Kafka memasuki rumah dengan napas terengah. Seperti habis marathon untuk mendapatkan hadiah yang begitu mewah. Dibiarkannya pintu terbuka dan tidak menemukan apa-apa di ruang tamu. Matanya berkeliling untuk menemukan Biandra. "Bi?" Panggilnya ke segala penjuru ruangan. Di kamar tidak ada, di- "Iya." Gadis itu menjawab dengan melongokkan kepalanya dari tembok. Akhirnya Kafka bisa bernapas lega. Ia berjalan ke arah dapur, di mana gadis itu sedang mencuci wajan. "Biarkan saja, Bian. Nanti Mbak ke sini lagi buat cuci." Kafka meletakkan dagunya di bahu Biandra, membuat gadis itu mematung. Juga tidak berani menoleh ke arah kirinya, di mana napas terengah Kafka masih tersisa, menghembus kencang. Hampir membuatnya goyah jika tidak berpegangan pada pinggiran wastafel. "P-pak, jangan gini," kat