Wasiat yang Berat Bagi Cinka

1430 Kata
Seiring berjalannya waktu, mereka mulai menerima kenyataan jika kedua orang tuanya memang sudah tidak ada. Sebagai kakak sulung, Cinka selalu menenangkan adik-adiknya serta mengajak mereka untuk belajar ikhlas. Semua yang terjadi sudah menjadi kehendak Tuhan. Tidak ada gunanya berlarut-larut dalam kesedihan yang tak ada habisnya. Cinka ingin kehidupan mereka berjalan seperti biasa, meskipun sekarang sudah tidak ada orang tua mereka lagi. Di Ruang Tamu Sebulan setelah orang tuanya dinyatakan hilang dan meninggal, Kuncoro selaku pengacara orang tua mereka datang untuk menyampaikan wasiat penting dari orang tua mereka. Setelah bertemu dengan Cinka dan adik-adiknya, Kuncoro langsung menyampaikan maksud dan tujuannya. “Saya turut berduka cita atas musibah yang menimpa Pak Bandi dan Bu Rosma. Saya tidak menyangka mereka pergi secepat ini, padahal mereka adalah klien setia saya selama bertahun-tahun. Orang tua kalian sangat baik dan dermawan. Saya tidak akan melupakan kebaikan orang tua kalian,” ucap Kuncoro. “Yang tabah ya untuk kalian berempat,” imbuhnya. “Terima kasih om. Om sudah banyak membantu kami terutama dalam mendapatkan informasi seputar orang tua kami disana. Kami sudah ikhlas atas semua yang sudah terjadi,” ucap Cinka. “Syukurlah kalau begitu,” ucap Kuncoro. Kuncoro lalu mengambil beberapa berkas dari tasnya. Berkas tersebut berisi wasiat terakhir dari orang tua mereka. Wasiat tersebut dibuat seminggu sebelum orang tua mereka berencana pergi ke luar negeri untuk urusan bisnis. Setelah semua tenang, Kuncoro menyampaikan isi wasiat tersebut. “Ada beberapa hal yang perlu saya sampaikan terkait wasiat terakhir dari orang tua kalian. Dalam wasiat ini tertulis bahwa semua harta milik orang tua kalian akan dibagi rata untuk semua anak-anaknya tapi dengan syarat, anaknya-anaknya harus menikah dari yang tertua sampai yang termuda” ucap Kuncoro sambil memperlihatkan isi surat wasiat itu. “Maaf om, maksudnya gimana ya?” tanya Cinka. “Sesuai yang tertulis di wasiat ini, kalian harus menikah berurutan mulai dari kamu dulu Cinka baru adik-adik kamu,” ucap Kuncoro. “Kalau kita tidak menjalankan wasiat itu bagaimana om? Karena beberapa bulan lagi saya berencana menikah dengan pacar saya,” ucap Olivia. “Jika syarat itu tidak dipenuhi atau sengaja diabaikan, satupun dari kalian tidak ada yang berhak dengan harta peninggalan orang tua kalian,” jawab Kuncoro. “Lho kenapa begitu om? Kita semua kan anaknya. Jadi bagaimanapun, kita berhak atas harta orang tua kita,” ucap Olivia. “Untuk itu saya serahkan pada kalian. Kalian mau mengikuti pesan orang tua kalian atau tidak itu terserah kalian. Saya hanya menyampaikan pesan orang tua kalian,” ucap Kuncoro. “Ya sudah, saya masih banyak urusan. Jadi, saya izin pamit dulu. Jika ada perlu sesuatu atau ingin bertanya seputar wasiat orang tua kalian, kalian bisa menghubungi saya kembali,” ucap Kuncoro. “Baik pak, Terima kasih atas informasinya,” ucap Cinka. ***** Setelah pengacara tersebut pulang, mereka mulai diskusi di ruang tamu. Karena Zoya merasa terlalu muda untuk mengurusi hal tersebut, Zoya lebih memilih untuk pergi ke rumah temannya. “Kalian urus saja urusan kalian ya. Aku masih terlalu kecil untuk membahas pernikahan dan harta warisan. Aku mau pergi,” ucap Zoya berdiri dari sofa. “Mau pergi kemana kamu?” tanya Cinka. “Ke rumah temen,” jawab Zoya. “Ya sudah tapi pulangnya jangan sore-sore ya,” ucap Cinka. “Iya,” jawab Zoya langsung pergi dengan membawa ponsel dan topinya. Olivia dan Sarah saling memandang karena mereka memiliki pikiran yang sama. Harta peninggalan orang tua mereka sangat banyak. Sayang sekali jika mereka membiarkan harta tersebut begitu saja. “Jadi gimana kak?” tanya Olivia. “Gimana apanya?” tanya Cinka. “Ya Ampun, masa kakak nggak ngerti sih.” ucap Sarah. “Denger ya, kakak gak peduli dengan harta orang tua kita. Kakak udah bahagia dengan harta hasil jerih payah kakak sendiri,” ucap Cinka. “Kak Cinka jangan egois dong. Kakak juga harus mikirin nasib adik-adik kakak,” ucap Sarah. “Kalau kalian mau menikah, ya sudah menikah saja. Kakak juga gak masalah tuh kalau kalian melangkahi kakak,” ucap Cinka. “Kakak emang gak masalah tapi kita yang masalah,” ucap Olivia. “Coba bayangin deh kak. Kalau harta Papah sama Mamah dibagi kita berempat itu udah lebih dari cukup untuk menghidupi kita sampai beberapa puluh tahun kedepan. Kakak harus mikir kedepannya juga gimana,” ucap Sarah. “Lagian gak semua cowok itu sama kayak mantan-mantan kakak dulu. Ini saatnya kakak membuka hati dan menerima kehadiran lelaki di kehidupan kakak,” imbuhnya. “Gak tahulah kakak bingung,” ucap Cinka kemudian pergi ke kamarnya. Meskipun Cinka menolak tetapi Olivia dan Sarah akan tetap mencarikan jodoh untuk Cinka. Mereka ingin Cinka menikah lebih dulu, sehingga harta peninggalan orang tua mereka dapat segera dibagi. Olivia dan Sarah sama-sama memiliki cara tersendiri untuk menjodohkan Cinka dengan pria yang sesuai dengan kriterianya. “Aku gak mau tahu, pokoknya kak Cinka harus menikah dulu,” ucap Olivia. “Tapi gimana caranya kak? Kak Cinka itu udah bebal, hatinya kayak udah ketutup gitu sama semua cowok,” ucap Sarah. “Sar, kamu gak mau kehilangan harta Papah Mamah kan?” tanya Olivia. “Ya enggaklah. Sayang banget kan kalau itu gak dibagi,” ucap Sarah. “Nah, makanya kita harus mikir gimana caranya supaya kak Cinka cepet nikah,” ucap Olivia. “Gimana kalau kita cari jodoh buat kak Cinka. Kakak kan punya banyak temen cowok tuh, coba deh kenalin sama kak Cinka. Nanti aku juga bakal bikin kompetisi cari jodoh buat kak Cinka. Gimana? bagus gak ide aku?” tanya Sarah. “Cemerlang juga ide kamu. Oke, aku setuju sama kamu,” ucap Olivia. Setelah mendapatkan ide tersebut, Olivia dan Sarah sepakat untuk bekerja sama mencarikan jodoh untuk Cinka. Mereka juga melibatkan pacar mereka masing-masing untuk membantu melancarkan rencana mereka. ****** Sementara Olivia dan Sarah sibuk menyusun rencana mencarikan jodoh untuk Cinka. Zoya lebih memilih mengunjungi rumah temannya, Viko. Keduanya sangat akrab bahkan Zoya sering ke rumah Viko. Sayangnya, Viko tak pernah mau ke rumah Zoya karena merasa tidak pantas menginjak rumah semewah itu. “Halo bang Pandu, lagi ngapain nih?” tanya Zoya pada Pandu yang sedang memotong kayu “Abang lagi mau bikin pintu,” jawab Pandu. Pandu adalah kakak dari Viko dan sudah sangat akrab dengan Zoya. Pandu bekerja sebagai tukang kayu. Dia hanya bekerja jika ada pesanan furniture saja. Jika tidak ada pesanan, Pandu akan mencari pekerjaan sampingan lainnya. Pandu tinggal bersama orang tua dan adiknya di sebuah kontrakan kecil. “Viko dirumah gak bang?” tanya Zoya. “Lagi keluar, katanya mau ngisi bensin. Kamu tunggu aja disitu palingan bentar lagi juga pulang,” ucap Pandu. Karena sedang mengisi bensin dan tidak lama, Zoya memilih menunggu di lincak yang ada disana. Sembari menunggu Viko, Zoya juga berbincang-bincang dengan Pandu. Zoya memperhatikan Pandu yang fokus dengan pekerjaannya. Pandu memiliki paras tampan dan badan kekar tetapi mengapa Pandu lebih memilih menjadi tukang kayu. “Kalau Zoya lihat-lihat, bang Pandu itu ganteng loh. Kenapa gak coba jadi model aja sih bang? Pasti kan gajinya lebih besar, kerjanya lebih bersih, dan bonusnya abang bisa terkenal loh,” ucap Zoya. “Hahaha abang orangnya gak pedean. Jangankan difoto, ngaca aja abang malu,” ucap Pandu. Beberapa saat kemudian, ayah Pandu pulang dari narik angkot. Sehari-hari, ayahnya bekerja sebagai sopir angkot dan ibunya bekerja sebagai buruh cuci. Semuanya bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarga, bayar kontrakan, dan membiayai sekolah Viko yang cukup mahal. “Eh ada nak Zoya, habis dari mana?” tanya Bapak Pandu. “Habis dari rumah pak. Sengaja mau main kesini” jawab Zoya yang sudah akrab dengan Bapaknya. “Ya sudah, main saja ya. Bapak mau masuk dulu,” ucap Bapak Pandu yang berjalan menuju rumahnya. Baru beberapa langkah, ia berbalik badan dan bertanya pada Pandu “Ibumu mana du?” tanya Bapaknya. “Ibuk lagi ngambil cucian ke rumah tetangga” jawab Pandu “Bapak mau tidur sebentar. Nanti tolong bilangin ibu suruh bangunin bapak jam setengah 3, soalnya bapak mau setoran ke bos” ucap Bapak Pandu. “Siap pak” jawab Pandu. Setelah menunggu sebentar, akhirnya Viko pulang dengan mengendarai motornya. Melihat ada Zoya disana, Viko langsung mengajak Zoya pergi jalan-jalan. Apalagi Viko baru saja mengisi bensin. “Kebetulan ada kamu disini, kita jalan yuk,” ucap Viko. “Jalan kemana? panas-panas gini,” ucap Zoya. “Kemana aja, bentaran aja kok. Udah ayok buruan sebelum aku berubah pikiran,” ucap Viko. Zoya naik ke motor Viko. Tak lupa, mereka juga berpamitan pada Pandu. “Bang, kita pergi bentar yak,” ucap Viko pada Pandu. “Iya, hati-hati loh di jalan soalnya kamu bawa anak orang. Jangan sampai kamu bikin dia lecet ya,” ucap Pandu. “Siap bang,” ucap Viko.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN