Oppa Anak Ayam

1278 Kata
"Ingat, ya, b******k! Kalian semua belum bebas!"  Setelah tiba di depan gedung tua, mereka mengedarkan pandangan ke sekitar dan mendapati sosok Halsey juga Johan yang bersimpuh di hadapannya. Gadis itu tampak sesenggukan menangis, dan sungguh ... Reyhan tidak habis pikir jika Halsey akan menangis hanya gara-gara tahu Johan balas dendam. "Johan?! Apa yang terjadi?!" Alan berteriak. "Cepat ambil mobilmu!" balas Johan ikut berteriak, lalu setelahnya kembali sibuk mengusap pipi dan menyelipkan anak-anak rambut Halsey lagi.  "Ya, sudah. Ayo, Rey!" Reyhan mengangguk kemudian mengekori Alan hingga tiba di mobilnya. Setelah terduduk di jok masing-masing, keduanya mulai sibuk menontoni Johan yang tampak masih berusaha keras untuk membujuk Halsey.  "Serius, deh, Rey. Mengapa Johan begitu bucin? Aku jadi gemas sendiri!" gerutu Alan menggeleng-geleng. "Semua pria yang serius mencintai Gadis-nya selalu seperti itu," balas Reyhan dengan nada bergumam.  "Ish! Apa-apaan?! Aku tidak, kok!" Alan berteriak tidak setuju, dan itu ... itu sungguh membuat Reyhan tidak tahan untuk tidak menoleh dan menoyor kepalanya. "Memangnya kau sudah merasakan jatuh cinta, ya?! HUH?! Kalau hanya pacarmu yang banyak, tidak usah-" Plak! "Kau juga sama, s****n! Jangan sok-sokan mengguruiku!" potong Alan tak kalah kesalnya. "Aku belum pernah pacaran, ya! Jangan menyama-nyamakanku dengan dirimu! Kita beda kel-" Pintu mobil yang terbuka menginterupsi omongan Reyhan. Keduanya menoleh ke belakang. Menyaksikan Johan dan Halsey terduduk di jok, lalu selanjutnya, Reyhan mulai melajukan mobil. "Apa kau sempat terluka? Coba kulihat lutut-" "Tidak perlu." Johan medengus menyaksikan Halsey duduk menjauh kemudian sibuk memandang keluar jendela. Bahu Gadis itu masih tampak mengguncang naik turun, hingga selanjutnya Johan meraih sebotol air mineral lalu mengulurkannya langsung. "Minum ini." "Tidak perlu." Reyhan mengulum senyum geli, sembari melirik sekilas ke kaca depan. "Semua pria yang serius mencintai Gadis-nya selalu seperti itu." Entah mengutip dari mana, yang jelasnya ... ia benar-benar berharap agar balasannya pada pertanyaan Alan tadi tidak berlaku untuk dirinya sendiri. Sementara Johan, Pria itu tampak kembali mendengus seraya memijat keningnya berusaha berpikir. Setelah mendapati paha mulus Halsey yang sedikit terekspos dan menyadari bahwa ada dua Pria m***m lain yang juga bersama mereka, ia lalu membuka seragamnya hingga menyisakan kaos tipis kemudian menggunakannya untuk menutupi paha Halsey tanpa permisi. "Tidak perlu." Johan membungkuk meraih seragamnya yang baru saja dilempar Halsey. "Hale? Ada dua Pria m***m lain di sini, Sayang ...." "Dasar s****n! Aku tahu kau yang tak tahan, Johan! Hahahaha!" sahut Alan tertawa keras, begitupun Reyhan. Seharusnya memang sejak tadi saja. "Jangan sembarangan, b******k! Ini, Hale. Setidaknya pakai saja dan tidak perlu bicara denganku jika kau tidak mau, ya?" bujuk Johan seraya menutupi paha Halsey hati-hati. Setelahnya, tak ada lagi percakapan yang terjadi, bahkan hingga Reyhan mulai menepikan mobilnya di hadapan gerbang rumah keluarga Bamatara. Halsey memindahkan seragam Johan dari pahanya kemudian keluar dari mobil tanpa sekali pun pernah menoleh. Johan yang menyaksikan itu sontak melirik jam tangannya sekilas. "Astaga. Dia membolos untukku!" Dan Pria itu langsung keluar dari mobil kemudian menyusul Halsey. Lagi-lagi, Reyhan dan Alan hanya bisa menggeleng-geleng. Menyaksikan Johan menarik tangan Halsey, juga menertawai betapa keras Pria itu berusaha untuk menjelaskan. "Jika ucapanmu tadi memang benar, maka ... aku berharap menjadi Pria yang dikecualikan," gumam Alan memecah hening. Reyhan menoleh. "Hm. Aku juga," balasnya. Beberapa saat kemudian, Johan sudah tampak kembali dan berhasil mendudukkan bokongnya di jok mobil. Keduanya menoleh ke belakang seolah bertanya. "Cepat kembali ke sana. Aku masih harus membuat kapok s****n itu," balas Johan dengan emosi menggebu-gebu. ▪▪▪ Setelah memarkirkan mobilnya di garasi, kini Reyhan tampak bergegas keluar lalu melanjutkan langkah menuju mulut rumah. Seperti biasa, ia baru saja kembali dari apartemen Johan yang tengah galau berat gara-gara Halsey yang marah dan tak mau menjawab panggilan ataupun pesannya sama sekali. Entah, tapi menurutnya, Halsey terlalu berlebihan. Apalagi jika mengingat alasan dari balas dendam Johan, kan, dirinya juga. "Kak Reyhan?!" Reyhan tersenyum simpul. Wajah bahagia Sella saat menyambutnya pulang akan selalu jadi penghapus lelah baginya. "Kakak pulang terlalu lama," lanjut Sella dengan raut bahagianya yang berganti kecewa. "Kakak ada urusan. Di mana ayah dan bunda?" Reyhan merangkul Sella memasuki rumah. "Mereka ada di da-" "Sella?! Jangan banyak bermain dulu, Sayang! Sana, belajar di kamarmu!" Terdengar teriakan Lavina dari arah dapur. "Iya, Bunda!" Reyhan mengusap lembut rambut Sella tatkala mendapati raut bosan di wajah Gadis itu. "Jangan dipaksakan. Kunci saja pintu kamarmu, dan pura-pura sedang belajar," ujarnya. Sella menggeleng cepat kemudian menarik Reyhan menyusuri anak-anak tangga. Setelah tiba di lantai dua, Gadis itu lantas menengok kanan kiri seolah berusaha memastikan keadaan, kemudian berpindah menatap Reyhan setelahnya. "Sebenarnya ... aku sudah membeli film itu lewat aplikasi di laptopku. Kakak mau, kan, kita menontonnya bersama?" "Film horror yang kaubicarakan tadi pagi itu?" tanya Reyhan balik. Sella mengangguk cepat. "Hm. Aku sangat penasaran. Kata Fae, film itu sangat seram," jelasnya dengan tampang serius. "Tapi ... bagaimana jika kau gemetaran dan tidak bisa tidur seperti malam itu?" Reyhan kembali bertanya. "Itu karena aku tidur sendirian, makanya terbayang-bayang." Reyhan lagi-lagi tersenyum simpul. "Baiklah. Tunggu Kakak di kamarmu saja. Sana." Sella meloncat-loncat senang. Setelah menyempatkan untuk memeluk Reyhan beberapa saat, Gadis itu lalu berlari menjauh hingga tiba di kamar feminin serba pink-nya. Ia segera menyiapkan dua buah popcorn, dan laptop juga earphone. Ceklek! "Kak Rey?! Ayo, cepat! Aku sudah tidak sabar la-" "SSTTT! Jangan berisik, Sella. Bunda bisa mengomeli kita jika dia sampai tahu kau tidak belajar," potong Reyhan cepat. Sella mengangguk sembari memasang tampang menyesalnya. Setelah itu, mereka bersiap menonton. Karena ini merupakan film horror, maka lampu kamar juga harus dimatikan agar suasananya bisa lebih mirip dengan bioskop. "Sudah mulai, Kak!" bisik Sella mulai gugup, sembari tubuhnya yang langsung ia bawa ke pelukan Reyhan. Keduanya mulai fokus menonton. Tanpa mengalihkan pandangan dari laptop sedikit pun, mereka sesekali mencomot popcorn. Sella akan berteriak saat ada adegan menyeramkan, tapi sebelum itu terjadi, maka Reyhan akan lebih sigap membekap mulutnya agar bisa teredam. Setelah beberapa lama film berjalan, Reyhan langsung mengerutkan kening. Ia bisa merasakan tubuh Sella yang gemetaran. Bahkan, lengannya yang digunakan sebagai tempat bertumpu oleh Gadis itu sudah basah kuyup gara-gara keringat. "K-Kak Rey ...? Aku lemas ...!" bisik Sella lemah. Reyhan tentu saja panik. Meski tahu jika acara menonton mereka hanya akan berakhir seperti ini, tetap saja ia tidak tega untuk menolak. Sella terlalu berusaha untuk menyamai genre film kesukaannya, padahal ... ia sudah jelas tahu bahwa kemampuan Gadis itu memang hanya sebatas drama korea yang penuh oppa-oppa cantik. "Lain kali kita nonton drama korea oppa-oppa cantik-mu saja, ya. Film horror bisa membuatmu pingsan," gumamnya sembari mulai menarikkan Sella selimut hingga sebatas d**a. Meski ia akan muak dengan wajah-wajah para pemainnya yang hampir mirip semua, Reyhan akan tetap berusaha bertahan selama itu bisa membuat Sella bahagia. "Dia oppa ganteng ...!" balas Sella parau. Cup! "Hm. Tidurlah. Kakak akan membakar foto anak-anak ayam itu lagi," ujar Reyhan setelah mengecup kening Sella sekilas, kemudian meraih sebingkai foto yang terletak di atas nakas. Ia bergegas menuju balkon kamar Sella. Mengeluarkan sebuah korekan dari saku celana jeans-nya, sembari menggeleng-geleng jijik karena tampang-tampang yang terpampang di bingkai foto tersebut. "Entah setan apa yang merasuki Sella, yang jelas ... aku tidak akan lelah untuk membakar foto-foto anak-anak ayam ini setiap harinya," gumam Reyhan sembari mulai membakar selembar foto berbentuk persegi panjang tersebut. "Pria macam apa yang sudi mewarnai rambut seperti anak ayam begini? Posenya saja tidak ada gentle-gentle-nya sama sekali, tapi banyak juga yang menyebut mereka ganteng." "KAK REYHAAAAANNN?! BERHENTI MEMBAKAR FOTO OPPA BTS-KU!" BUGH! BUGH! "DASAR KAK REY MENYEBALKAN! UANGKU BISA HABIS HANYA GARA-GARA MENCETAK FOTO MEREKA SETIAP HARINYA, KAK!" "SEKALI LAGI KAU MEMBAKAR FOTO OPPA-OPPA-KU, AKU AKAN MEMBAKAR KAU DAN KAMARMU SEKALIGUS. HIKS!" Reyhan terkikik sembari langsung mengunci pintu kamarnya lega. Mengapa, sih, penggemar anak-anak ayam itu benar-benar fanatik? "Anak ayam s****n!" maki Reyhan sembari mengusap bekas cakaran Sella di lengan kanannya. ❀❀❀
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN