pun yang terjadi kepadaku tentang masalah ini. Aku akan tetap memantau perkembangannya. Jika suatu saat nanti aku menemukan sesuatu yang berbahaya terjadi padamu, maka aku tidak akan segan-segan melaporkannya pada kedua orang tuamu, atau bahkan ke pihak polisi sekalipun. Apa kau mengerti itu Danny?!” ujar Hellen dengan tegas sembari jemari telunjuknya bergerak menunjuk hidungku, mencoba mengancamku.   Segera aku menganggukkan kepala menyetujui ucapan Hellen. Sudut bibirku semakin tertarik ke atas. Merasa begitu senang karena menemukan seseorang yang mau berada di pihakku. Berbanding terbalik dengan Hellen yang kini tersenyum kecut setelah mengatakan hal itu. Aku tahu dia membutuhkan waktu berat untuk memikirkan keputusan ini, karena hal ini juga menyangkut keselamatanku. Aku berterima kasih karena itu.   “Hahh baiklah. Sekarang apa yang akan kita lakukan? Kau tahu ini sudah siang bukan? Tidak mungkin kita akan berangkat ke sekolah pada jam seperti ini.” Aku mencoba mencairkan suasana kembali di antara kita setelah itu. Hellen kembali menarik diri dariku dan bersikap lebih santai.   “Memang apalagi yang bisa kita lakukan? Apa kau punya film yang paling baru?” tanya Hellen kemudian. Aku mulai mengingat-ingat kembali koleksi film terbaruku   “Bagaimana kalau yang satu itu?” tawarku dengan riang.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN