Chandani's LL 7. Arranged Marriage 3

2278 Kata
“Jangan khawatir Chandani. Mamanya Zhain memang seperti itu. Kau harus lebih sabar untuk mengambil hatinya,” ucap Zhaka seraya menenangkan Chandani.             Chandani tersenyum dan mengangguk iya saja. Dia mulai tidak nyaman karena Zhain terus memandanginya dari tadi. “Kau belum menjawab pertanyaanku Chandani,” sambung Zhain lagi, sambil melirik ke Chandani lalu beralih menatap ke layar ponselnya.             Chandani lalu menatap Zhain. Setelahnya dia beralih memandang Ida dan Zhaka seraya meminta persetujuan, apakah dia boleh menjawab pertanyaan Zhain atau tidak. “Jawab lah Chandani. Itu hak kamu sayang,” ucap Ida melembutkan suaranya.             Namun Ida, dia kembali melanjutkan kalimatnya. “Kalau bisa secepatnya saja. Tidak baik berlama-lama. Lagian Chandani juga tidak memiliki rumah. Supaya dia bisa menetap disini dan ada yang melindungi,” ucap Ida lagi.             Zhain hanya diam dan masih menatap lekat ke arah Chandani. Dia berpikir, apakah Chandani memang jodohnya. Apakah keputusan dia untuk menikahi Chandani sudah tepat. Apakah Chandani benar-benar wanita yang tulus. Banyak sekali pertanyaan-pertanyaan yang ada di benak Zhain saat ini.             Tapi yang pasti, mulai hari ini Zhain akan belajar untuk bersikap peduli pada Chandani. Walaupun di hatinya  masih sedikit kurang menerima kenyataan kalau Chandani tidak termasuk ke dalam tipe istri idamannya. ..**..             Keluarga Zhakaria Afnan berkunjung ke kediaman sahabat almarhum kedua orang tua Chandani. Awal kedatangan mereka tentu saja membuat terkejut keluarga Pradipta Salaman. Pasalnya ada Chandani bersama dengan mereka. Mereka datang untuk bersilaturrahmi dan meminta izin untuk menikahkan Chandani dengan putra mereka, Zhain. Awal kedatangan mereka saja sudah membuat mereka terkejut. Ditambah lagi dengan kabar bahwa mereka akan melamar Chandani dan segera menikahkan Chandani dengan putra mereka yang tampan itu. Sungguh saat seperti ini, membuat Chandani menjadi tegang dan gelisah tak karuan. Dia tidak tahu apakah ia berhak mengutarakan pendapatnya atau tidak. Sedangkan Dipta, dia memang terkejut karena kedatangan mereka dengan memberi kabar yang menurutnya sangat membahagiakan itu. Apalagi dia tahu siapa keluarga yang akan mempersunting anak angkatnya itu. Keluarga terpandang dan perusahaan yang dikenal oleh banyak pengusaha. Perusahaan Zhaka merupakan perusahaan yang menjadi investor utama di perusahaan tempat dia bekerja. Dipta tentu saja setuju jika Chandani menikah dengan pewaris satu-satunya Abadi Jaya itu. Tapi yang Dipta khawatirkan adalah, apakah Chandani akan diterima sepenuhnya di keluarga Zhakaria Afnan itu. Melihat ekspresi istri Zhaka, Arisha sangat tidak bersahabat dengan mereka semua. Kedua anaknya Sinta dan Sahya, mereka tentu saja sangat iri. Bahkan mereka semakin menaruh kebencian pada Chandani yang entah apa salah Chandani kepada mereka. Sedangkan Leta, dia tentu iri dengan nasib Chandani yang akan segera dipersunting oleh seorang dokter muda spesialis jantung ternama yang merupakan pewaris satu-satunya perusahaan Abadi Jaya. Bahkan dia sempat membuat rencana untuk membatalkan rencana pernikahan Chandani itu dengan mengatakan kalau mereka adalah paman dan bibi Chandani. Dia melakukan itu, berharap mereka mau membatalkan rencana pernikahannya. Dan Leta akan mendekatkan putri pertamanya Sinta dengan Zhain. Dia akan sangat bangga jika anaknya bersuamikan pria kaya dan terpandang. ---**--- Rumah Pradipta Salaman, Jakarta., Siang hari., “Sebenarnya kami ini paman dan bibinya Icha. Eh … maksud saya Chandani.,” ucap Leta tersenyum ke arah mereka.             Dipta lalu melirik ke arah istrinya. Dia malah salah mengartikan ucapan Leta. Dia tidak tahu kalau Leta berkata seperti itu untuk melakukan aksi jahatnya terhadap Chandani.             Ida lalu melirik ke arah Chandani. Dia memandang gadis polos ini begitu pendiam dan terlihat takut untuk membuka suaranya. Hatinya terasa ngilu melihat sikap Chandani yang seperti ini.             Sedangkan Arisha, dia merasa bahwa Chandani benar gadis licik. Yang mengatakan bahwa dirinya sebatang kara, padahal dia sendiri masih memiliki keluarga kandung. Dia mengambil kesempatan emas itu untuk membatalkan rencana pernikahan mereka. Dan mencoba memengaruhi Mama mertua dan suaminya. Terutama putranya, Zhain Afnan.  “Kau bilang, bahwa kau sebatang kara Chandani? Lalu apa maksud ucapan dia yang kau bilang ibu angkatmu itu?” tanya Arisha dengan nada dibuat-buat tak percaya.             Chandani menggelengkan kepalanya. Dia lalu menatap ke arah Dipta yang hanya diam dan tersenyum padanya.             Zhain melihat ekspresi Chandani saat itu juga. Terlihat ketulusan di wajahnya. “Icha, menikahlah. Papa akan menjadi wali nikahmu dengan Nak Zhain,” ucap Dipta tersenyum ke arahnya.             Dia merasa jika berita baik ini tidak boleh ditunda lagi. Walau dia masih merasa kesal sebab sang istri mengusir Chandani tanpa sepengetahuannya, tapi karena kabar ini akhirnya membuat perasaannya sedikit lega.             Zhain hanya mendengar pembicaraan mereka. Dia tidak mau mengambil kesimpulan apapun. Sebab, melihat dari gaya bicara dan sikap ibu dan saudara angkatnya yang terlihat sangat sinis terhadap Chandani.             Entah kenapa Zhain merasa bahwa hidup Chandani selama ini tidak bahagia bersama mereka. Dia juga merasa kalau mereka sedang bersandiwara sekarang ini. “Kau ini! Kenapa bilangnya sebatang kara Chandani? Apa kau tidak mau mengakui keluargamu sendiri?” tanya Arisha sedikit menyudutkan Chandani.             Leta dan kedua anaknya tersenyum menang. Mereka merasa keberuntungan berada di pihak mereka saat ini.             Zhain mulai jengah dengan pembicaraan mereka yang sedari tadi menyudutkan Chandani. Dia melihat Eyangnya, Ida juga hanya diam sedari tadi. Dia mengerti bahwa Eyangnya mencoba untuk menelaah keadaan yang terjadi. “Bagaimana pun keadaan Chandani, aku menerima segala kekurangannya. Aku menikahi dirinya. Bukan menikahi keluarganya. Dan aku hidup dengan masa depannya, bukan dengan masa lalunya.” Zhain mulai bersuara dingin. Dia lalu menatap lekat Chandani. Seraya mengirim sinyal isyarat, bahwa dirinya siap untuk menikah.             Chandani menundukkan kepalanya. Dia takut dengan tatapan tajam Zhain ke arahnya.             Arisha hanya diam mendengar ucapan sang anak. Dia tidak percaya bahkan sampai berpikir, pelet apa yang Chandani gunakan sehingga bisa merebut perhatian semua keluarganya, terutama Mama mertuanya yang dikenal galak.             Sedangkan Ida dan Zhaka, mereka sangat bahagia karena Zhain membela Chandani disaat sulit seperti ini.             Dipta, dia tentu merasa lega. Karena calon suami Chandani bersikap protektif terhadapnya. Dengan begini, Dipta sudah siap melepas Chandani bersama pria pilihannya dan siap menjalankan amanah terakhir dari almarhum kedua orang tua Chandani. Yaitu menikahkan putri mereka dengan pria yang akan menjadi suami seumur hidupnya.             Walaupun Dipta masih belum percaya dengan takdir baik yang Tuhan berikan kepada putri angkatnya, Chandani. Tetapi Dipta yakin, bahwa Zhain akan menjaga putri angkatnya dengan baik.             Chandani hanya bisa diam sedari tadi. Dia tidak tahu harus berbuat atau mengatakan apa. Karena dia merasa tidak ada hak untuk berbicara saat ini. ..**..             Hari-hari telah berlalu. Sejak kedatangan keluarga Zhakaria Afnan ke kediaman keluarga Pradipta Salaman, mereka memutuskan rencana pernikahan Zhain dan Chandani dipercepat menjadi 2 minggu.             Seluruh keluarga besar Zhakaria Afnan dan keluarga besar Arisha Cantara sangat terkejut mendengar kabar bahagia dari keluarga mereka. Pasalnya yang mereka tahu selama ini kalau Zhain tidak memiliki hubungan spesial dengan seorang wanita. Tapi sekarang, tiba-tiba sudah mengumumkan rencana pernikahan saja. Bahkan rencana pernikahan tersebut akan digelar dengan sangat mewah.             Zhain menyerahkan semua urusan pernikahannya dengan WO ternama di Indonesia. Dia melakukan apapun yang diperintahkan oleh sang WO. Termasuk menjalankan sesi prewedding photoshoot. Bahkan Zhain sengaja memilih designer ternama Indonesia untuk mengurus rancangan pakaian yang akan mereka kenakan saat hari H pernikahan mereka.             Zhaka dan Ida tentu sangat bahagia melihat Zhain ikut terjun langsung untuk mengurus pernikahannya. Mereka pikir Zhain akan menolak perjodohan ini. Tapi ternyata mereka salah menilai Zhain. Mereka sudah bilang pada Zhain untuk tidak perlu repot-repot mengurus semuanya sendiri. Tetapi dia bilang, ini adalah pernikahan pertama dan terakhirnya bersama Chandani. Jadi dia ingin merasakan pahit manisnya dalam merencanakan sebuah pernikahan. Selain itu, Zhain juga ingin mengajari Chandani untuk mengerti segala hal tentang pernikahan mereka. Dia bilang, dia ingin membentuk karakter Chandani agar mudah bergaul dan bersahabat dengan orang-orang baru. Karena Zhain pikir, setelah menjadi istrinya, Chandani tentu akan sering bertemu  dengan orang-orang kelas menengah ke atas. Jadi dia harus terbiasa dengan hal-hal yang berbau mewah. Mendengar penuturan langsung dari Zhain, membuat Ida dan Zhaka menjadi bangga terhadap cucu dan anaknya itu. Mereka yakin Zhain bisa membuat hidup Chandani bahagia. Zhaka sendiri juga sudah menyiapkan rumah khusus buat mereka berdua sebagai hadiah pernikahan khusus untuk putra dan menantu satu-satunya. Tetapi semua kembali lagi pada Zhain dan Chandani. Apakah putra dan menantunya mau tinggal bersama dengan mereka. Atau di rumah baru yang sudah dia siapkan khusus untuk mereka. Lalu, bagaimana dengan Arisha? Dia tentu saja mengacuhkan rencana pernikahan itu dari awal sampai akhir. Bahkan pada saat detik-detik ijab qabul putranya itu pun, dia masih saja berwajah muram. Kecuali bila di depan khalayak ramai, dia pasti akan bersandiwara seolah-olah dia sedang berbahagia karena putra satu-satunya akan segera melepas masa lajangnya. --**-- The Ritz Carlton Hotel, Jakarta., Pagi Hari.,             Saat ini semua keluarga sudah berkumpul di aula hotel berbintang lima ini. Sebagian keluarga Zhain bahagia melihat Zhain akan melepas masa lajangnya bersama pujaan hatinya. Sebagian lagi, mereka sedikit tidak suka melihat Chandani yang hanya berasal dari kalangan bawah.             Bahkan saat Arisha mengatakan bahwa Chandani tidak memiliki rumah dan tidak memiliki pendidikan apapun, membuat sebagian dari mereka yakin kalau Chandani menikah dengan Zhain hanya karena harta. Sungguh Arisha benar-benar licik dan tega terhadap Chandani yang polos dan lugu.             Zhain sudah berada di depan penghulu sekaligus berhadapan dengan sahabat almarhum papanya, Dipta. Dia sudah siap mengucapkan ijab qabul untuk menjadikan Chandani sebagai istri sahnya secara Agama dan Negara.             Dipta hampir menangis karena tak tahan melihat putri angkat kesayangannya akan segera menjadi seorang istri. Sedangkan Leta, dia sedikit terharu dan juga iri. Terharu karena Chandani segera mendapatkan sebuah keluarga yang bisa menjaganya kelak. Sehingga dia tidak perlu lagi menyesal karena sudah mengusir Chandani dari rumah mereka. Iri? Yah, sungguh rasa iri itu sangat besar dihatinya terhadap Chandani. Karena Chandani akan menikah dengan seorang pria konglomerat yang berasal dari keluarga kelas kakap. Apalagi dia tidak bisa membuat rencana pernikahan Chandani batal, hingga saat ini detik-detik Chandani akan sah sebagai istri seorang dokter yang kaya raya. Lalu, Sinta dan Sahya? Mereka hanya bisa diam. Sesekali tersenyum sok-sok ramah kepada siapa saja yang mereka lihat. Mereka tentu saja harus bersikap sopan dan ramah kepada orang-orang yang berasal dari kelas menengah ke atas. Mereka pikir, mereka harus mencari muka di pesta pernikahan Chandani. Agar bisa menarik perhatian laki-laki yang datang di pesta itu. Berharap mereka bisa mendapatkan salah satunya untuk dijadikan pacar. … Saat acara ijab qabul akan dimulai. Zhain mulai sedikit gelisah. Bulir-bulir keringat sudah bercucuran di dahinya. Tapi dia berusaha untuk tetap tenang. Walau bagaimana pun pertemuan awalnya dengan Chandani. Bahkan belum mengenal dia selama sebulan dan langsung menikah pun dia tetap mengakui bahwa sebuah pernikahan sangat sakral dan tidak boleh dipermainkan. Zhain sangat menghargai acara pernikahannya ini. Saat ini dia sangat gugup dan berulang kali mengatur nafasnya. Ida yang melihat cucu kesayangannya sekaligus pewaris satu-satunya keluarga Afnan terlihat begitu gugup, dia langsung mendekat ke arah Zhain. “Cucuku. Istighfar, Sayang. Terus lantunkan istighfar dalam hati. Terus berdoa supaya Allah mempermudah lidahmu untuk mengucap ijab qabul dalam sekali tarikan nafas,” bisik Ida di telinga Zhain.             Zhain hanya menoleh ke arah wajah Eyangnya. Dia tersenyum dan mengangguk paham. Hari ini adalah hari pertama dan terakhir yang harus ia lakukan di hadapan penghulu. Dia sudah meyakinkan hatinya bahwa Chandani Oyuri adalah pilihan Tuhan untuk menjadi istrinya.             Ida langsung mengecup singkat kening cucu kesayangannya itu. Lalu kembali duduk diposisinya semula.             Zhaka melihat Zhain dengan rasa bangga. Putra satu-satunya itu bahkan tidak melewatkan satu momen pun sejak acara lamaran hingga detik-detik menjelang ijab qabulnya saat ini.             Dia mengerti kalau putranya sangat gugup. Karena dia juga pernah merasakannya dulu, saat dia akan menjadikan Arisha sebagai istrinya. Dia lalu mendekatkan tubuhnya ke arah Zhain. “Putraku, istighfar terus sampai acara ijab qabul dimulai. Berdoa pada Allah agar semua diberi kelancaran. Dan ingatlah Nak. Apa yang terjadi di hari ini, itu karena kehendak, izin, dan restu dari Allah.” Zhaka berbisik ditelinga Zhain sambil menepuk pelan pundak putra semata wayangnya yang sebentar lagi akan melepas masa lajangnya.             Zhain tersenyum ke arah Papanya dan mengangguk iya. “Terima kasih, Pa. Sekarang Zhain baru menyadari bahwa ijab qabul lebih menegangkan dari pada menghadapi sidang pendidikan spesialis ku,” gumam Zhain serius dengan wajah tegangnya.             Dia tidak sadar, bahwa ucapannya itu seperti sekedar bercanda. Karena Papanya tersenyum geli mendengarnya. Hingga Zhain menggelengkan kepalanya. Dia tidak percaya kalau papanya ternyata menganggapnya sedang bercanda.             Sedangkan Arisha? Dia sungguh tidak betah berada di ruangan ini. Baginya, suasana di ruangan ijab qabul saat ini sangat panas. Dia sungguh tidak sanggup melihat putra kesayangannya itu harus menikah dengan seorang gadis biasa dan sok polos. Pikirnya, Chandani menikah dengan Zhain hanya karena menginginkan harta dan kekuasan keluarga mereka saja. Bagaimana tidak, dia masih ingat betul bagaimana cara bicara keluarga angkat Chandani yang mereka pikir adalah keluarga kandung Chandani. Mereka meminta ini dan itu sebelum menjelang proses pernikahan Chandani. Bahkan meminta mahar besar kepada putranya Zhain. ---**--- Beberapa hari yang lalu., Rumah Pradipta Salaman, Jakarta., Siang Hari., “Apa? Kalian minta sebanyak itu?!” tanya Arisha meninggikan suaranya, mengerutkan keningnya.             Semua orang mulai tegang. Saat ini mereka sedang membahas soal lamaran Chandani. Termasuk Sinta dan Sahya yang juga ikut bergabung bersama dengan mereka.             Leta menelan ludahnya dengan susah payah. Dia pikir, begitu susah untuk mendekatkan Zhain dengan salah sstu putrinya maka dia mengambil alternatif lain. Dia harus bisa mengambil kesempatan emas ini sebagai azas manfaat untuk keluarganya. Tentu saja ia meminta mahar yang sangat besar untuk Chandani.             Zhain terlihat biasa saja dengan ucapan ibu angkat Chandani, Leta. Dia sudah bisa menebak kalau keluarga angkat Chandani memang matrealistis sehingga meminta sesuatu hal yang menguntungkan mereka. Zhain masih tetap diam mendengar ucapan mereka. “Kalau kalian meminta segitu, kami pasti menyanggupinya. Benarkan. Nak?” tanya Ida pada cucunya, Zhain. “Iya, Eyang.” Zhain menjawab tegas dan singkat sambil melirik ke arah Chandani yang hanya diam menundukkan kepalanya sambil menggigit bibir bagian bawahnya.             Zhain tahu kalau Chandani saat ini sedang gugup. Dia merasa jika wanita itu sangat lemah sekali.             Leta tersenyum menang karena Zhain menyetujuinya. “Begini, seharusnya kalian bersyukur—” ucapan Leta terjeda karena Zhaka menyelanya. “Apapun yang kalian inginkan, kami akan penuhi. Kalian tenang saja,” ujar Zhaka tersenyum kepada mereka.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN