"Kenapa aku enggak boleh memperlakukan mu dengan baik, sementara kamu adalah istriku."
Dia melepaskanku dengan wajahnya yang muram dan marah. kenapa dia harus marah aku tolak. Bukankah dia sama sekali enggak sayang sama aku? atau ... aku ini hanya sebagai pemuas nafsunya saja? "karena kita enggak saling cinta. Tuan enggak cinta bukan sama aku?"
Kami hening untuk selama beberapa saat, sampai dia kembali bicara. "Kamu seharusnya enggak perlu protes, aku mencintai kamu atau pun enggak. Karena aku sudah membayarmu banyak sekali. Memangnya berapa harga tubuhmu, hingga kamu enggak mau aku sentuh, sedangkan aku memang memiliki hak besar atas dirimu."
Iya. Kenapa aku mulai berani padanya. Seharusnya aku membiarkan apapun yang akan dilakukan laki laki itu, bahkan jika dia juga ingin membunuhku. Ini bagaikan cambuk ingatan untuku. Sehingga segera ku raih tangannya. "Aku sungguh minta maaf, tuan. Tolong maafkan aku. Aku seharusnya enggak protes apapun pada tuan. Tuan boleh hukum aku, semau tuan." aku tidak beranin menatap padanya. Selain karena aku telah lancang, aku juga takut dengan kedua sorot mata yang pastinya akan membuat jantung ini jumpalitan. Percayalah ... kedua mata itu sangat mampu membuatku mati dan jatuh ke dalam pesonanya.
Mungkin dia mulai luluh, sehingga ia mengusap wajahku dan menciumku lama sekali. "Aku akan menghukum mu, nanti. Tapi saat ini, aku tidak tega dengan riasan kamu yang rapi. Mungkin setelah acara di rumah kedua orang tuaku selesai. Barulah aku akan menagih janji mu." dia menjauhkan wajahnya dariku dan mulai duduk dengan tenang. Aku menunduk merasakan bibirku yang masih basah. Gilanya aku ... bahwa diriku mulai kecanduan pada setiap sentuhannya.
Wangi napasnya dan hebatnya cara ia menciumku, sungguh sepertinya akan terus terasa meski satu minggu lamanya.
Kami berdua sampai di rumahnya kedua orang tuanya Asegap. Kami di sambut oleh pelayan dengan membuka kan pintu. Rumah kedua orang tuanya Asegap ini sudah seperti istana. Aku tidak heran, karena Asegap pun memiliki banyak mansion hanya untuk perempuan perempuannya yang mau menyerahkan kesucian padanya. Seperti diriku. Meski memang cara menyentuhku dengan sebuah pernikahan, namun tetap saja, hatiku merasa rendah diri, ketika ia memang hanya menginginkan ku sebagai parther di kamar saja, bukan parthner hidup seperti yang dilakukannya pada Angelika.
"Hay sayang! cantik sekali. Mamah marah banget, ketika mendengar kalau asegap menikahi kamu secara diam diam. Padahal kan, mamah pengennya ada pesta." ujar mamahnya asegap. Kalau enggak salah namanya Ruby. Nama yang begitu indah, sesuai dengan wajahnya yang benar benar cantik. Aku enggak heran dari mana Asegap memiliki wajah tampan, pasti karena gabungan antara Ayah dan ibunya yang cantik ini.
"Terima kasih, mah. Aku udah seneng ko." ujarku. Mamah Ruby melirik Asegap. "Anak itu enggak mau ada pesta. Dan menikah tiba tiba. Apakah kamu sedang hami? makanya kalian menikah tiba tiba." Duh, pertanyaan ini sungguh sensitif sekali. Aku hanya menggeleng dan tersenyum saja.
"Ah, mamah kecewa sekali. Mamah pikir, kamu sudah hamil, makanya Asegap ngajak kamu tiba tiba nikah." Mamahnya Asegap ini sungguh aneh. Mungkin dia enggak marah ketika mendengar anaknya telah menghamili anak orang lain, terbukti beliau malah senang kalau aku hamil. Enggak habis pikir.
"Kami masih ingin berbulan madu lah, mah! masa buru buru hamil?" Asegap meraihku dan merapatkan tubuh bagian sisi kami. "Mamah tahu, kalau kami ini belum berpacaran? akan lebih asik pacaran setelah menikah. Tidak akan ada yang berani melarang kami ngapa ngapain kan?"
Mamah Ruby menggeleng geli. "Baiklah ... baiklah ... kalau ituu yang kamu inginkan. Tapi inget loh, jangan lama lama. Setelah selesai masa honeymoon, pastikan kalau Berlian akan hamil. Iyakan sayang?" tanya nya padaku. Aku lagi lagi hanya bisa tersenyum canggung saja.
Di ruang tamu, aku di suguhi buah anggur merah, jeruk, dan apel merah. Maksudku, ketika aku sampai di ruang itu. Di meja sana memang sudah ada buah buahan itu. Jujur saja aku ingin sekali memakannya, meski di mansion juga banyak.
"Kamu mau?" Asegap meraih apel dan mengupasnya, lalu memberikannya padaku. "Kami memiliki kebun apel yang luas, dan rasanya memang manis dan segar sekali." ujarnya. Aku mencoba apel itu dan rasanya memang lebih segar dan manis dari apel apel yang pernah aku temukan di suipermarket. Airnya lebih banyak, sehingga bisa menghilangkan dahaga ku.
"Nanti aku kirim ke mansion, kalau kamu mau." kenapa dia baik sekali. Padahal dia bisa saja enggak berbuat sebaik ini kan padaku? ini yang dinamakan sebuah racun. Dia seperti sedang sengaja mercuniku dengan sikap baik dan manisnya itu. Sehingga suatu saat ketika kami sudah berpisah. Maka akulah yang akan merasakan sakitnya lebih dalam.
"Tidak apa apa, tuan. Aku enggak apa apa. Tuan enggak perlu mengirim itu, mansion ku."
Dia tersenyum seraya menggenggam tanga ku. "Aku harus memperlakukan miliku dengan baik, bukan? mengirim buah apel bukanlah hal yang susah untuku. "
Tapi aku yang keberatan karena dengan begitu, aku akan semakin susah untuk melupakannya kelak. Dia tidak menyukaiku, tapi selalu memperlakukan diriku, seolah dia memang membutuhkan dan menginginkan ku. Setelah mengobrol lama, kami pun diajak makan malam. Asegap memperlakukan ku begitu baik dan perhatian. Kalau enggak sadar, ini sungguh seperti sebuah pernikahan yang sesungguhnya, di mana kami ini saling mencinta dan saling menyayangi. Asegap memberikanku sayur, dan daging. Ia juga mendekatkan padaku jus buah naga. Tidak lupa dengan cemilan yang terbuat dari s**u, jeli dan buah buahan.
"Apa kamu lupa, kalau aku sangat menyukai perempuan langsing?"
Ah, aku segera meletakan sendok yang hampir saja akan aku angkat. Aku lupa kalau aku sudah memakan banyak sekali makanan har ini. Ku lirik Asegap dan tersenyum padanya. "Aku lupa,"
"Baiklah. Hari ini saja, kamu lupa. Karena besok kamu enggak boleh melakukan itu lagi. Aku sangat suka perempuan langsing dan cantik. Dan kamu sudah aku beli dengan uang yang sangat banyak. Pandai pandai lah merawat diri, agar aku enggak perlu membeli gadis yang lebih langsing dan cantik dari kamu."
Bukankah dia sudah memiliki Angelika yang jelas jelas lebih dari aku? apakah Angelika juga masih kurang di matanya? lalu perempuan seperti apakah yang ia mau. Mungkin seorang bidadari yang turun dari kayangan?
"Aku akan terus berusaha, tuan."
"Bagus."
Setelah selesai makan malam dan berbincang, kami pun pulang ke mansion. Diperjalanan Asegap terus saja memegang tangan ku dan sesekali menciumnya. Aku sungguh malu, dan hatiku jelas berbunga bunga.
"Malam ini aku ingin bersama mu sampai pagi, pastikan kalau kamu kuat melayaniku!"
Wajahku memanas, dan aku sungguh malu sekali. Membayangkan dia berada di atas tubuhku, sungguh membuat debaran di jantungku begitu menggila. Asegap yang tampan, Asegap yang wangi, dan Asegap yang begitu pandai membuatku lemah, dan b*******h dalam waktu yang bersamaan. Dia begitu hebat memainkan perannya sebagai lelaki terhebat dalam bercinta.
"Tuan akan menerima pelayanan yang terbaik." Iya, aku seorang p*****r untuknya. Lalu kami sama sama terdiam, ketika mobil yang kami kendarai berhenti. Asegap membuka kaca privasi kami dan bertanya. "Ada apa? kenapa berhenti?" ujarnya.
"Di depan ada nona Angelika, sepertinya beliau sedang tidak baik baik saja." kulihat Asegap langsung melepaskan tangan ku begitu saja. Kemudian keluar dari mobil dan melihat gadis itu. Ia langsung pergi dan menghampiri Angelika yang ada di depan sana. Aku enggak tahu apa yang sedang gadis itu lakukan di sana, dan aku juga enggak tahu apa yang sedang mereka bicarakan saat ini. Namun ketika Asegap mengecup keningnya penuh sayang, aku segera mengalihkan tatapan ini. Aku enggak boleh terluka.
Namun ponselku bergetar. Segera ku buka dan ...
Tuan Asegap
Aku tidak jadi bermalam dengan mu ...
pesannya hanya itu. Tidak ada kata maaf atau apapun yang ia sampaikan padaku. Tapi tidak apa apa, kenapa juga aku harus merasa penting sehingga ia harus meminta maaf padaku. Dan aku adalah perempuan tegar. masalah ini tidak akan membuatku down.
"Kita berangkat, nona?" ujar sang sopir.
"Iya, pak." jawabku seraya tersenyum. Aku sungguh kuat dan tegar. Tapi sialnya air mata ini malah luruh meski aku sudah berusaha menahannya.