Part 41

2139 Kata
**** Pagi ini sikap Danen pada Aludra berubah, tak seperti biasanya. Danen yang biasanya membantunya dengan berbicara lembut sekarang sudah tidak. Pria itu membantu Aludra dengan bibir yang terkatup rapat. Danen masih berusaha mendiami Aludra. Tak menggubris sedikitpun ucapan Aludra. Hanya diam dan menyuapi sarapan wanita itu. Seperti sekarang. "Sudah. Aku sudah kenyang." Ucap Aludra ketika makanan pada piring sarapannya masih banyak. Biasanya Danen akan terus merayu Aludra untuk menghabiskan semua makanannya namun tidak untuk sekarang. Danen hanya diam, menjauhkan piring Aludra dan melanjutkan sarapan miliknya. Membuat Alex dan Bram yang melihat interaksi keduanya mengernyitkan dahinya. Aludra menundukan wajahnya dan terdiam melihat perilaku Danen. Selesai dengan sarapannya, Danen berdiri dari duduknya dengan kasar membuat suara kursi berdecit cukup keras. Lalu berjalan menuju pintu mansion tanpa menoleh sedikitpun ke arah meja makan. **** "Bagaimana dengan Alma? Apa dia bisa membantuku di sini?" Danen terus membubuhkan tanda tangan pada dokumen dokumen di depannya tanpa melihat Bram yang duduk di depannya. "Ya, Alma bisa membantumu. Tapi dia baru bisa ke sini tiga hari lagi." "Bagus. Lebih cepat lebih baik. Aku tak sabar ingin membuat Chandra sadar dengan level dia. Dan soal Jivar, sudah menemukan sesuatu?" "Belum, masih terlalu bersih. Namun aku menemukan sesuatu soal kecelakaan mama Aludra." "Katakan!" "Itu bukan kecelakaan biasa, semua seperti sudah diatur dengan cermat. Termasuk rem yang blong. Anehnya kasus ditutup satu minggu kemudian setelah kasus itu terjadi." Danen mengangguk paham. Jadi… kecelakaan itu sebuah kesengajaan. Dan ada pihak yang pasti diuntungkan dari kecelakaan itu. Namun siapa? Chandra kah? Untuk apa ia mencelakai ibu dari anak kandungnya? Atau ada musuh lain yang ingin menghancurkan Chandra. "Cari tahu lebih dalam lagi. Pasti kecelakaan itu masih ada hubungannya dengan Chandra. Mengingat Aludra adalah anak Chandra. Ada lagi?" "Tidak ada. Hanya ingin menyampaikan anda mempunyai jadwal makan siang bersama perwakilan Gunadhya Properti soal pembangunan taman yang akan dilaksanakan di Gunadhya village." Danen melihat jam tangannya dan menganggukan kepalanya. "Ingatkan aku satu jam lagi." Bram mengangguk namun tetap berdiri ditempat. Membuat Danen mengangkat satu alisnya. "Ada lagi?" "Boleh saya membahas selain pekerjaan sebentar?" Tak biasanya Bram membahas hal lain saat di jam kerja. Danen pun penasaran dan mengangguk. Meng iya kan pertanyaan Bram. "Aludra belum makan apapun selain beberapa suapan darimu tadi pagi. Bahkan ia mengunci dirinya dikamar sejak kau pergi ke kantor. Para pelayan tak ada yang berani menghubungimu karena takut." "Ck. Akan aku urus nanti, setelah semua pekerjaan selesai." " Bagus, kau tahu kan menghadapi singa betina sangatlah sulit apalagi dalam keadaan bunting." "Sialan, kau mengatakan istriku singa betina sama saja kau menyamakan aku dengan Max." Bram terkekeh pelan melihat reaksi Danen."Aku rasa kau sama saja dengan Max. Bahkan kalian terlihat sangat mirip." "Terlalu banyak bergaul dengan Alex membuatmu menjadi aneh, Bram. Lebih baik kau menjauh saja dari pria tak berguna itu." "Jangan begitu, kalau bukan karena Alex. Semua data pribadi Gunadhya tak akan seaman sekarang" Danen ingin mengumpat namun apa yang di katakan Bram benar. Siangnya Danen terlihat melihat desain taman yang akan di bangun di perumahan mewah miliknya yang sedang dalam keadaan pembaruan. Perumahan mewah itu memerlukan suasana baru. "Bukan kah ini terlalu gersang? Perbanyak pohon rindang di bagian ini dan untuk kawasan playground lebih baik gunakan pasir untuk menjadi alas di bagian tertentu saja. Lainnya gunakan karpet sintetis supaya tidak terlalu kotor dan tidak melukai anak anak saat terjatuh. "Dan soal kursi taman, Pak. Salah satu desainer kita mengusulkan kursi dengan tempat duduk yang bisa di putar sisi atas bawahnya, sehingga ketika hujan kita bisa memutarnya dengan sisi bawah yang kering." "Bagus, gunakan kursi yang tanpa aling aling di atasnya seperti itu semua. Saya mau yang terbaik untuk pembangunan ini." "Baik, Pak. Akan saya usahakan yang maksimal. Atau bapak perlu bertemu desainernya?" "Tidak perlu. Untuk hari ini sekian terlebih dahulu." Danen berdiri dari duduknya dan disambut dengan cepat oleh kepala desain Gunadhya properti tersebut. **** "Tuan…" Kedatangan Danen di sambut dengan seorang pelayan yang mendatanginya dengan tergopoh gopoh. "Ada apa?" Danen menatap pelayan tersebut dengan tajam. Membuat sang pelayan tertunduk takut. "Nyonya, Nyonya Aludra pergi ke hutan dan belum kembali sampai sekarang. Beliau juga belum meminum vitaminnya dari tadi pagi." Seketika rahang Danen mengeras. "Siapkan vitamin dan makanan Aludra dalam lima belas menit." "Baik," Dengan terburu buru sang pelayan berjalan cepat ke arah dapur dan Danen berjalan menuju kamar. Melepas semua baju yang menyesakan itu dan mengganti dengan kaos hitam dan celana pendek kain. Style favoritnya ketika di rumah. Danen mengeluarkan handphone miliknya dan membuka aplikasi untuk mengakses semua CCTV di hutan. Menajamkan matanya untuk menemukan keberadaan Aludra dari layar kecil di tangannya. Tersenyum simpul ketika melihat Aludra yang duduk di depan kandang Max dengan menjadikan sandal miliknya sebagai alas duduk. Tangan mungil Aludra mengusap pelan kepala Max dengan tatapan sedihnya. Dan ia tahu apa yang membuat kesedihan dalam wajah wanita hamil itu. Tapi ia tidak akan menghentikan aksi diamnya pada wanita itu sebelum Aludra mengungkapkan apa yang telah disembunyikan wanita itu darinya. Mungkin saja dengan ini ia bisa dengan mudah membuat Aludra berkata jujur dengannya. Danen berdiri dan menutup handphone nya. Pria itu berjalan keluar kamar dan menuruni tangga. Sesampainya di lantai bawah, seorang pelayan menyambutnya dengan nampan berisi makan siang Aludra beserta minuman dan vitamin wanita itu. Danen menerima nampan itu dan langsung mengayunkan kakinya ke arah halaman belakang. Kali ini ia akan membawa golf cart hitam miliknya karena sedang membawa nampan berisi makan siang Aludra. Danen meletakkan nampan pada bangku di sampingnya duduk dan mulai menjalankan golf cart nya. Menjalankannya melewati hutan-hutan pada halaman mansion miliknya untuk mencapai kandang Max. Sesampainya di kandang Max, telinga Danen dapat mendengar Aludra yang sedang mencurahkan isi hatinya pada Max. Dan ia tersenyum melihat wajah malas-malasan Max yang dengan setia mendengarkan Aludra. Betapa menggemaskannya wajah Max sekarang. Mungkin jika bukan karena tangan Aludra yang mengusap kepalanya dan membuat hewan itu nyaman, Max pasti akan pergi meninggalkan Aludra. "Ck, Max, majikanmu itu sangat menyebalkan. Bagaimana caranya agar dia berhenti marah denganku, Max? Hah…. Aku benar benar ingin menjambak rambut indahnya." Max hanya terus melihat malas ke arah Aludra yang duduk tepat di depannya. "Ah, jangan nanti kepalanya pasti sakit. Bagaimana kalau kau gigit saja. Ah. Jangan, nanti ototnya pasti berbeda, tak semenyenangkan dulu. Ck, tolong aku Max," Aludra memberengut dengan dahi yang berkerut. Terlihat berfikir keras. "Kalo Danen masih marah bagaimana?" "Dan aku akan semakin marah jika kau tidak menghabiskan makanan dan meminum vitaminmu dari, Aludra." Danen dapat melihat keterkejutan dari punggung Aludra, dengan cepat wanita hamil itu berdiri dari duduknya dan membalikan badan ke arah Danen. Wajah berkerut Aludra menyambut Danen ketika pria itu menuruni golf cart nya dan meraih nampan yang ia bawa. Ia membuka kandang Max dan masuk dengan ekspresi dinginnya. Menghampiri Max yang langsung bersemangat mengaum melihatnya datang. Dan Aludra mengikutinya di belakang Danen. Danen meletakkan nampan di samping Aludra yang masih terdiam dengan keningnya yang berkerut. Danen mengabaikannya dan memilih berjongkok di depan Max sebelum berkata dengan dingin, "Makan makanan siangmu, Aludra. Juga jangan lupa dengan vitamin mu." Danen mengusapkan tangannya pada kepala Max, "Hai, Max. Bagaimana kabarmu hari ini?" "Danen, ini terlalu banyak." "Tidak untuk wanita hamil sepertimu, Aludra. Apa kau tidak ingat dengan janin yang ada di perutmu? Atau memang kau sengaja tidak meminum vitaminmu?" "Danen, aku hanya sedang tidak berselera makan." "Seharusnya kau tetap memaksa, Aludra. Bagaimanapun anakku juga membutuhkan makan dan kau sebaiknya tidak egois dengan memikirkan dirimu sendiri." Danen memalingkan wajahnya ketika matanya menangkap sesuatu yang basah mulai turun membasahi pipi Aludra yang mulai menggemuk. Ia tidak boleh luluh hanya karena air mata wanita itu. Ini semua juga untuk kebaikan dalam pernikahan mereka dan tentu agar Jivar tidak meremehkannya lagi. Danen mendengus kesal melihat tubuh Aludra yang bergetar dan dengan cepat ia mendekati Aludra ketika perempuan itu hampir saja memuntahkan makanan yang baru ditelan. Selalu seperti itu jika bukan Danen yang menyuapi Aludra. Makanan tak bertahan lama. Sepertinya anak dalam kandungan Aludra benar benar tak bisa lepas dari sang Daddy Danen mengulum senyumnya mengingat itu. 'Kau benar benar tak ingin jauh dari Daddy ya?' 'Baiklah, Daddy akan selalu menyuapimu. Tenang saja.' "Makan, Aludra. Simpan tangismu untuk nanti." Seketika air mata wanita itu berhenti walau hanya meninggalkan sesegukan namun mulutnya tak berhenti mengunyah semua suapan dari Danen. Hingga semua makanan dalam piring makan tersebut habis. Danen menyerahkan botol tumbler dan memberikan untuk vitamin Aludra. Dengan cepat wanita hamil itu meminum vitamin tersebut. "Sebenarnya…. Sebenarnya terakhir aku bertemu Jivar beberapa hari yang lalu, Danen. Tapi aku bertemu Jivar dengan tidak sengaja." Aludra berkata dengan wajah yang tertunduk. Sedangkan Danen hanya memberi respon diam. "Danen." Suara Aludra terdengar seperti rengekan di telinga Danen. "Danen… aku … aku minta maaf." Dan tangisan Aludra pun terdengar lagi. Danen menghembuskan nafasnya kasar. Dan mendekati wanita itu. Seketika itu juga Aludra memeluk dirinya dan terus menangis. Danen mengangkat tubuh Aludra seperti anak koala dan meninggalkan kandang Max. Membawa Aludra ke golf cart nya dengan sesekali mengusap punggung bergetar wanita itu hingga tenang. "Sudah?" Aludra mengangguk dengan lemas. Danen mengangkat dagu wanita hamil itu dan mengusap pipi cabi Aludra yang memerah karena tangisnya tadi. Danen menatap dalam mata hitam pekat di depannya. Begitupun Aludra yan menatap mata hazelnya. "Aku hanya meminta kau menghormatiku sebagaimana istri pada suami. Bertemu dengan laki laki tanpa izin suami apa itu benar?" Aludra dengan spontan menggelengkan kepalanya pelan. "Bagus. Jadi mulai sekarang, kemanapun kau pergi dan jika kau tidak sengaja bertemu dengan seseorang harus izin dengan ku. Apa kau bisa melakukannya?" Aludra mengangguk patuh. "Pintar," Danen mengusap kepala Aludra dengan lembut. "Sekarang kita pulang dan istirahat. Dan duduklah disampingku, Aludra. Atau apa kau masih mau duduk di pangkuanku?" Rona merah semakin menghiasi pipi Aludra karena ucapan Danen. Dengan pelan wanita itu turun dari pangkuan Danen dan duduk di kursi samping Danen. **** Aludra terlihat bersantai dengan kaki diluruskan pada sofa dan dengan handphone di tangannya. "Apa aku boleh ke sana, Aludra?!" Teriak Alex tiba-tiba. Aludra mendongakkan kepala terkejut. Karena suasana hatinya yang sedang berbunga-bunga dan perutnya pun sedang tidak merasa mual karena melihat wajah Alex, ia pun menganggukkan kepala dengan bersemangat. Alex tersenyum senang saat Aludra menganggukan kepalanya. Mungkin Aludra sedang dalam keadaan senang karena tak mual saat melihat dirinya. "Hewan apa itu aneh sekali?" Alex mengernyitkan wajahnya ketika melihat layar handphone Aludra yang menampilkan hewan berbulu putih yang mirip domba. "Apa itu jenis domba." "Jangan bodoh, Alex. Ini Alpacca." Dengus Aludra. Alex hanya menggaruk tengkuknya yang tidak gatal mendengar pernyataan Aludra. "Mereka sangat lucu bukan aneh." Ujar Aludra kemudian. "Kenapa tidak sekalian kau meminta Danen membelikan nya." Dengus Alex. Seketika Mata Aludra bersinar mendengar ucapan Alex. "Ck, jangan sembarangan, Alex." Danen datang dengan membawa s**u ibu hamil di tangan kanannya. Danen tak begitu suka hewan dengan tampilan lucu lucu itu. Hanya Mr. Grey hewan lucu normal di mansion ini. Karena lucu menurut Danen adalah hewan sejenis Zeus, Max dan Felix. "Memang kenapa, Danen? Aku ingin memilikinya." Aludra memandang Danen dengan mata boba hitamnya syarat akan permohonan. "Kau yakin?" Aludra menjawab dengan anggukan semangat "Baiklah." Alex membulatkan kedua matanya mendengar ucapan Danen. "Wah… kau benar benar akan menjadikan mansion ini kebun binatang, Danen." "Ini mansion ku jika kau lupa, Alex. Terserah aku akan menjadikannya apa. Lagipula siapa yang menyarankan istriku untuk meminta membeli Alpacca itu padaku?" "Ya, itu memang salahku dan baiklah aku sebagai penumpang di rumah ini tidak akan banyak berkomentar," Alex memutar bola matanya malas. "Akhirnya kau sadar diri, pendatang." "Ck, kenapa kau semakin jahat kepadaku Danen. Apa salahku?" Alex mulai mendramatisir. "Ck, hentikan dramamu, Alex," Danen meraih pergelangan tangan Aludra dan menyuruh wanita itu untuk berdiri, "Lebih baik kita masuk saja, Aludra. Ini sudah malam dan udara malam tak bagus untuk wanita hamil." Keduanya pun berjalan meninggalkan Alex yang masih mendrama ria. "Apakah Alpacca ku akan datang besok?" Danen memutar bola matanya, pertanyaan Aludra yang satu ini tidak berhenti memasuki telinganya sejak sore tadi. Wanita hamil itu bersikeras menanyakan padanya tentang hewan yang sudah ia belikan untuk wanita itu. Namun belum bisa ia bawa ke mansionnya lebih cepat karena para pengawalnya masih mempersiapkan untuk kandangnya. "Belum, Aludra. Mungkin akan datang lusa, karena kita uga harus membuatkannya kandang. Lebih baik kau bermain dengan dan Grey atau dengan Roxy terlebih dahulu. Tidak masalah bukan?" "Baiklah, tidak masalah. Tapi apa aku sudah boleh bermain dengan keduanya?" Tanya Aludra dengannya semangat. Namun senyum itu menghilang ketika Danen menjawab dengan celengan tegasnya. "Boleh, asal kau ingat jika bulu hewan tak baik untuk wanita hamil, Aludra. Aku hanya memperbolehkan mu untuk melihat mereka dengan jarak minimal dua meter dan tidak untuk menyentuh mereka. Aku tidak mau bulu-bulu mereka membuat kandunganmu bermasalah. Apa kau mengerti?" "Itu sama saja aku tidak bermain dengan mereka, Danen." "Kau bisa mengajak mereka bicara, Aludra. Seperti biasa." "Tapi biasanya aku akan mengajak mereka bicara sambil mengelus mereka. Kalau hanya berbicara saja tidak enak, Danen." "Kalau begitu kau bunuh saja Mr. Grey dan memasaknya. Itu akan jauh lebih enak." "Danen!!" Aludra dengan reflek memukul lengan Danen yang hanya memasang wajah tak bersalahnya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN