Romi Menyebalkan

1354 Kata
Romi masuk kedalam apartemen Kinan membuat gadis itu melepaskan pelukan yang Satya lakukan. Satya menatap Kinan lalu tersadar jika di belakangnya ada Romi yang tengah berdiri memandang kearah mereka berdua. Kinan menatap Romi yang tampak menatapnya tidak seperti biasanya, Kinan menjauhkan tubuhnya dari Satya karena Romi mendekati mereka. Entahlah, mengapa ia merasa ingin menjaga jarak dari Satya. Satya menatap pria yang tampak berdiri tegak layaknya bodyguard yang menjaga Kinan dengan segala keahliannya. Jujur saja Satya merasa bosan dan jengah melihat pria itu saat ini, namun ia tidak bisa banyak berbicara dengan Kinan. Gadis itu belum sepenuhnya menerima kehadirannya di sana. “Sepertinya ini sudah malam, mari!” ucapan bernada usiran itu membuat Satya mendengkus kesal. Pria yang berdiri di belakangnya benar- benar menyebalkan. “Romi!” Kinan tampak menegur Romi yang terlihat keterlaluan. “Maaf Nona, malam ini saya harus laporan pada orang tua Nona, saya melakukan ini hanya sebatas pekerjaan tidak lebih!” Kinan menghembuskan nafasnya kasar mendengar ucapan yang Romi katakan. Pria itu benar- benar seperti bodyguard nya saat ini. Kinan menatap Satya dengan tatapan bersalah. “Maaf Chef, sepertinya kita akhiri dulu ya, kita bisa bertemu lagi besok!” Satya mengangguk setuju, ia tersenyum sambil mengusap kepala Kinan, Romi mendengkus kesal melihat hal itu, entahlah, ia tak suka ada pria yang menyentuh Kinan, meskipun hanya sehelai rambutnya. “Tentu, masih banyak yang harus kita bicarakan, dan kamu juga pasti sangat banyak pertanyaan yang timbul di benakmu, kita akan membahasnya nanti!” Satya beranjak dari duduknya lalu berjalan keluar apartemen Kinan, gadis itu mengikuti hingga tiba di pintu apartemennya. Romi turut mengikuti keduanya dan berdiri di samping Kinan. Satya hanya bisa menghela nafasnya lalu menatap Kinan lekat. “Aku pulang, besok akan aku hubungi lagi!” Satya hendak memeluk Kinan namun dengan cepat tangan Romi mendorong dadaa Satya. Satya mendadak terkejut lalu menatap Romi yang sedang berdiri di hadapannya menutupi tubuh Kinan. “Pergilah, ini sudah malam!” Romi mendorong Satya yang tampak menatapnya tajam, bak pengecut yang kalah telak, Satya seolah pria pecundang yang tengah berhadapan dengan kekasih gadis itu. “Masalah loe apa? Gue hanya mau memeluk Kinan,” teriak Satya mulai kesal. Kinan maju dan berdiri diantaranya. Romi hanya berdiri tenang menerima teriakan Satya di hadapannya. Pria itu tampak tidak perduli dengan sikap berontak Satya. “Romi, please, Satya ini temen aku, jangan bersikap seolah- olah dia penjahat!” Romi hanya menatap lekat ke dalam dua bola mata Kinan, pria itu tak menjawab ucapan Kinan, namun tatapannya membuat Kinan seolah terhipnotis ingin terus menatap mata tegas itu. “Kinan!” Kinan tersentak mendengar panggilan Satya, gadis itu tersadar lalu menatap Satya yang masih berada disana. “Ahh iya!” Kinan menatap Satya gugup namun ia berusaha menetralkan debar yang membuatnya merasa gugup. “Aku pulang sekarang, jangan lupa hubungi aku. Oh iya, bagaimana kalau kita pulang bersama, sepertinya tidak adil aku pulang dari sini tapi loe masih ada di Apartemen Kinan!” Satya menatap Romi yang hanya diam di hadapannya. Romi menoleh menatap Kinan. “Aku akan pulang setelah kau pulang!” jawab Romi dengan nada suara beratnya, Satya terkekeh mendengar hal itu. “Apa itu bisa di percaya?” Satya mendekati Romi yang sedang menatapnya. “Ya, Romi memang mau pulang, percaya padaku Satya!” Kinan berbicara dengan nada memohon di hadapan Satya, pria manis itu akhirnya undur diri setelah Kinan meyakinkan dirinya. Romi masuk kedalam apartemen Kinan diikuti Kinan yang juga masuk kedalam apartemennya. Romi mengambil mantelnya yang ia letakkan di kursi dapur. Pria serius itu sepertinya juga akan bersiap kembali ke tempat tinggalnya. Kinan memperhatikan dari ekor matanya, ia membersihkan gelas yang ada di meja yang mereka duduki tadi. Romi mendekati Kinan membuat gadis itu sedikit gugup. “Nona!” Kinan berbalik menatap Romi yang sedang memanggilnya. “Apa?” Kinan melipat kedua tangannya menatap Romi sedikit kesal karena sikapnya, namun merasa gugup karena mereka hanya berdua. Bukankah itu hal yang biasa, namun Kinan merasakan aura yang lain saat ini, entahlah. Mungkin hanya perasaannya saja. “Aku pulang, jangan lupa besok kita akan pindah!” Kinan menatap Romi dengan tatapan berkerut. “Pindah? Kenapa kamu dari tadi selalu bicara soal pindah- pindah mulu sih. Emang disini gak cukup? Aku nyaman di sini Romi!” Romi tidak menanggapi ucapan panjang lebar Kinan, pria itu malah berjalan bersiap pergi dan menggunakan sepatunya yang berada di rak sepatu. “Romi!” teriak Kinan kesal karena Romi malah meninggalkannya bukan malah menjawab. “Ini sudah perintah Nona, saya hanya menjalankan saja. Kita akan tinggal di sebuah rumah, tidak di Apartemen!” Kinan mengerutkan dahinya mendengar penjelasan dari Romi. Selalu saja alasan perintah setiap Kinan protes akan sikap yang Romi lakukan padanya. “Kamu bilang rumah? Kita akan tinggal satu rumah begitu?” Kinan menatap Romi horor dengan ucapan yang Romi katakan akan tinggal di sebuah rumah. “Jika itu di perlukan Pak Juna untuk menjaga keamanan Nona, apapun itu pasti akan terjadi!” “What!!” Kinan menatap Romi tak percaya dengan apa yang pria itu katakan, bagaimana mungkin mereka tinggal dalam satu rumah. Kinan terdiam di tempat memikirkan harus menghubungi ayahnya dan melakukan protes. Sikap Romi saja sudah membuat ia jengah, kini tinggal bersama pria itu lagi. Sepertinya ia harus kembali ke Indonesia saja kalau begitu. Romi tampak keluar dari apartemen Kinan membuat gadis itu menatapnya marah. "Romi!" teriak Kinan membuat Romi menatap ke arahnya, pria itu berbalik menatap Kinan dari kejauhan, gadis itu tengah berjalan mendekatinya. "Aku gak mau pindah dari Apartemen ini, bilang sama Papa begitu." Dengan wajah memerah menahan kesal Kinan mendekati Romi yang menatapnya dengan dahi berkerut. "Tapi keputusan ini sudah di tetapkan oleh Pak Juna, Nona. Jadi kita tidak bisa menolaknya!" Romi berbalik berjalan meninggalkan Kinan yang menatapnya tak percaya. "Ya sudah, kalau kamu gak mau bilang ke Papa, aku yang akan telepon Papa sendiri, dasar pria menyebalkan. Aku rasa gak akan ada wanita yang akan menyukaimu!" teriak Kinan di luar apartemennya di depan pintunya. Sementara Romi sudah berada di ujung lorong apartemen itu. Romi berdiri membelakangi gadis itu sambil menunggu lift terbuka. Ia memutar tubuhnya menatap Kinan yang ternyata masih berdiri di sana memperhatikan dirinya. Romi kembali mendekati Kinan, gadis itu memasang wajah sangarnya saat ini. "Masuklah!" Romi memerintahkan Kinan untuk masuk ke dalam apartemennya kembali. Kinan tetap berdiri di hadapan pintu sambil melipat kedua lengannya didadaa. "Aku gak mau, sebelum kamu bilang ke Papa kalau kita gak perlu pindah!" Romi tampak bertolak pinggang menatap Kinan lekat. "Nona mau masuk sendiri atau saya yang akan memasukkan Nona, dengan cara saya!" Kinan menatap Romi terkejut dengan ucapan pria itu, apa maksudnya itu. "Kamu gak ada hak untuk mengatur- atur aku, aku mau berdiri disini. Sampai kamu kabulin permintaan aku!" Kinan memasang wajah marah namun sedetik kemudian tubuhnya melayang dari pijakannya, Romi mengangkatnya dan membawanya masuk ke dalam apartemennya. "Romiii, turunkan aku!" teriak Kinan berontak akibat ulah Romi. "Romi, tur,_" Romi meletakkannya di sofa empuk itu dengan keras membuat Kinan sedikit terkejut dan menatap Romi dengan tatapan permusuhan. "Dasar pria kasar, kamu gak bisa turuni aku pelan!" Kinan mengusap bokongnya yang terasa sedikit sakit, yah meskipun tidak sesakit itu, karena Romi menurunkan di sofa. Romi tak menanggapi sama sekali ucapan Kinan. Gadis itu benar- benar kesal mendengar dari nada bicaranya. Romi keluar dengan langkah lebarnya dengan santai. Kinan yang tidak bisa berkutik lagi hanya bisa mendengus kesal. Romi menatap Kinan sebelum benar- benar pergi, tatapan mereka bertemu, satu yang Romi sadari, Kinan itu gadis yang manis, hanya sedikit keras. Kinan bertolak pinggang menatap Romi yang kini akan pulang dari apartemennya ia menatapnya kesal, dengan wajah merah karena ucapannya tak pernah di tanggapi Romi. Pintu apartemennya tertutup, Romi menarik sudut bibirnya melihat wajah kesal Kinan, gadis yang baru saja ia ketahui adalah putri tunggal dari atasannya itu sedikit mengusik pikirannya. Romi mengenyahkan pikirannya yang memikirkan gadis itu, ia harus profesional, tidak ada asisten yang mencintai putri dari atasannya. Dan Romi rasa Juna akan memilih dengan teliti suami untuk putri tunggalnya, tidak mungkin sembarang orang. Romi melanjutkan langkahnya lebar keluar dari gedung apartemen tersebut. Memperhatikan sekelilingnya melihat dan memastikan jika Satya benar- benar sudah pergi dari tempat itu. Baru ia pergi dari gedung apartemen itu, meninggalkan Kinan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN