Satu gelas penuh jus wortel, tomat, dan seledri tanpa tambahan s**u dan gula tersaji di atas meja kerja Harry. Bau khas dari jus tersebut menguar ke sekitarnya.
Aroma yang menggoda indra penciuman sekaligus indra perasa milik Ratu itu berasal dari meja sang bos.
"Kau tidak tertarik? Sluuurp!" tanya Harry yang meminum jusnya dengan sengaja membuat suara di setiap sruputannya.
Saliva di tenggorokan Ratu naik turun. Namun ia tak ingin mengganggu acara minum sang bos.
"Aku akan nikmati ini sendiri jika kau tidak tertarik."
"Si-si-silakan, Pak!"
Ia harus tetap menjaga image sebagai seorang sekretaris.
"Ratu ...?"
"Iya, Pak?"
"Di sini bekas bibirku," ujar Harry sambil tersenyum miring, ia menunjuk pada jejak setengah lingkaran yang basah di pinggir gelas.
Rona merah pada apel pipi Ratu pun tercipta. "Apa maksudnya berkata seperti itu?" tanya Ratu dalam hati.
Harry pun berdiri sambil mengangkat jus dalam gelas tersebut. Ia berjalan mendekat ke arah Ratu.
Nyeees!
Harry menempelkan gelas jus pada pipi Ratu, hal tersebut membuat suhu dingin menjalari hingga ke leher wanita itu.
"Kau mau ...?" bisik Harry memancing Ratu.
Gelas yang masih menempel di wajah Ratu, membuat wanita itu menggeser posisinya sedikit.
"Pak, maaf. Apa saya boleh kembali ke meja saya?"
"Oh, silakan! Aku akan memanggilmu jika sudah selesai!" Harry menarik gelasnya kembali.
"Baik, terima kasih. Permisi, Pak!" Ratu pun pergi dari ruangan Harry secara elegan untuk menutupi detak jantungnya yang sedang berdebur dengan keras.
"Ada apa denganku? Mengapa aku berdebar seperti ini?" ujar Ratu seorang diri sambil memegangi dadanya yang kembang kempis. "Tidak! Tidak! Mereka orang yang berbeda! Aku tidak boleh begini!"
Sementara itu, Harry yang akhirnya duduk kembali mejanya setelah kepergian Ratu. "Menarik!" serunya sambil menyeringai tipis.
*
Ratu terdiam di mejanya kembali. Meja sekretaris yang ada di depan ruangan CEO.
Dia masih memikirkan tentang fenomena bosnya yang memesan jus berkomposisi sangat mirip dengan kesukaannya.
Selama Ratu mencari tahu tentang Harry, Ratu sama sekali tidak menemukan sesuatu tentang jus sayur-sayuran.
"Dia bukan Harry! Pak Harry ini cukup unik," gumam Ratu sambil membuka berkas laporan.
"Bu Sonya menyimpan berkas yang ingin ditandatangani pak Harry? Kok dia nggak bilang dulu sih?" Ratu menemukan berkas baru yang sebelumnya tidak ada di mejanya. Sepertinya mantan bosnya itu menyimpan berkas tersebut saat Ratu sedang berkeliling bersama Harry tadi.
Ratu pun membuka ponselnya. Ia berfirasat jika Sonya pasti akan mengabarinya lewat ponsel.
Dan ternyata benar saja. Ada beberapa panggilan dan pesan pada nomor pribadinya.
Ratu pun mengintip bosnya itu melalui celah jendela. "Dia masih meminumnya?" Ratu berniat memberikan berkas tersebut untuk dibaca oleh Harry.
Ratu memperhatikan bosnya itu dari kejauhan. Terlihat Harry sedang menyeruput jus itu pelan-pelan seperti sedang memainkannya.
"Apa benar dia seorang CEO? Kenapa suaranya bisa semirip ini dengan orang itu?" Ratu menggumam seorang diri.
Wanita itu pun langsung berhenti memperhatikan bosnya. Dia kembali beralih pada ponselnya.
Bagaimana keadaan Sonya hari ini? Apa direktur pemasaran itu sudah menemukan sekretaris baru? Ratu masih memikirkan bos lamanya dalam hati.
"Aku merasa bersalah pada Sonya. Seharusnya aku yang menemukan calon sekretaris terlebih dahulu, sebelum aku dipindahkan ke posisi ini," gumam wanita itu sambil mengirim pesan basa-basi pada Sonya.
Baru beberapa menit berselang.
Tuk tuk tuk
Sepasang sepatu terdengar mendekat. Ratu menoleh ke arah lift, dia mendapati seseorang keluar dari lift tersebut dan berjalan mendekati Ratu.
Seorang wanita cantik berambut hitam lurus, tubuh tinggi semampai dengan lekuk yang berkelok sekelas gitar Spanyol. Menggunakan dress ketat di atas lutut, tas dan aksesoris bermerk, dan sepatu ber-hak tinggi.
Ratu berdiri dan menunduk sedikit badannya untuk memberi salam. "Selamat pagi, Nyonya. Ada yang bisa saya bantu?" sapa Ratu pada wanita tersebut.
Wanita itu tidak menjawab dan langsung melewati Ratu begitu saja.
Ratu yang sudah sering mengalami hal seperti ini, langsung berdiri dan menghadang wanita itu dengan tegas.
"Saya mohon maaf, Nyonya! Pak Harry belum bisa anda temui. Sebaiknya anda membuat janji terlebih dahulu."
Wanita cantik itu membalas tatapan Ratu dengan tampang angkuhnya. "Kamu ... siapa?"
"Perkenalkan, saya Ratu, sekretaris dari Pak Harry. Saya yang mengatur pertemuan beliau dengan pihak lain."
"Itu jika masalah kantornya Harry. Aku tidak ada kaitannya dengan itu." Wanita itu melepas kacamata hitamnya. "Jadi sebaiknya kau minggir!"
"Maaf, Nyonya. Tapi kita sekarang sedang berada di kantor. Ada baiknya anda menghormati peraturan kantor kami." Ratu masih menghadang posisi wanita itu.
"Saya ini tunangannya, Harry! Kamu jangan halangi saya atau aku minta Harry memecatmu!" Wanita itu berteriak di depan wajah Ratu.
Sekali lagi, Ratu adalah Ratu. Yang tidak mudah kalah walau dengan presiden sekalipun. Selama dia tidak merasa bersalah, dia tetap akan memperjuangkan kebenarannya.
"Tuan saya tidak akan memecat saya hanya dengan alasan seperti itu!"
"Cuih!" Wanita itu hampir mengeluarkan ludahnya pada Ratu. "Kamu terlalu percaya diri."
"Jika anda tidak ingin membuat janji untuk bertemu, sebaiknya anda segera pergi atau saya panggil security!" ancam Ratu.
"Kurang ajar! Wanita rendahan! Akan kusampaikan pada Harry, kau pasti dipecat."
Wanita itu mengeluarkan ponselnya. Mencari-cari nomor dan berusaha menghubunginya.
Ratu masih setia berdiri di depan pintu menghadang wanita itu. Dia sama sekali tidak peduli dengan apa yang dilakukan sang wanita di hadapannya.
Berusaha menghubungi sebuah nomor namun ditolak berkali-kali, wanita itu merasa geram.
"Iish, sekarang malah berada dalam panggilan lain!" Wanita itu merasa kesal dan bertepatan dengan amarah sang wanita yang memuncak, telpon di meja sekretaris berbunyi.
Wanita itu menatap tajam pada Ratu. "Minggir! Kau angkat teleponmu sana!"
Tanpa beranjak dari tempatnya, Ratu mengambil gagang telpon dengan memasang wajah wanti-wanti pada wanita yang mengaku sebagai tunangannya Harry.
"Iya? Oh, Pak Harry?"
"Itu Harry? kemarikan teleponnya!" Wanita itu berusaha merebut telepon dari tangan Ratu. Namun sebelah tangan Ratu menghadangnya.
"Pak, ada seorang wanita yang mengaku tunangan bapak, apa saya harus memberi izin padanya untuk masuk ruangan menemui anda?" Ratu mengacungkan telunjuk pada wanita itu memberi tanda agar wanita itu mau menunggu sementara Ratu sedang meminta izin pada bosnya.
"Dia pasti mengizinkan! Dasar nenek tua! Ribet!" umpat wanita itu.
"Baik, Pak. Akan saya lakukan seperti yang diminta oleh anda." Ratu pun meletakkan gagang teleponnya.
"Nyonya! Pak Harry, meminta anda untuk pergi sekarang juga karena dia sedang sibuk dan tak ingin diganggu."
"Apa?" Wanita itu berteriak tak percaya. "Kamu pasti ngarang! Minggir!"
"Nyonya, jika anda tidak mau menuruti akan saya panggil security!" ancam Ratu.
Ratu menekan sebuah tombol di balik mejanya berkali-kali. Tak sampai satu menit, tiga orang berpakaian satpam muncul dari arah lift.
"Maaf ya, Nyonya! Anda harus pergi dari sini dengan baik-baik, atau minta diseret oleh mereka." Ratu menunjuk pada ketiga satpam yang sudah berdiri di belakang sang wanita.
"Hiiish!" Wanita itu menghentakkan kaki dan berbalik. Dia berjalan dengan angkuh mengabaikan para satpam menuju ke dalam lift.
"Apa ada yang bisa kami bantu lagi, Bu?" tanya sang satpam.
"Tak perlu! Pergi dan ikuti saja wanita itu. Jangan sampai dia membuat ulah lagi di kantor." Ratu menegaskan.
*
Sementara itu dari dalam ruangan Harry saat pria itu masih menikmati segelas jus.
"Rasanya aneh!" komentarnya sambil mencecap rasa jus yang tersisa dalam lidahnya. "Dia memang menarik!"
"Sebaiknya kau minggir!" Sebuah suara sentakan terdengar gaduh dari luar.
"Jeslyn?" Harry menggumamkan sebuah nama saat ia sedang mendengar keributan.
Harry segera menuju jendela untuk mengintip apa yang terjadi di luar.
Bibir pria itu pun menyeringai saat mendengar bagaimana Ratu menghadang Jeslyn. Harry langsung bangkit dari tempat duduk dan mengintip melalui celah jendela.
"Maaf, Nyonya. Tapi kita sekarang sedang berada di kantor. Ada baiknya anda menghormati peraturan kantor kami."
Harry mendengar Ratu berbicara dengan tegas. "Tidak salah aku memilihmu, Ratu!"
"Saya ini tunangannya, Harry! Kamu jangan halangi saya atau aku minta Harry memecatmu!"
Kali ini suara Jeslyn. Harry tersenyum miring mendengar Jeslyn yang mengaku sebagai tunangannya. "Melihat posisiku sekarang, kau baru mau mengakuiku tunanganmu? Kau terlambat! Aku sudah dimiliki." Harry tersenyum, ia merasa bangga melihat ketegasan Ratu.
Ponselnya pun bergetar, ia melihat nama Jeslyn terpampang di layar. Sudah jelas ia akan menolaknya.
Dengan cepat sebelum Jeslyn meneleponnya lagi, Harry mencari nomor sekretarisnya dan langsung menghubungi nomor perusahaan yang terhubung pada meja sekretarisnya.
Tepat. Harry tersenyum gembira, melihat Ratu langsung mengangkat telepon itu tanpa berpindah dari tempatnya.
"Hai, Ratu. Ini aku!" seru Harry melalui telepon yang langsung dikenali oleh Ratu.
"Usir saja dia, aku sedang tidak ingin diganggu." Harry berbicara sambil tetap mengintip dari balik jendela.
Tak lama kemudian, Harry melihat Ratu memanggil satpam dan berhasil mengusir Jeslyn.
"Ratu! Kau memang sempurna untuk menjadi pendampingku!"
*
Bersambung~