Bab 3 ♡London♡

1084 Kata
Meninggalkan tanpa pamit, kembali tanpa menyapa. Kenapa rasanya sakit? ♡♡♡♡ Seorang wanita berumur 21 tahun masih asyik memejamkan mata dengan nyenyak. Tak peduli pagi sudah menyapa dan berusaha membangunkannya. Ia masih lelah setelah kemarin berdebat dengan keluarganya. Suara jam weker membangunkan tidurnya. Ia merenggangkan tubuh. Dengan kesal membanting jam tersebut. "Sudah cukup!" teriaknya di kamar apartemennya. Tinggal sendirian membuatnya bebas berteriak sesuka hati. Termasuk suatu hal yang tak disukainya membuatnya butuh pelampiasan seperti ini. Tubuhnya masih ia rebahkan di ranjang. Mendongak, menatap langit-langit kamarnya dengan pikiran menerawang. Wanita itu menarik kopernya ke pintu utama rumah. Tak peduli suara lelaki dibelakangnya yang meminta penjelasan. Lagipula bukan keinginannya untuk menikah di usia muda. Ia belum siap, dan juga ia tak mengharapkan lelaki seperti itu. "Kania," teriak sang mama dengan tekejut menatap koper yang dibawa putrinya itu. Wanita itu bernama Kania, menatap sang mama dengan raut wajah datar. Ia tahu, pasti akan dihalangi kepergiannya kali ini. "Mau kemana kamu?" tanya sang mama mendekatinya. Kania menyembunyikan kopernya di belakang tubuhnya. "Mau kembali, Ma," jawabnya singkat. "Apa-apaan kamu Kania? Kamu sudah jadi istri, dan baru nikah. Apa tak bisa untuk menunda keberangkatanmu? Dan kamu bahkan tak bilang apapun semalam!" Kania tahu mamanya begitu kesal padanya. Ia mengedikkan bahu tak ingin menjawab. Ia menatap sekilas lelaki yang ada dihadapannya itu. Lelaki itu mendekatinya dan seakan ingin menangis. "Mau kemana kamu?" tanya lelaki itu dengan nada sendu. Sang mama makin melotot ketika mendengar pertanyaan dari menantunya. "Kania? Kamu gak bilang sama suamimu? Kamu gak izin apapun?" gertak sang mama. Kania hanya diam tak menjawab. Bukankah sejak awal ia sudah menolak pernikahan ini? Lantas kenapa semuanya menyalahkan dirinya yang ingin pergi? Bukankah sejak awal ia juga sudah mengatakan bahwa hanya sebentar saja di Indonesia. Ia akan kembali ke luar negeri untuk menempuh pendidikan. Mendengar suara keributan di bawah, pria paruh baya itu menghampiri suara itu. Betapa terkejutnya juga ketika mendapati putrinya membawa koper. "Mau kemana, Nak?" Kania masih diam. Lalu ia menjawab, "Tolong restui, Kania." Lalu ia membalikkan tubuh meninggalkan mereka dan menghampiri taksi yang sudah dipesannya. Termasuk meninggalkan lelaki yang masih menatapnya dengan sedih. Ia tahu sudah melukai perasaan lelaki itu. Tetapi, mau bagaimana lagi? Hatinya tak bisa dipaksa. Lagipula statusnya masih sama menjadi istri lelaki itu. Kania mengerjapkan matanya. Ia memutuskan mandi saja dan segera bersiap ke supermarket untuk membeli bahan makanan yang sudah habis di kulkas. Selang beberapa menit, ia sudah rapi dengan tampilan atasan sweater lengan panjang berwarna pink dan bawahan rok hitam selutut dan celana hitam ketat yang panjang sebatas mata kaki. Tak lupa sepatu boot yang dikenakannya. Ia juga memakai topi senada dengan bajunya. Tampak keren memang penampilannya kali ini. *** Banyak para pengunjung menatap wanita muda itu dengan raut wajah penasaran dan kagum. Apalagi jika bukan karena wajahnya yang cantik. Tak jarang, para lelaki yang lewat disebelah wanita muda itu pun bersiul menggoda.  Kania yang mendapati dirinya digoda pun merasa kesal. Ia tak suka lelaki seperti itu. Jodohnya harus sesuai dengan kriterianya. Kriteria itu yang pasti akan membuat dirinya merasa bahagia dan jatuh cinta. 1. Tampan 2. Cool 3. Keren 4. Pintar 5. Kaya 6. Kembali ke lima point diatas Ia tersenyum sendiri membayangkan kriteria jodohnya. Namun harapannya sirna ketika mendapati lelaki yang berstatus suaminya tidak seperti kriterianya. Ia kecewa pasti. Apalagi dirinya selalu membayangkan hal ini dan menghayalkannya. Memang, harapan tinggalah harapan saja. Ia menatap buah-buahan yang tampak segar. Diambilnya beberapa buah apel, pir, dan mangga. Ia sangat menyukai ketiga buah ini. Jika ia marah sering dibujuk dengan dibelikan buah ini oleh sang papa. Ia menundukkan kepala sedih ketika mengingat kejadian kemarin. Ia kembali tersenyum dan meletakkan buah-buahan itu ke keranjang. Lalu ia mencari sayur-sayuran segar dan bumbu masakan. Tak lupa sosis dan roti.  Ia juga mampir ke bagian peralatan mandi. Karena ada beberapa yang telah habis. Banyak sekali hari ini ia mengeluarkan uang untuk membeli kebutuhan ini.  Ia menolehkan ke kanan dan kiri karena merasa pegal menunggu antrian yang begitu panjang. Ingin segera kembali ke apartemen dan mengistirahatkan tubuh. Ah, ia masih merasa lelah dan ingin tidur sepanjang hari. Ia pun memutuskan untuk berjongkok sambil menunggu antrian. Biarlah jika orang-orang melihatnya. Ia sudah tak peduli lagi, barang belanjaannya banyak, kakinya pegal.  Setelah sepuluh menit ia menunggu dan selesai membayar, akhirnya ia berhasil keluar dari supermarket. Kini ia kesusahan membawa barang belanjaannya menuju apartemen. Ia melambaikan tangan ketika ada mobil yang melintas didepannya. Kedua matanya yang masih sayu membuatnya tak sadar bahwa ia telah salah melambaikan tangan. Sebuah mobil berwarna putih berhenti didepannya. Ia mengernyitkan dahinya menatap siapa penumpang mobil itu. Ia menepuk kepalanya pelan ketika menyadari kebodohannya yang telah salah memanggil mobil. Seorang lelaki tampan turun dari mobil bersama wanita muda seumurannya. Ia tersenyum senang menatap wanita itu. Memeluknya dengan erat. "Seneng ya ketemu gue?" "Iyalah, pake tanya pula." Wanita muda itu ialah sahabatnya semasa SMA yang kebetulan juga kuliah di kota yang sama dan di kampus yang sama pula. Kemarin menelfonnya meminta janjian, dan kini ia tak menyangka bisa bertemu. Satu kampus namun beda jurusan dan fakultas membuatnya tak bisa bebas bertemu. Apalagi jadwal kuliah yang beda dan padat membuat pertemuan yang diinginkan selalu batal.  "Lo habis belanja barang sebanyak ini? Mau buat oleh-oleh kesana lagi ya," gurau teman wanitanya itu. "Ngawur, Nai. Mending lo anterin gue ke apartemen, ya." Naila, teman dari Kania itu mengangguk dan meminta lelaki disebelahnya untuk membantu membawakan barang belanjaan temannya ini. Kania masuk ke dalam mobil setelah memastikan barangnya tidak tumpah. Ia duduk di kursi belakang. Sedari tadi ia tak menanyakan lelaki yang sedang menyetir mobil itu. Apakah Naila memiliki kakak laki-laki? Karena selama ini ia tak tahu menahu akan siapa keluarga Naila. Bahkan dirinya dan Naila tak pernah main ke rumah masing-masing. Hanya saat kuliah ini saja mereka saling main ke apartemen masing-masing. "Gimana disana?" tanya Naila sambil menoleh kebelakang. Kania berdehem. Tenggorokannya tiba-tiba merasa gatal. Ia kembali berdehem lagi. "Baik," jawabnya singkat. "Gue jadi rindu sama Jakarta.Selama kuliah disini gue jarang pulang," ujar Naila yang cenderung curhat itu. "Makanya sesekali pulang, dong," bujuk Kania. Siapa tahu jika nanti ia kembali pulang ada yang menemaninya di selama perjalanan. Selama ini ia sendirian. Kakaknya sudah lulus kuliah dan bekerja di toko kue. Padahal papa memiliki perusahaan, tetapi kakaknya itu lebih memilih memulai semuanya dari nol. Dari menjadi pegawai toko dulu. Tinggal dirinya saja yang masih mengenyam pendidikan. Setahun lagi ia baru lulus. Setelah itu pun, ia ingin kembali melanjutkan S-2 di kampus yang sama. Mungkin ia harus mencari pekerjaan part time juga agar kedua orangtuanya tak terlalu mengeluarkan uang banyak untuk biaya kuliahnya. Walau ia dari keluarga kaya, ia merasa malu jika harus meminta terus. "Nanti aja, deh," ujar Naila lalu kembali menatap ke depan. Kania menghela nafas. Ia memilih memandangi pemandangan dari jendela. Tampak indah bangunan-bangunan yang dilewatinya. 
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN