Part 42

2157 Kata
*** Aludra terus menerus memperhatikan halaman depan saat Danen semalam mengatakan bahwa alpacca yang ia minta akan datang hari ini. Bahkan wanita hamil itu tak sabaran menunggu hewan keinginannya itu dengan menunggu di kursi depan mansion. Membuat Danen tanpa sadar tersenyum melihat kelakuan Aludra. Seketika Danen mengingat dirinya jika menyambut semua hewan peliharaannya yang akan datang ke mansion ini. Senyum di bibir Aludra semakin berkembang tatkala truk fuso box memasuki pekarangan mansion Danen. Tak hanya satu namun dua truk fuso box yang sedikit lebih besar juga memasuki pekarangan mansion Danen. Dengan tak sabaran Aludra berdiri dari duduknya dan menuruni tangga di depan mansion. "Hati hati, Aludra. Jangan berlari." Wanita itu melihat ke arah Danen dan memberikan cengiran manisnya "Maaf." "Lucu sekali," Gumam Aludra tak kala seekor Alpacca kecil keluar dari truk fuso box yang berhenti tepat di depan mansionnya. Dengan tidak sabaran Aludra mendekati hewan berbulu putih itu. Dengan pelan ia mengulurkan tangannya dan membelai leher hewan berbulu wol tersebut. Seolah tahu pemilik barunya, Alpacca itu semakin mendekatkan diri kepada Aludra. Merasa senang dengan usapan Aludra. "Danen, boleh aku membawanya masuk? Mungkin dia lapar." Aludra terus melihat alpacca di sampingnya dengan mata yang berbinar takjub. "Jangan bercanda, Aludra. Semua hewan akan diberi makan sebelum diantar ke sini. Lebih baik berikan Alpacca pada pelatihnya untuk dibawa ke kandang." Seketika wajah berbinar Aludra menggelap. "Nanti saja. Aku masih ingin bersama Luca." "Luca?" "Hmm." Danen menghembuskan nafasnya perlahan. "Terserah kau saja." Danen berjalan menjauhi Aludra dan menuju carportnya, mengambil satu sepeda motor miliknya. Berhenti tepat di Truk fuso box satunya yang lebih besar. "Mau kemana?" Tanya Aludra penasaran. "Ke hutan sebentar, mau ikut?" Secepat kilat Aludra menggeleng. "Tidak, aku dengan Luca saja." Aludra membawa Luca memasuki mansion dengan memegang tali kendali yang berada di leher Luca. Danen pun mengangguk dan mulai berjalan menuju hutan di ikuti truk fuso di belakangnya. Terus membelah jalan di hutan dengan menunggangi motornya. Dan berhenti di depan kandang yang terlihat baru dan kosong. "Keluarkan." Mata Danen berbinar tatkala seekor Cheetah berusia tiga bulan keluar dari truk fuso tersebut. Danen memang lebih suka memasukan hewannya langsung pada truk dari pada di masukan pada kandang kecil terlebih dahulu. Ia tak suka melihat Hewan hewannya memiliki ruang sempit untuk bergerak. Bahkan untuk ukuran Cheetah berusia tiga bulan kandang itu terlalu besar. Namun Danen akan memberikan terbaik untuk hewan hewan kesayangannya. "Ya tuhan, kemarilah sayang." Danen meraih hewan kecil bertotol itu dalam rengkuhannya. Masih seperti kucing. Mengusap kepala hewan itu dengan gemas. "Ah… lebih baik kau di rawat di mansion terlebih dahulu." Seolah tak jauh beda dengan Aludra, Danen menutup pintu kandang. "Kalian bisa langsung pergi." "Baik, Tuan." Kedua orang yang mengantar Cheetah tersebut menunduk hormat sebelum pergi menaiki truk fuso box yang mereka bawa. "Mulai sekarang namamu Chester, ok." Danen membawa bayi cheetah tersebut dalam rengkuhannya kembali sambil membawanya menghampiri motor mewahnya yang terparkir di depan kandang Chester. Menaiki motornya dan menaruh Chester di depannya kemudian melajukan motornya ke arah mansion kembali. "Sudah datang?" Danen hanya mengangguk ketika bertemu Bram saat memasuki mansion miliknya. Ia pun berjalan menuju halaman belakang rumah dan melihat Aludra dengan Luca yang sama sama terduduk di atas rumput. "Kucing milikmu lucu sekali, Danen." Aludra berbinar senang melihat Danen yang datang dengan Chester di pelukannya. Danen meletakan Chester di rumput dan seketika kucing kecil itu berlari kesana kemari. Senang merasakan kebebasannya. "Ya, dia sangat lucu," Danen merentangkan tangannya, " Chester kemari." Tahu namanya dipanggil, Chester berlari mendekati Danen yang duduk di samping Aludra. "Wah… pasangan suami istri yang cocok sekali, sesama pecinta binatang. Lama lama mansion ini akan menjadi kebun binatang." Alex dan mulut julid nya memang tak terpisahkan. Pria itu berdiri dengan berkacak pinggang tidak jauh dari Danen dan Aludra. "Itu lebih baik, daripada melihat wajahmu terus menerus membuatku mual." Ucap Aludra kesal. Sejak hamil Aludra selalu melihat Alex seperti musuh bebuyutan. Tak jarang ia akan mengeluarkan kata kata pedas seperti sekarang, berbeda jauh dengan Aludra yang dulu selalu berkata lemah lembut kepada siapa saja. Sepertinya anak dalam kandungannya memang tak jauh beda dengan Danen. "Wah… kau memang semakin kejam, Aludra. Tak sesuai dengan hewan lucu di sampingmu itu.Tapi… kenapa dengan…" Ucapan Alex terhenti tatkala hewan yang dibicarakan menyemburkan ludah padanya dan kemudian berjalan menuju belakang badan Aludra. Alex terdiam kaku. "Sepertinya Luca tidak menyukaimu, Alex." Dengan kekehan di mulut Aludra. Sedangkan Danen dan Bram sudah tertawa terbahak bahak. "Kau pikir, aku menyukainya? Lihat saja aku akan menyembelih Luca mu itu." Geram Alex dengan mata yang siap mengeluarkan api. Dan berjalan memasuki mansion dengan langkah yang dihentak hentakkan. "Danen," Aludra menatap Danen lekat mendengar ucapan Alex. "Tidak akan terjadi. Tenang saja," Danen mengusap bahu Aludra. Menenangkan. "Luca pintar sekali." Puji Danen yang mendapat sambutan Luca yang mendekatkan wajahnya ke arah Danen. Seolah ingin mencium pria itu, namun di gagalkan oleh Aludra. "Jangan genit, Luca. Dia suamiku," Danen tertawa melihat hal itu. Pagi yang menyenangkan. Suasana yang hangat membuat Danen semakin menyukainya. *** "Alex, kau jemput Alma di bandara sekarang." Titah Danen yang disambut gembira oleh Alex. "Baik," Dengan semangat yang berkobar pria itu berjalan keluar dari ruangan kerja Danen. Pria itu menjulurkan lidahnya saat melihat Aludra memasuki ruangan dengan tatapan bingungnya. Danen mengernyitkan dahi melihat Aludra yang memasuki ruang kerjanya dengan wajah tertekuk. "Siapa Alma? Kenapa Alex menjemputnya?" "Hanya rekan kerja. Ada apa kemari?" "Aku ingin bermain dengan Luca. Tapi sampai nanti siang, apa boleh?" "Kau tahu jawabannya, Aludra." "Danen, kumohon…." "Harus kuingatkan berapa kali lagi, Aludra. Kau sedang hamil dan wanita hamil tidak boleh terlalu dekat dengan hewan. Bulunya…." "Tapi aku ingin bermain dengan Luca seharian, Danen." "Tidak, Aludra. Waktu bermainmu hanya satu jam setelah itu kau harus beristirahat agar tidak kelelahan." "Aku tidak akan kelelahan, aku berjanji tidak akan membuat tubuhku kelelahan." "Tidak, Aludra." "Tiga jam, biarkan aku bermain dua jam dengan Luca." Aludra memutari meja dengan rengekannya. Wanita hamil itu meraih tangan Danen dan memohon-mohon. "Aludra." "Danen, kumohon. Tiga jam setelah itu aku akan beristirahat." Danen menghela nafas sejenak. Berusaha sabar menghadapi Aludra yang berubah semenjak wanita itu hamil. Dan akan semakin parah saat wanita itu meminta sesuatu yang sangat sulit untuk ia kabulkan. Seperti sekarang, ia tidak mau bulu-bulu hewan itu mengganggu kesehatan Aludra karena kehamilannya. Namun wanita itu dengan keras kepala memohon agar keinginannya terwujud. Yang mau tidak mau membuat Danen dengan terpaksa mengabulkan permintaannya. Dan sekarang disinilah mereka, duduk di atas golf cart yang membawa mereka untuk bermain dengan Luca dengan Danen yang sengaja membuat agar Aludra tidak turun dari golf cart nya. Ia tidak mau Aludra turun dan memasuki kandang karena jika wanita itu sudah masuk kandang, maka tidak menjamin untuk wanita hamil itu tidak memegang hewan Alpacca itu. Danen sengaja memarkirkan golf cart hitamnya tepat di luar kandang Luca agar Aludra dapat melihat dengan jelas hewan peliharaannya. Bahkan hampir mepet dengan kandang hewan peliharaan baru Aludra itu. Danen menatap wajah kesal Aludra dari samping. Ia tahu ia sudah membuat wanita itu kesal, namun ini juga untuk kebaikan wanita itu. Ia tidak mau sesuatu terjadi dengan kandungan Aludra. "Seharusnya kau senang aku menuruti keinginanmu, Aludra. Bukankah kau meminta untuk tiga jam bermain dengan Luca? Tapi kenapa kau sekarang malah diam?" "Bermain yang kumaksud tidak seperti ini, Danen. Kenapa kau sangat jahat sekali padaku? Ini juga keinginan anakmu, Danen." "Tapi ini juga untuk kebaikanmu, Aludra. Aku tidak mau sesuatu terjadi pada kandunganmu." "Kemarin bahkan aku menyentuhnya sampai sore hari, Danen. Tapi kau tidak mempermasalahkan nya, bukan." "Ya, tapi itu berbeda, Aludra. Memangnya apa kau mau aku melarangmu untuk menyentuh hewan peliharaan barumu? Jika itu yang kau mau, seharusnya kemarin aku langsung membawanya saja ke dalam kandang." "Bukan itu yang kumaksud." Aludra menjawab dengan lirih. Kemudian wanita hamil itu menghela nafas dan membuangnya. Terus berulang kembali sampai akhirnya tangisnya pecah. Air matanya langsung berlomba-lomba turun membasahi pipinya yang sudah memerah karena kesal. "Aludra," Danen membulatkan mata terkejut melihat Aludra yang menangis dengan keras. Bahkan Luca yang awalnya tertidur langsung terbangun dengan terkejut. Hewan Alpacca itu berdiri dan langsung menghampiri sisi kandangnya yang terdapat Aludra dan Danen yang masih duduk di atas golf cart. Danen hendak menyentuhkan tangannya pada bahu Aludra, namun wanita itu dengan keras menolak sentuhannya. Membuat Danen merasa bersalah sekaligus bingung harus melakukan apa untuk menenangkan Aludra. "Aludra…." "Kau sangat jahat, Danen. Aku tidak mau lagi melihat wajahmu." "Aludra, maafkan aku. Aku hanya tidak mau sesuatu terjadi padamu. Apalagi kau sedang hamil, Aludra." "Ya, kau memang hanya memikirkan anakmu, Danen. Kau sama sekali tidak pernah memikirkan ku." "Tidak seperti itu, Aludra. Tenanglah." "Kau tidak pernah memikirkan perasaanku, Danen. Kau tidak pernah memikirkan kebahagiaanku. Yang kau pikirkan selalu tentang anak ini bukan aku. Bahkan kau menjaganya dengan ketat" "Aludra…." "Kau jahat, Danen. Aku tidak menyukaimu!!" Pekik Aludra sebelum melompat turun dari golf cart dan berlari memasuki hutan yang akan membawanya pulang ke mansion. Danen dengan cepat mengejar wanita hamil itu dengan golf cartnya. **** Danen memasuki kamarnya dan Aludra dengan terengah-engah dengan satu tangan yang mengusap keringat pria itu yang membasahi wajahnya. Ia menghela nafasnya dengan keras melihat tubuh Aludra yang saat ini sedang berbalut selimut tebal yang menutupi seluruh tubuh wanita itu. Dan ia masih dapat melihat getaran pada selimut itu yang menandakan tangisan Aludra masih belum berhenti. Danen melangkahkan kakinya dengan pelan menghampiri ranjang dan langsung duduk disisi Aludra. Ia menyentuhkan tangannya pada ujung selimut pada kepala Aludra dan hendak menariknya, tapi pukulan Aludra yang mengenai punggung tangannya membuatnya kembali menarik tangannya. "Menyingkirlah sebelum aku menggigit, Danen." "Maafkan aku, Aludra. Aku tidak bermaksud hanya memikirkan anak kita. Tapi kau tahu bukan jika sesuatu terjadi pada kandunganmu maka kau juga ikut merasakannya karena janin itu bertumbuh dalam perutmu." "Aku sudah tidak percaya dengan apa yang kau katakan, Danen. Jadi lebih baik kau diam dan pergi. Aku sedang tidak ingin melihat wajahmu." Danen tersenyum kecil, "Benarkah, tapi bukankah kau selalu ingin melihat wajahku? Bahkan kau memintaku pulang cepat dari kantor karena kau begitu merindukanku yang tidaj pulang-pulang karena kerjaan ku yang menumpuk." "I….itu dulu, bukan sekarang. Sekarang berbeda, aku sedang tidak ingin melihat wajahmu. Jadi bisakah kau menyingkir sekarang." "Sayang sekali permintaanmu tidak terwujud, Sayang. Kau tidak lupa buka jika ini kamar kita. Yang berarti aku juga punya hak atas kamar dan aku akan keluar jika aku mau." "Danen!!!" Danen tertawa keras. Seru juga mengerjai Aludra yang sedang dalam masa kehamilannya ini. Wanita itu begitu lucu dan menyenangkan, bahkan dalam keadaan marah sekalipun. Deringan pada ponsel Aludra lagi lagi mengintruksi keduanya. Jivar. Aludra memandang Danen dengan pandangan bertanya sedangkan Danen hanya mengedikan bahunya acuh. Entah mengapa melihat Jivar yang masih terus menerus mengganggu Aludra cukup mengusik Danen. Ada perasaan marah yang menyiksa dan Danen sangat benci "Biarkan saja." Tak lama kemudian panggilan tersebut mati namun sebuah notifikasi pesan terdengar. Dengan cepat Danen mengambil ponsel Aludra. Sedangkan Aludra hanya melihat apa yang di kerjakan Danen dengan menggigit bibirnya. Apa kau sudah mempertimbangkan tawaran ku, Sayang? Aku menunggu kabar bahagia darimu? "Apa yang harus aku jawab?" Tanya Danen. Aludra hanya diam dan menggeleng. Melihat respon itu, Danen pu menghapus nomor Jivar dan memblokirnya. "Apa kau marah?" Danen menatap Aludra dengan mata tajamnya. Dan Aludra menggeleng kan kepalanya. "Kau punya mulut, Aludra!" "Ti-tidak." Ucap Aludra pelan. "Bagus. Sekarang istirahat." Aludra pun mendekat ke arah Danen dan Danen menyambut Aludra. Danen mengusap punggung Aludra teratur dan tak lama kemudian Aludra tertidur. Danen memandang wajah Aludra yang tertidur pulas. Seandainya kau bukan anak Chandra? Apa yang harus aku lakukan kepadamu Aludra? Ingin berhenti memanfaatkanmu namun dendam tetap harus berjalan. Danen pun mengecup dahi Aludra sejenak dan menuruni kasur. Ia harus ke bekerja. "Danen." Panggilan riang itu menyambut Danen saat akan membuka pintu ruang kerjanya. Terlihat seorang wanita cantik nan tinggi dengan rambut lurusnya yang di cherly di bagian bawahnya. Badanya yang indah membuatnya bak model papan atas yang mahal. Danen menyambut dengan wajah datarnya. "Baru datang." "Ya, dan aku langsung kesini karena aku merindukanmu." Wanita itu mendekati Danen dan ingin mencium pipi Danen namun dengan cepat Danen menghindar. Danen benci disentuh oleh wanita. Terkecuali Aludra dan mamanya. Melihat penolakan Danen, wanita itu memaksakan senyumnya. "Apa kau mau ke ruangan mu?" "Kita berbicara di luar saja, Alma." Seketika wajah wanita itu mengkerut. Dan Danen tak memperdulikannya. Danen berjalan mendahului Alma ke ruang tamu mansionnya dan di sana sudah ada Bram dan Alex. Danen duduk di sofa single kesukaannya sedangkan Alma duduk tepat di sofa sampingnya. "Langsung saja, aku harap kita bisa bekerja sama dengan baik. Dan Alma kau bisa mulai bekerja besok. Besok akan aku beri tahu masalahnya dengan detail. Dan …" "Danen," Sebuah suara khas orang mengantuk mencuri perhatian ke empat orang dewasa tersebut. Keempat orang tersebut melihat ke depan lorong dan terlihat Aludra yang setengah mengantuk berdiri di sana. "Aku di sini, Aludra. Kemarilah," Aludra mendekat ke arah Danen namun langkahnya berhenti saat melihat wanita cantik yang duduk di dekat Danen. Aludra menundukan wajahnya ketika melihat pandangan menilai dari wanita cantik tersebut. Mungkin malu. Namun wajah Aludra menunjukan ketidak sukaan pada wanita tersebut. Sedangkan Alex memandang senang dengan kebekuan suasana karena pertemuan Alma dan Aludra. Betapa menyenangkannya pertunjukan di hadapannya sekarang.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN