17

1242 Kata

Yes! Saking senangnya aku akhirnya memeluk Arman, tubuh Arman menegang dan ia menatapku kaget. Aku lagi-lagi tersenyum kecil padanya, senang sekali rasanya sumpah. "Dik, Maaf," katanya pelan dengan wajah terlihat tak nyaman. Ia menoleh ke belakang dengan gelisah, mungkin takut kalau bapak tiba-tiba datang. Aku mendongak menatap Arman. Ia menunduk memandangku, masing-masing tangannya meraih tanganku yang melingkari tubuhnya dan melepasnya. "Kita bukan mahram." Senyumku langsung pudar. "Begitu, ya?" Tenggorokanku tercekat. Dia kok begini banget, si? Terlalu kolot. Munafik. "Iya. Tidak boleh bersentuhan dengan lawan jenis karena kita belum menikah." "Begitu, ya?" Ulangku, tersenyum kecut, merasa malu sekaligus kesal. Kok ada sih, lelaki seperti ini? Seharusnya ia merasa beruntung karena

Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN