bc

Luka Hati Seorang Menantu

book_age18+
21
IKUTI
1K
BACA
HE
fated
kickass heroine
single mother
tragedy
bxg
witty
civilian
like
intro-logo
Uraian

Meninggalkan semua karir yang sudah diraih dan memilih menikah dengan harapan memilki keluarga baru yang penuh cinta dan kasih sayang, namun ternyata semua tidak sesuai dengan harapan, Nita.Dimas yang membawa Nita masuk ke dalam keluarganya, namun keluarganya yang juga memberikan banyak luka di hatinya.Akankah, Nita bertahan dengan pernikahan yang penuh luka dari orang-orang sekitar suaminya? atau memilih melepaskan demi kesehatan mental dan pikirannya?Ikuti terus ceritanya, ya

chap-preview
Pratinjau gratis
Mertua dan Ipar Rese
Tok. Tok. "Nita," panggil seseorang sambil mengetuk pintu kamar. Nita, yang saat itu sedang bersantai di dalam kamar sambil memainkan ponsel, langsung menajamkan pendengarannya, merasa ada seseorang yang memanggil dan mengetuk pintu kamar. "Nita!" serunya lagi sambil mengetuk pintu kamar lebih keras, bukan hanya mengetuk, tapi juga menggedor pintunya. Nita terkejut dan langsung bangun dari rebahannya, ia bergegas menghampiri suara yang sejak tadi memanggilnya. "Mama?" Nita menatap heran mertuanya yang berdiri di depan kamar dengan senyum yang tidak jelas. "Kenapa lama sekali membukanya? Kamu ini, kerjaannya rebahan saja! Mbok ya, bangun. Mengerjakan apa, gitu," ucapnya sambil tersenyum. Nita memutar bola matanya malas, sambil menahan rasa kesal yang mendera hatinya. Bagaimana bisa mertuanya itu bicara seakan-akan Nita tidak mengerjakan apapun, padahal sejak pagi tadi sudah membuat sarapan untuk semua orang, menyapu dan mengepel. "Aku saja baru masuk ke dalam kamar dan beristirahat, Ma," jawabnya mencoba selembut mungkin. "Ah alasan saja kamu itu–" "Ada apa, Ma?" potong Nita karena tidak ingin mendengar omelan dari mertuanya. "Mama minta uang," jawab Mama Hilda sambil menyadong pada Nita. "Hah?" "Kok, hah? Mama minta uang, mana sini cepat! Jangan pelit dong! Mama butuh buat modal dagang lagi," tekannya. Nita menghela nafas panjang, lalu mengangguk. Ia kembali masuk ke dalam kamar dan mengambil satu lembar uang berwarna merah. Dan kembali lagi menemui mertuanya. "Kok segini? Kurang! Pelit banget kamu jadi menantu!" hardiknya. "Mama butuh lima ratus ribu," lanjutnya. "Mana cepat, ambilkan!" "Banyak sekali, untuk apa, Ma? Bukannya kemarin Nita sudah membeli semua stock yang Mama butuhkan?" "Kamu ini benar-benar banyak tanya banget ya! Apa susahnya sih kasih uang? Aku ini mertua kamu! Ingat, uang kamu itu uang anakku!" Tidak ingin berdebat panjang, Nita kembali masuk ke dalam dan mengambil dua lembar uang berwarna merah lagi. Sengaja, tidak ingin memberikan apa yang diminta karena memang dirinya sudah mengeluarkan banyak uang untuk mertuanya itu. Bukan maksud hitungan, tapi mertuanya itu terkadang sangat keterlaluan sekali jika minta uang, tidak pernah berpikir ada atau tidak uang yang diminta itu. Dalam pikirannya, yang penting adalah mendapatkan uang dari anak dan menantu. "Nih, cuman ada tiga ratus ribu. Kalau mau ambil silahkan, kalau tidak ya gak usah!" tegasnya mengulurkan kembali dua lembar. "Minta lima ratus ribu, dikasihnya tiga ratus ribu! Dasar menantu pelit!" hardiknya. "Mbak, jangan pelit jadi menantu! Mama minta segitu saja perhitungan! Kamu itu harus bisa menghidupi kami disini, karena uang yang kamu peroleh itu adalah uang dari Mas Dimas," timpal Lena yang baru keluar dari kamarnya karena mendengar keributan yang sebenarnya tidak perlu diributkan itu. "Iya nih, Mama laporkan sama Dimas tahu rasa kamu," ancam Mama Hilda berharap gertakannya itu membuat Nita takut tapi ternyata sebaliknya. "Silahkan, aku gak takut!" tantang Nita yang memang sudah sangat muak sekali sama mertuanya itu. Lena dan Mama Hilda saling menatap satu sama lainnya. Lena memberikan isyarat agar Mamanya kali ini tidak mencari masalah, mereka langsung meninggalkan Nita yang masih kesal dengan tingkah keduanya. "Ya Allah, tenangkan hatiku, sabarkan hati," lirih Nita dengan suara bergetar. Nita tampak sangat sedih dan terhuyung-huyung. Dia memasuki kamar dengan hati yang berat, kemudian dengan perlahan merebahkan diri di atas ranjangnya. Ekspresi wajahnya penuh dengan kebingungan dan kesedihan yang mendalam. Air mata mengalir dari matanya tanpa henti, dan dia tampaknya sangat terluka oleh sesuatu. Suasana hatinya dipenuhi dengan kekecewaan yang sangat mendalam. Itu adalah momen yang sulit baginya, dan dia merasa hancur secara emosional. Menikah adalah impian semua orang. Mendapatkan keluarga yang baik, termasuk mertua dan ipar yang baik, juga menjadi impian semua orang. Namun, ternyata keinginan Nita untuk memiliki mertua dan ipar yang baik menjadi hal yang tampaknya mustahil. Mereka memang bersikap baik, tetapi hanya selama satu tahun pertama. Setelah itu, perangai mereka sungguh sangat buruk dan sering melukai hatinya. Ternyata, semua tidak sesuai dengan apa yang diharapkan dan dipikirkan oleh Nita. Ia lebih sering tersakiti dan disakiti oleh sikap Mama Hilda dan Lena. Selalu berharap, suatu saat nanti mertua dan iparnya itu bisa berubah menjadi lebih baik. Nita menarik nafas panjang setelah puas menangis dalam diam. Bayangan keadaan sebelum menikah kembali menari-nari di dalam pikirannya. Dulu, ia begitu sangat bahagia sebelum menikah. Menata karirnya sebagai guru face painting untuk anak-anak berkebutuhan khusus dan juga menjadi penata rias profesional. Nita rela meninggalkan semua karirnya yang sedang berada di atas puncak untuk memulai kehidupan baru, yaitu menikah. Dunianya benar-benar berbeda sekali, dan perbedaannya sangat terasa setelah menjadi seorang istri dan menantu, namun belum tercapai menjadi seorang ibu. Hidupnya merasa sangat sepi. Tidak lagi bisa berinteraksi dengan para kerabat, dan belum ada momongan, semakin membuat hidupnya sepi dan hampa. Belum lagi, perangai mertua dan ipar yang semakin membuatnya terluka karena sering kali disindir mengenai momongan. Terdengar suara pintu kamar yang dibuka, ia segera menghapus air matanya. Nita menyadari bahwa suaminya yang masuk ke dalam kamar dan benar saja Dimas melangkah dengan pasti masuk ke dalam kamar untuk mendekati Nita. "Sayang," panggilnya dengan suara lirih. Nita menoleh dan menatapnya dengan sendu, senyum terukir di bibir indahnya namun mata sedihnya tidak bisa dibohongi. "Kamu nangis?" tebaknya membingkai wajah cantik Nita dan menatap lekat manik mata indah itu. Nita terdiam, ia bingung harus menjawab apa. Ia tidak ingin suaminya itu kembali sakit hati dan terluka karena sikap Mama Hilda yang seringkali menyakiti hati istrinya. "Sayang, kali ini apa yang sudah diperbuat oleh Mama?' Nita menggelengkan kepalanya lalu memeluk tubuh Dimas dengan sangat erat sekali. Menumpahkan semua rasa sakitnya dengan menangis di dalam pelukan suaminya. Nita merasa campur aduk emosinya saat ia menangis dalam pelukan suaminya. Awalnya, dia mungkin merasa sangat sedih dan terluka oleh sesuatu yang terjadi dalam hidupnya. Air mata adalah cara alami untuk mengungkapkan perasaan seperti itu. Saat suaminya memeluk tubuhnya yang rapuh, Nita merasa aman, didengar, dan dicintai. Pelukan suaminya bisa memberikan rasa kenyamanan dan dukungan emosional yang sangat dibutuhkan dalam saat-saat sulit. Mungkin dia juga merasa terhibur oleh suara napas suaminya yang tenang atau detak jantung yang meresapi ke dalamnya, yang bisa memberikan perasaan kedekatan yang mendalam. Nita mulai merasa lega dan tenang, itu artinya memang pelukan sang suami adalah obat yang paling mujarab dari segala macam obat sakit hati yang ada. Dalam seketika, rasa sedih dan kecewa berubah menjadi tenang. Memang, jika hati yang mengobati maka semua rasa yang membuat luka akan hilang dalam sekejap. Perlahan, Nita mulai melepaskan pelukan suaminya. Ia sudah merasa lebih baik, kuat dan seakan mendapatkan energi baru untuk menghadapi situasi atau masalah yang akan datang di depan. Memang berbeda jika pelukan suami, sebab di dalamnya terdapat dukungan dan ketenangan yang dibutuhkan untuk melewati rasa sakit yang datang menghampiri. "Maaf," tuturnya meminta maaf seraya menundukkan kepala. "Apa yang kamu rasakan?" "Tidak ada." "Jangan berbohong. Kamu itu tidak pandai untuk berbohong, Nita. Katakan, apa yang mereka perbuat kali ini?" "Tidak ada, Mas. Aku baik-baik saja dan tidak ada yang diperbuat oleh Mama dan Lena." "Baiklah kalau kamu merasa tidak ada yang mereka perbuat, maka mungkin lebih baik aku memastikannya sendiri!" tegas Dimas bangkit dan akan mempertanyakan langsung pada Mama dan adiknya. Sungguh, Dimas merasa tidak pernah terima jika mereka menyakiti hati istrinya. Bagi Dimas, setelah menikah maka keluarga yang dimiliki olehnya hanya Nita seorang. Kenapa? Ya itu semua karena perangai keluarganya sendiri yang tidak bisa membuatnya tenang. "Mas, jangan–" "Tidak, Nita! Kamu jangan terus melarang untuk memberikan peringatan pada mereka!" tegas Dimas. "Mas benar-benar merasa tidak terima jika mereka terus-menerus menyakiti hatimu. Kamu itu istriku dan wajib kulindungi." "Tapi, Mas–" "Diam kamu di dalam kamar. Aku akan keluar dan menemui mereka!" "Mas, tidak! Jangan, aku mohon," lirih Nita langsung mendekap erat tubuh suaminya. Nita benar-benar tidak ingin ada keributan dan ujungnya maka ia yang akan disalahkan nantinya. "Kamu bisa tidak sih jangan terus membela mereka, Nita!" teriak Dimas dengan suara yang lantang dan berhasil membuat tubuh Nita membeku. "Mas …."

editor-pick
Dreame-Pilihan editor

bc

Sweetest Pain || Indonesia

read
75.4K
bc

Akhir Pertama (Bahasa Indonesia) (TAMAT)

read
29.5K
bc

23 VS 38

read
294.4K
bc

Istri yang Kutemukan

read
79.3K
bc

Kubalas Hinaan Kalian! (Rahasia Menantu Miskin yang Dituduh Mandul)

read
4.3K
bc

Azela

read
19.3K
bc

Growing Pains || Indonesia

read
34.1K

Pindai untuk mengunduh app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook