Mandi Bareng!

1193 Kata
"Kamu tahu? kamu sangat layak menjadi seorang model. Apa kamu enggak tertarik kerja bersamaku?" Ini obrolan ku setelah menemani perempuan ini shuting. Kami berada di dalam ruangan dengan laki laki itu yang sedang memegang tabnya. Aku yakin sekali kalau dia sedang mengecek pekerjaannya. Begitu sayang dan cintanya pada seorang Angelika. Sampai ia rela tinggal di sini dan menemaninya. Tidak! tidak. Aku bukan iri. Aku hanya takjub saja melihatnya. Seorang lelaki tampan dan kaya raya telah menyukai seorang model yang cantik dan begitu jelita. Aku rasa mereka memang sangat cocok sekali. Ah, setelah membaca pesan dari laki laki itu. Aku hanya membacanya saja, tanpa mau membalasnya. Aku rasa, dia memang sedang banyak drama. Jelas jelas kalau Angelika itu lebih cantik dan lebih menarik dari pada aku. Pake sok soan mengancamku karena enggak suka Ervan memegang tangan ku. Dasar si tuan pemaksa menyebalkan! "Ah, Nona ini sangat berlebihan. Mana pantas saja menjadi seorang model. Saya sepertinya enggak berminat di dunia itu." "Apa karena kamu enggak kuat dengan omongan netizena? atau karena kamu memiliki sugar dedy yang melarang mu ini itu?" "Sugar dedy?" "Iya. Aku merasa kalau kulitmu ini indah sekali. Aku yakin perawatannya enggak main main. Kamu sering memakai leser?" dia menyetuh pipiku. "ini tanpa noda sedikit pun. Ini mulus dan bersih sekali. Ah, berapa kamu habiskan untuk perawatan ini? aku rasa upah seorang administrasi memang enggak se besar itu kan?" "Ah, anda berlebih nona. Saya hanya--" "Tidak! tidak, Lili. Aku serius, kamu sangat cantik. Dan aku pikir seorang sugar dedy akan memberikan apapun yang kamu mau, asalkan kamu mau memberikan yang dia inginkan. Apa aku salah berkata?" "Oh, aku ... sejujurnya memang memiliki seorang sugar dady!" dan ku lihat Asegap menatapku lebih tajam dari ini. Aku tersenyum dan membuat laki laki itu melengos. Angelika menggeleng tidak habis pikir. "Aku tahu, karena perawatan mu yang paripurna. Ayolah apa saja yang dilakukan sugar dedy mu pada mu. Ini rahasia kita, aku hanya ... hanya sangat menyayangkan karena kamu bisa memiliki lelaki yang kaya raya dan hebat melebihi seorang sugar dedy. Kamu tahu Marcel Sitohang? dia pemilik agensi ku, namun dia juga sering berseliweran di media. Nama instagramnya Marselhang. Dia sedang mencari seorang pacar untuk ia nikahi tahun ini. Kamu sangat cantik dan sangat pantas menjadi miliknya. Apa kam--" "Bisakah kita pergi sekarang? aku sangat sibuk sekali!" Asegap memotong pembicaraan nya. Dan Angelika terlihat mengerucutkan bibirnya. "Ah, kamu kenapa sensi sekali sayang? kamu enggak biasanya kaya gini." rengeknya. "Kamu tahu kan kalau aku tuh sangat dekat dengan marsel. Aku ingin dia mendapatkan perempuan sekelas Lili. Dia cantik dan elegan. Masalah virgin, aku rasa marsel juga enggak peduli. Dia pasti senang memiliki perempuan secantik dan se elegan Lili. " Oh, sekalian saja kamu bilang kalau aku ini p*****r! seolah ingin menggatakan kalau perempuan cantik itu tidak pernah mengaja virginnya. Kamu tidak tahu saja, kalau aku menikah dengan kekasih mu karena aku memang memiliki virgin yang diinginkan oleh kekasihmu. "Ervan itu kekasihnya! nanti dia marah kalau kamu sampai menjodohkan dia." sahut Asegap. Apa! Apa dia sedang meledeku? "Bukan, Nona! Ervan bukanlah kekasih ku!" ujarku. "Tapi kalau bukan kekasih, kenapa dia tadi memegang tangan mu? apa setiap lelaki boleh memegang tangan mu seperti itu?" Cih, dia benar benar sedang menyindirku. "Oh, dia hanya teman ku." ujarku. "Apa laki laki dan perempuan boleh berteman sampai memegang tangan? apa itu sudah biasa untuk mu?" Lihat laki laki gila ini! kenapa dia malah mendebatiku. Kulihat Angelika menautkan kedua alisnya. Sepertinya ia mulai curiga dengan perdebatan ini. "Mmm ... dia hanya menganggap saja adik. Dia memiliki kekasih, dan kekasihnya adalah teman ku juga." ujarku. "Dan kamu tetap diam saja ketika pacar dari teman mu memegang tangan mu?" "Karena--" "Ayolah sayang ... kenapa kamu mendebatnya?" Angelika memegang tangannya Asegap. "Lili, kamu boleh kembali ke ruangan mu. Hari sangat menyenangkan sekali. Aku sangat berterima kasih untuk bantuan mu." ujarnya padaku. "Sama sama, nona." Aku pun segera keluar dari ruangan itu, dengan sekali lagi aku menatap pada laki laki itu. Jelas saja dia sepertinya sedang marah padaku. Dia lelaki menyebalkan yang pernah aku kenal. Dia sendiri yang selingkuh, dia sendiri yang marah marah enggak jelas. Memang begitu lah laki laki. Mereka selalu ingin menang sendiri. *** "Wah, bagaimana? apa kamu lelah hari ini?" Ervan keruangan ku lagi. Aku hampir saja akan pulang. "Ya, dan aku senang." aslinya aku kesal dan menyesal harus bertemu laki laki itu di sini. Dia membuat mood ku buruk. "Aku dan Elana akan pergi ke puncak. Kami akan barbeque dan banyak sekali yang akan kami lakukan. Mungkin menaiki jalan jalan dan lainnya. Kami ingin kamu ikut, bagaimana?" "Aku enggak bisa." Aku akan lebih sering bertemu dengan ibuku. Aku takut dia meninggalkan ku. "Ayolah Lili. Kamu tahu kan? kami selalu mengajakmu ke mana pun kami ingin pergi. Kami merasa enggak lengkap kalau enggak ada kamu." "Oh, ayolah Ervan. Yang mau pacaran itu kalian. kenapa aku harus repot ikut dengan kalian. Aku ngerasa jadi kambing conge, tahu enggak sih." Dia malah tergelak tanpa dosa. "Kamu ya! sekarang kamu sudah punya pacar diam diam dan mulai melupakan kami. Coba bilang siapa laki laki yang sedang dekat sama kamu dan memberikan segalanya pada kamu." "Aku sudah bilang, kalau aku tuh enggak punya pacar. Aku hanya ya ... akhir akhir ini aku ambil free line. Dan hasilnya memang luar biasa. Aku bisa melakukan perawatan dan juga membawa ibuku ke rumah sakit." "Free line? apa? aku mau ikut dong? aku mau punya Free line yang gajihnya besar. Coba apa?" Aduh ... laki laki ini sungguh tambah merepotkan saja. "Sudah lah, ayo kita pulang!" ku tinggalkan dia lebih dulu dengan mulutnya yang masih saja mengoceh terus bertanya tanpa henti. Apa dia memang sesuka itu merecoki kehidupan ku. Tidak cukup kah Asegap yang sudah membuat kepalaku mumet? Aku sampai di mansion. Aku sungguh lelah sekali, dan ingin langsung istirahat saja. Baju ku juga sepertinya sudah bau. Kalau langsung mandi, sepertinya akan lebih menyenangkan lagi. "Sore nona! di--" Aku mengabaikan Tristan. Aku segera berlari ke kamarku karena aku sungguh merasa gerah. Membuka pintu dengan cepat, aku membuka baju tanpa aba aba, selesai dengan baju atasan ku. Aku hendak membuka rok sepan ku, namun ... "Ehem!" GILA! Segera kutarik selimut di atas ranjang ketika aku melihat Asegap duduk di sopa. "Tu-tuan ngapain di sini?" sialnya tubuh bagian atasku sudah terekspos. Dia berdiri dan mendekat. "Ini rumah saya, kenapa saya enggak boleh ada di sini?" "Tapi ini kamar saya!" Oh, dia sungguh membuatku darah tinggi! "Oh, karena saya pikir, ini adalah rumah saya. Jadi saya bisa pergi ke kamar mana pun yang saya mau kan?" "Anda sudah menyerahkan rumah ini pada saya! lalu kenapa anda masuk seenaknya?" "Oh, bukan salah saya. Saya sudah memberi tahu Tristan, kalau saya akan berada di kamar kamu. Apa tristan enggak bilang itu?" Wait! Jadi tadi Tristan mau bilang itu? Ah! kenapa aku enggak denegr dia dulu. "Ok, kalau gitu, tuan segera keluar dari sini, karena saya ingin mandi." "Saya suami kamu, kenapa saya harus keluar dari sini?" Masalahnya enggak nyaman. Kamar itu privasi ... sangat sangat privasi. Meski pun suami istri, aku masih saja merasa kalau laki laki ini adalah orang lain. "Ok. Kalau gitu, saya mandi dul--" Dia menariku ke dekapannya. "Bagaimana kalau kita mandi bareng, hem?"
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN