Part 5

1258 Kata
*** Kedatangan Aludra di klinik mencuri perhatian beberapa staf dan orang orang yang berada di sana. Bukan, bukan karena kecantikan ataupun keterlambatannya. Namun, karena sosok pria tampan nan gagah yang berada di mobil Rolls Royce Phantom yang Aludra tumpangi ikut turun keluar. Aludra bergegas berjalan dengan menundukkan wajah dan mempercepat jalannya. Dia semakin ingin mengumpat ketika sosok yang menjadi perhatian semua orang itu juga ikut keluar dari mobil dan berjalan memasuki klinik. Danen berjalan dengan santai tanpa terganggu dengan perhatian beberapa orang yang menatapnya kagum. Melihat tatapan nafsu dari lawan jenis dan rasa kagum orang lain, bukan hal baru baginya. Bahkan entah berapa kali ia digoda untuk diajak naik ke ranjang oleh banyak wanita. Dengan cara diam-diam atau secara terang-terangan bahkan frontal. Ia tak pernah tertarik melayaninya. Hanya dengan melihat baju para wanita yang menggodanya saja Danen merasa jijik, apalagi untuk menyentuh mereka. Sehingga banyak yang menggosipkan dia gay, dan memangnya ia peduli. Danen menahan senyum gelinya melihat kelakuan Aludra yang berjalan terbirit di depannya. Seolah enggan tertangkap basah berada di sekitarnya. Perempuan itu menghilang di ujung lorong sedangkan ia membuka pintu ganda di sampingnya. Senyum geli yang semula terbit di bibirnya langsung lenyap bersamaan dengan tubuhnya yang memasuki ruangan dibalik pintu ganda yang ia buka. Mendatarkan mimik mukanya. Satu alis dokter Faris naik ketika melihat pemilik Felix itu muncul dari balik pintu ruangannya tanpa ketukan. Ya, siapa lagi. “Tak biasanya kau datang kemari sepagi ini.” Danen menggelengkan kepalanya pelan dan berdehem sebentar. Mengedikkan bahu dengan acuh.  “Tidak ada. Kebetulan aku ada sedikit pekerjaan di sekitar sini dan tanpa sengaja melihat bawahanmu tertinggal busnya. Jadi aku memberinya tumpangan.”   "Sejak kapan seorang Danendra peduli dengan hal sekecil itu? "     Danen merespon dengan mengedikkan bahunya. “Mungkin karena suasana hatiku yang sedang baik, jadi aku bermurah hati memberinya tumpangan secara cuma-cuma.” "Kau yakin akan bergerak sejauh itu, nak? " "Bahkan untuk membuka pintu otomatis saja, anda harus bergerak di depannya, Dok.. Aku hanya mendekat pada lawanku. Apa salah?" Danen terdiam sejenak, berusaha menyelami manik mata dokter Faris. Menebak apa yang ada di pikiran pria paruh baya yang ia sayangi. "Bukan kah itu tak adil untuk Aludra? Orang tuanya yang bersalah, dia yang menanggung." Mendengar tebakakannya yang benar, Danen menumpukan kaki kanannya pada kaki kiri.  "Hidup selalu tak adil pada beberapa orang, Dok. Jika anda lupa." Desisnya dengan lembut yang terdengar tajam.   Dokter Faris hanya membisu ketika mendengar sindiran  Danen, Ia mungkin sedikit lupa. Setidak adil apa sepuluh tahun kehidupan Danen. Dan tak seharusnya ia membahas hal tersebut.   Dengan badan yang gemetar dan tangan yang berlumuran darah. Danen berusaha untuk berjalan secepat mungkin. Kegelapan pada jalan villa milik orang tuanya sedikit membantu Danen tak terlihat apalagi dengan baju dan celana hitam yang ia kenakan. Remaja berusia belasan itu terus memaksakan badanya untuk berjalan     ' Ia harus selamat '  ' Ia harus  menuntut kebenaran dari kematian orang tuanya suatu hari nanti '   ' Ia harus menghukum semua pelakunya'    Sebuah cahaya dari sebuah mobil membuat Danen terkejut dan berusaha lari menuju hutan yang mengelilingi jalan tersebut. Naasnya sebuah akar pohon membuatnya terjatuh. Danen gemetar ketika mendengar suara langkah yang semakin mendekat. " Nak,"    Menyadari  bahwa itu bukan suara yang ia kenali, tanpa sadar Danen menghela nafas lega.    Manik matanya menangkap seorang pria paruh baya seusia ayahnya yang menatapnya penuh keterkejutan karena melihat penampilannya yang amat sangat berantakan. " Kau tak apa apa, nak?"  Kepala Danen mengangguk dengan tertunduk dalam.  " Sebaiknya kita mengobati luka pada kakimu, kau bisa terinfeksi, "  pria paruh baya tersebut menunjuk menggunakan dagunya pada kaki kanan Danen. Seketika Danen melihat kaki kanannya yang sobek lumayan dalam, darah segar menampakan dirinya tanpa malu. Kekhawatiran membuatnya tak sadar bahwa akar pohon itu tak hanya membuatnya jatuh, namun juga membuat luka yang lebar pada kakinya.  Mau tak mau, ia pun mengikuti pria paruh baya tersebut. Selain untuk mengobati lukanya, mengikuti pria paruh baya asing itu pun juga akan menjadi satu-satunya cara untuknya menyelamatkan nyawa dari para pria k*****t yang telah membunuh kedua orang tua nya. Walaupun tidak ada satupun yang mengetahui keberadaannya yang menyaksikan hal keji tersebut. Danen mengerutkan dahinya ketika pria paruh baya tersebut membawanya pada klinik hewan, bukan ke klinik umum. Membuatnya merasa bak hewan liar yang terluka.  " Maaf membawamu kesini, saya yakin kau tak akan mau menjadi  pusat perhatian dengan penampilan  seperti itu. Masuklah. "    Danen mengikuti langkah pria tersebut dengan jalan yang terpincang. Ketika memperhatikan sekelilingnya, hanya beberapa lampu yang hidup dan kenapa pria itu bisa masuk saat tulisan 'Close' jelas terpajang di depan pintu. " Duduklah."  Danen mengabulkan perkataan pria tua tersebut. Mata remaja itu tak pernah lepas mengikuti semua pergerakan pria paruh baya tersebut, yang entah mempersiapkan apa.  Danen sedikit meringis ketika merasakan sebuah usapan kapas yang telah di beri alkohol pada luka di kaki kanannya. " Namaku Faris, namamu siapa anak muda?" Danen hanya diam membisu, ia tak akan bisa mempercayai seseorang lagi. Tidak  lagi. Setelah kejadian tadi yang menewaskan kedua orang tuanya. Pria paruh baya itu hanya mengangguk seolah paham jika remaja di depannya tak mau nyaman.  Danen terus melihat sekeliling dengan khawatir. Dan Faris seolah tahu kekhawatiran itu.   " Ini salah satu klinik hewan milik ku, tenang saja tak akan ada yang menyakitimu di sini, "     Sorot kekhawatiran sedikit menghilang dari mata Danen. Namun Faris tau bahwa sinar kegelapan pada mata remaja di depannya itu tak hilang sedikitpun. Entah apa yang telah dialami anak tersebut sehingga menghilangkan cahaya dalam hidup remaja di depanya. Sorot mata remaja di depannya  sangat gelap, teramat gelap bagaikan Vantablack yang tak akan bisa dimasuki cahaya sedikitpun. Dan Dokter Faris melihat kegelapan itu di mata Danen sekarang. Danen berdiri dari duduknya yang tenang melihat keterdiaman dokter Faris. Kedua tangannya bergerak merapikan setelan jas mahal yang ia kenakan. Danen tahu, bahwa pria paruh baya di depannya itu merasa bersalah karena ucapannya tersebut.   "Anda tahu dokter, masalah tak akan selesai hanya dengan pisau tumpul."   Satu detik kemudian Danen menghilang dari pintu ruangan dokter Faris. Emosi Danen sedang melonjak dan ia tak ingin membuat dokter Faris terluka. Bagaimanapun dokter Faris adalah orang yang Danen hormati seperti orang tuanya.  Danen melihat Aludra  di depan pintu ruangan dokter Faris dengan wajah tertunduk, namun  ia sedang tak berselera untuk melihat gadis itu sekarang. Perkataan dokter Faris benar- benar membuatnya mengingat setidak adil apa hidup Danen terdahulu. Jiwa Lucifer dalam dirinya sedang memberontak dan bukan saat yang tepat untuk melampiaskannya pada Aludra.  " Bram!" Begitu bunyi  panggilan diterima, suara berat Danen yang penuh tekanan membuat Bram paham apa yang harus dilakukan.   " Baik. Tuan, semua agenda akan saya kosongkan untuk hari ini. "    Begitu puas dengan jawaban Bram. Danen menuju mobilnya dan berkendara menuju rumahnya. ***  " Dor ….. dor …. dor …" Suara tembakan menggema dalam area mansion sayap kanan Danen.  " Dor …. dor …. dor ….  dor ….."    Mulut CZ - 75 P- 01 shadow berwarna hitam di tangan Danen terus mengeluarkan timah panas dengan membabi buta. Namun, emosi pemiliknya belum reda. Padahal, ini sudah ke-3 kalinya Danen mengganti magazine pistolnya.  Pada saat peluru magazine keempatnya telah habis, Danen menghembuskan nafas berat lalu menarik objek tembakannya. Sudah tak berupa, semua bagian pada foto Chandra yang ia jadi kan objek sudah hancur, berlubang di setiap sisinya. Namun kepuasan belum ia rasakan. Ia harus benar- benar membuat Chandra merasakan hal yang lebih menyakitkan dari apa yang ia rasakan 14 tahun lalu. Chandra harus tahu, ia bukanlah petasan yang ketika dinyalakan  hanya akan melukai diri sendiri. Namun ia adalah bom. ketika ia dinyalakan, maka ledakannya akan menghancurkan siapa saja yang menyalakan nya dan juga orang orang di sekitarnya. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN