Ya Udahlah Ya

1590 Kata
Di Kantor Cinka Sesampainya di kantor Cinka, Zoya mengajak Pandu ke ruangan Cinka. Namun, Zoya meminta Pandu diluar dulu sampai tiba saatnya nanti Zoya memanggil Pandu untuk masuk ke dalam ruangan Cinka. “Kak Cinka,” ucap Zoya pada Cinka yang sedang duduk sambil menghadap laptop. “Loh kamu ngapain kesini?” tanya Cinka. “Emangnya aku gak boleh kesini?” tanya Zoya. “Ya boleh dong. Yang kakak heran kamu kok tumben ke kantor kakak lagi soalnya kemarin kan udah,” ucap Cinka. “Aku kesini karena aku mau nganterin orang yang mau ketemu kakak,” ucap Zoya. “Siapa yang mau ketemu kakak?” tanya Cinka. “Coba tebak siapa yang mau ketemu kakak,” ucap Zoya. “Kamu gimana sih kalau kakak tahu kakak gak nanya dong,” ucap Cinka. “Ya udah deh. Biar kakak gak penasaran aku bakal nyuruh dia masuk buat ketemu kakak,” ucap Zoya kemudian keluar dari ruangan Cinka dan meminta Pandu masuk ke ruangan Cinka. Setelah diminta Zoya untuk masuk ke ruangan Cinka, Pandu pun melakukannya. Kedatangan Pandu membuat Cinka heran dan bertanya-tanya. Mengapa Pandu datang ke kantornya dan apa tujuannya. “Hai,” ucap Pandu tersenyum pada Cinka. “Kamu?”  “Kamu masih inget sama aku kan?” tanya Pandu. “Jelas aku masih inget kamu dong. Silahkan duduk,” ucap Cinka kemudian menyuruh Pandu duduk. “Kamu kesini sama Zoya doang?” tanya Cinka basa-basi. “Iya hehehe. Tadi aku ke rumah kamu tapi kata Zoya kamu gak ada dirumah. Zoya baik banget loh mau nganterin aku ke kantor supaya bisa ketemu kamu,” ucap Pandu. “Oh ya? Wah.. Btw, ada apa nih kamu jauh-jauh ke kantor buat ketemu aku,” ucap Cinka. “Aku mau minta maaf masalah kemarin. Aku bukan bagian dari bisnis mereka tapi aku cuma disuruh bantu-bantu mensukseskan acara grand opening bisnis mereka. Aku mau bantu karena Miko, tetangga sekaligus temen baik aku menjadi salah satu orang yang menangani bisnis itu. Aku mau minta maaf atas perlakuan Tika sama kamu dan adik-adik kamu. Aku juga mau minta maaf karena kemarin aku gak bisa belain kalian,” ucap Pandu. Cinka berkata, “Santai aja kali Du. Apa yang udah terjadi ya udahlah ya. Lagian itu bukan salah kamu dan seharusnya bukan tanggung jawab kamu untuk meminta maaf. Aku menyadari kalau itu salah Zoya yang gak berhati-hati tapi jujur aku gak terima sama sikap dan perlakuan si owner toko tas tersebut sama Zoya. Tapi apapun itu, aku udah gak peduli lagi dan gak mau memperpanjang masalah dengan dia.” “Aku beli tas itu bukan karena aku suka dengan tas itu tapi karena aku gak mau masalah semakin panjang. Tapi walau bagaimanapun, aku udah gak punya masalah apapun sama dia. Dan apapun yang udah dia lakukan kemarin sama aku atau adikku, aku udah memaafkan terlepas dia mau meminta maaf atau enggak.” imbuhnya. “Tolong kamu bilangin sama dia untuk lebih bijak lagi dalam bertindak apalagi sama customer. Aku tahu posisinya adikku salah, tapi bukan berarti dia bisa bersikap seenaknya kayak gitu. Sebagai owner, dia harus bisa bersikap yang lebih baik lagi. Kalaupun ada customer yang salah seharusnya diberitahu secara baik-baik bukan malah dengan amarah dan emosional,” pungkasnya. “Makasih atas sarannya, nanti aku sampaikan sama dia. Semoga aja dengan kejadian kemarin Tika bisa belajar dari kesalahannya dan dapat melayani pelanggan dengan baik,” ucap Pandu. Setelah membahas itu, Cinka dan Pandu mengobrol hal lainnya. Keduanya mulai bertanya tentang kesibukan masing-masing. Entah mengapa mereka merasa nyambung saat mengobrol satu sama lain. “Ngomong-ngomong kamu kerja apa?” tanya Cinka. Pandu menjawab, “Aku cuma tukang kayu. Kalau ada pesanan, aku kerjain. Kalau lagi gak ada pesanan, aku aku bakal nyari kerjaan lain.” “Wah.. Berarti kamu jago dong bikin furniture?” tanya Cinka. “Gak jago jago banget sih tapi bisalah kalau bikin kursi, meja, atau bentuk kerajinan tangan. Kalau kamu sendiri? Hemm.. Aku tahu sih kamu punya kantor tapi aku gak tahu perusahaan kamu ini bergerak di bidang apa,” ucap Pandu. Cinka menjawab, “Aku pengusaha kosmetik. Ya sesuai dengan bidang yang aku sebut, perusahaanku adalah perusahaan kosmetik. Aku jualan produk yang pasti aman, berkualitas, dan halal untuk dipakai.” “Kamu hebat ya udah bisa sukses,” ucap Pandu. “Aku masih merasa belum apa-apa sih karena yang lebih sukses dari aku juga banyak. Aku selalu berusaha memberikan yang terbaik untuk semua orang,” ucap Cinka. Pandu dan Cinka kemudian mengobrol banyak dari obrolan yang sederhana sampai yang berat. Keduanya menikmati apa yang mereka bicarakan dan mereka tampak senang saling berbagi kisah masing-masing. Meskipun baru kenal, tetapi mereka seperti sudah mengenal lama. “Ngobrol sama kamu asik juga ya. Meskipun kita baru kenal tapi aku ngerasa kayak udah kenal lama sama kamu,” ucap Cinka. “Sama, kamu juga asik kalau diajak ngobrol. Lain kali kamu mau gak jalan bareng sama aku?” tanya Pandu. “Boleh. Mau jalan kemana?” tanya Cinka. “Nanti kita pikirin lagi yang penting tempatnya nyaman dan aman,” ucap Pandu. “Siap. Nanti kabari aku aja,” ucap Cinka. Mereka sudah lama mengobrol bahkan sangking asyiknya sampai tidak berasa jika jarum jam sudah menunjukkan pukul 15.30 sore. Biasanya di waktu tersebut, Cinka sudah beres-beres untuk pulang. Karena waktu sudah sore, akhirnya mereka memutuskan untuk menghentikan obrolan dan pulang. Di Rumah Cinka Sementara itu, Olivia terus memikirkan tentang Pandu yang sepertinya ingin mendekati Cinka. Olivia tidak mau Pandu mendekati bahkan sampai berniat ingin berpacaran dengan sang kakak. Hal ini karena menurutnya, Pandu tidak pantas berdamping dengan wanita berkelas seperti Cinka. Tak mau itu terjadi, Olivia akan membicarakannya pada Sarah. Olivia ingin Sarah setuju dengan pendapatnya agar tidak membiarkan Pandu terus menerus mendekati Cinka. Olivia ingin Cinka mendapatkan pria yang tidak hanya tampan, tetapi juga mapan sehingga cocok dengan Cinka. “Sar, sini sar!” ucap Olivia menarik tangan Sarah dan mengajaknya berbicara. “Ada apa sih kak Oliv main tarik tanganku aja,” ucap Sarah. “Ada bahaya!” ucap Olivia. “Bahaya? Bahaya apa?” tanya Sarah panik. “Kamu biasa aja dong ekspresinya gak usah lebay gitu,” ucap Olivia. “Tadi kak Oliv bilang ada bahaya, sebenarnya bahaya apa kak? Jangan bikin aku panik deh,” ucap Sarah. “Ada cowok yang mau mendekati kak Cinka,” ucap Olivia. “Itu mah namanya bukan bahaya tapi tanda bahagia. Malah bagus dong kalau ada cowok yang mau deketin kak Cinka. Siapa tahu cowok itu cocok sama kak Cinka dan bakal nikahin kak Cinka,” ucap Sarah. Olivia mengatakan, “Bagus dari mana? Orang cowok yang deketin kak Cinka aja gak ada bagus-bagusnya. Aku emang pengen kak Cinka cepet menikah tapi bukan berarti aku biarin kak Cinka milih orang yang salah. Sebagai adik, aku pengen kak Cinka mendapatkan yang terbaik dan gak kayak mantan-mantannya yang sebelumnya.” “Emang siapa sih cowok yang lagi deketin kak Cinka? Kakak kenal gak?” tanya Sarah pada Olivia. “Kamu inget gak cowok yang nganterin kita nemuin Zoya waktu itu?” tanya Olivia. “Kakaknya temennya Zoya?” tanya Sarah. “Nah iya, dia orangnya. Aku gak mau kak Cinka pacaran apalagi sampai nikah sama cowok kere kayak dia. Pas kita ke rumahnya, kamu lihat sendiri kan gimana bentukan rumahnya? Aduh, pokoknya gak cocok deh sama kak Cinka. Palingan cowok kere kayak dia cuma mau manfaatin kak Cinka dan kalaupun nikah nanti juga cuma mau numpang hidup sama kak Cinka,” ucap Olivia. “Masa sih tuh cowok deketin kak Cinka?” tanya Sarah. “Kamu tuh ya aku bilangin kok gak percaya. Beneran tuh cowok lagi deketin kak Cinka. Tadi dia kesini nyariin kak Cinka, dia bilang kalau dia pengen ketemu sama kak Cinka. Coba kamu pikir apa lagi tujuannya kalau gak deketin kak Cinka?” tanya Olivia. “Bener juga ya kak. Kalau cowok itu yang deketin kak Cinka sih aku juga gak setuju kak. Kak Cinka harus mendapatkan pasangan yang sepadan sama dia,” ucap Sarah. “Setuju! Pokoknya kita sepakat ya buat menjauhkan kak Cinka dari laki-laki yang gak cocok buat dia. Kalau sampai cowok itu deketin kak Cinka terus, kita harus segera pasang badan supaya dia mundur!” ucap Olivia. Beberapa saat kemudian, Cinka dan Zoya masuk ke dalam rumah. Mereka baru saja pulang dari kantor. Namun, ada yang aneh pada Cinka. Tak seperti biasanya, sore ini Cinka terlihat sangat senang dengan wajah yang berseri-seri. Entah apa yang membuat dirinya sebahagia itu. “Sore,” ucap Cinka menyapa kedua adiknya yang duduk di ruang tamu. “Dari mana nih kakak sama adek?” tanya Sarah. “Dari kantor,” ucap Cinka tersenyum. “Kok sama Zoya juga?” tanya Sarah. “Iya dong,” ucap Zoya. “Kak Cinka kenapa sih? Kok kelihatannya seneng banget kayak habis dapat rejeki 2 Milyar,” ucap Olivia. “Masa sih? Perasaan kakak biasa aja deh,” ucap Cinka dengan tersenyum. “Enggak kak. Sore ini kak Cinka kelihatan beda dari biasanya,” ucap Olivia. “Kak Cinka lagi berbunga-bunga,” ucap Zoya. “Berbunga-bunga? Maksudnya?” tanya Sarah. “Masa gitu aja gak tau sih kak. Kak Sarah kan sering gonta ganti pacar pasti kakak tahu kan gimana rasanya kalau lagi jatuh cinta,” ucap Zoya. “Kamu ngomong apa sih dek. Siapa juga yang lagi jatuh cinta,” ucap Cinka. “Oh iya maaf bukan jatuh cinta tapi lebih tepatnya akan jatuh cinta. Bukan begitu kak?” tanya Zoya sembari meledek Cinka. “Enggaklah. Udah ya kakak tinggal dulu. Ini udah sore dan kakak mau mandi,” ucap Cinka kemudian pergi ke kamarnya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN