Eps 8

1036 Kata
Tangan putih mulus itu melingkar dilengan Pangeran. Hampir semua mata tertuju para kedua manusia yang berstatus sebagai kekasih ini. Gadis cantik dengan tubuh yang sexi. Dress diatas lutut tanpa lengan dan cukup memperlihatkan d**a yang menonjol. Bibir merah menyala dan rambut yang dibiarkan terurai itu sangat mempesona. Pangeran tetap stay cool, berjalan mengikuti Intan yang menyeret tangannya. Menyalami Zia, sahabatnya sekaligus teman sekelas. Lalu beralih ke Gavin, cowok kelas dua belas dari sekolahan tetangga. Dia menatap tajam kearah Pangeran, kelihatan kurang suka dengan kehadirannya. Intan yang menyadari itu, segera menarik lengan Pangeran untuk menjauhi kumpulan mereka. Mengajaknya duduk di sofa yang melingkar, ada Caca dan beberapa pria lainnya, teman kelas dua belas semua. Pangeran hanya sedikit menyunggingkan senyum, memilih duduk dan mengeluarkan ponsel. “Beib, aku ke toilet bentar ya.” Bisik intan. Pangeran hanya ngangguk dengan senyum manis. “Kamu kalo mau pesen minum, pesen dulu aja.” “Iya, sayang. Ntar aku pesen. Jangan lama-lama, ya.” Pintanya dengan senyum manis. Inta langsung mengecup pipi Pangeran dengan lembut. Dia selalu gemas saat melihat senyum imut Pangeran. “Iya.” Pangeran kembali menatap ponselnya. Ada pesan masuk dari nomor tak dikenal. [Aaaku lqoar,] Mengerutkan kening saat menatap pesan singkat itu. Melangkah dengan santai, berjalan bak model menuju ke toilet. Tentu banyak pria yang menatap mesuum kearahnya. Bokoong bahenol dan daada menonjol itu, heemm. Ini club lho ya, bukan masjid. Wajar kan kalo isinya manusia model messum begini. Salah satu dari mereka mengikuti langkah Intan. Berdiri disamping toilet wanita menanti Intan keluar. Ngambil sebungkus rokok dari saku celana, lalu menyalakannya saat sebatang rokok sudah terselip dimulutnya. Kepulan asap mulai menyembul dari sana. Sreett! Menarik lengan Intan saat gadis itu keluar dari toilet. “Aaa!” teriak Intan karna cukup terkejut. “Gavin! Kamu ngapain?” “Gue kangen.” Gavin memeluk Intan dengan penuh kerinduan. Intan membalas pelukan itu. “Kamu jahat! Nggak pernah ada waktu buat aku!” Gavin mengurai pelukan. “Maaf, sayang. Zia meminta aku mengurus semua acara ini.” “Kapan kamu putusin dia? Katanya mau putus, malah ngadain acara kek gini.” Mulut merah menyala itu manyun. “sabar, sayang. Aku pasti putusin dia.” “Malam minggu kita kepuncak, yuk.” Rengek Intan yang memang suka berkelana. Gavin terdiam, terlihat sedang berfikir. “Ok, besok aku atur.” “Makasih, sayang.” Intan mengecup pipi Gavin sekilas dengan senyum bahagia. Gavin membingkai wajah Intan, mendekatkan wajahnya. Dengan cepat Intan menghentikan aksi Gavin. Menempelkan telunjuk dibibirnya. “Jangan! Aku nggak mau lakuin disini. Besok aja kalo kita dipuncak.” “Lebih?” pinta Gavin. Intan ngangguk. “Aku balik kedalam, ya. Pangeran udah nungguin.” Melihat anggukan Gavin, Intan kembali masuk kedalam club. Gavin menyunggingkan senyum, ngambil rokok yang ia taruh diatas pembatas dinding. ** Pukul 11.30pm Mobil sport warna merah memasuki parkiran rumah megah berlantai dua. Segera turun, mengunci remote mobilnya dan berjalan sambil bersenandung memasuki rumah. Keadaan rumah udah sepi. Itu artinya mama, papa dan bik Sari udah tidur. Pangeran ngambil sebotol air dingin dari kulkas dan membawanya menaiki tangga. “Yah, hilang. Nyarinya dimana ya.” Terdengar suara dari kamar Yuna. Bahkan lampu kamar itu masih menyala dengan terang. Karna penasaran, Pangeran menempelkan kupingnya kepintu. “Kok tulisannya jadi gede semua sih,” gerutu Yuna dari dalam kamar. “Eehh ... kok udah pindah diatas sih. Kok ada nama Pangeran disini?” Ddrrtt....ddrrttt Ponsel Pangeran kembali bergetar. Merogohnya dan mengamati layarnya. Ada sebuah pesan masuk lagi dari nomor tak dikenal itu. Kembali keningnya berkerut. [Iztoil] [Kangen BAPAK PENGEN KE JOGJW] Menggaruk tengkuknya dan kembali berjalan masuk ke kamarnya. Keluar ke balkon setelah berganti pakaian. “Kok Cuma ada nama pangeran aja sih? Namanya Arga nggak ada?” Kembali terdengar suara Yuna yang menggerutu. Rasa penasaran itu muncul lagi. Pangeran mendekati kamar Yuna. “Dasar bodoh!” merutuki Yuna karna pintu balkon tak dikunci. Membuka pintu itu dan dengan percaya diri masuk kekamar Yuna. Terlihat Yuna yang duduk diatas ranjang dengan ponsel layar tipis ditangan. Mulutnya manyun dengan jari telunjuk yang ngusap-ngusap layar. Ddrrtt....ddrttt Ponsel Pangeran kembali bergetar, pesan masuk dari nomor itu lagi. “Yah, tulisannya pindah lagi. Ini hape kok bikin kesel sih!” Mata Pangeran melotot saat menyadari sesuatu. Melangkah mendekati istri sahnya itu. “Jadi yang dari tadi ngirim pesan itu elo?” “Aaaa!!” teriaknya cukup keras. Pangeran langsung naik keatas ranjang, membungkam mulut Yuna dengan tangan. “Jangan berisik! Gue nggak mau ngapa-ngapain elo!” bisiknya tepat didepan wajah Yuna. Mata mereka saling tatap. Yuna mengedip-ngedipkan mata, lalu ngangguk dengan cepat. Pangeran mulai melepaskan tangannya. Ikutan duduk bersandar papan ranjang disamping Yuna. “Ngapain lo ngirim pesan nggak jelas gitu!” tanyanya dengan kesal. “Pesan apa sih? Aku nggak ngerti. Aku nggak ngirim apapun.” Elaknya, natap wajah Pangeran yang kelihatan sangat kesal. “Elo dibeliin hape sama mama?” menatap ponsel bersoftcase warna biru polos dipangkuan Yuna. Yuna ngambil ponsel itu. “Iya, tadi mama ngasih ini. Tapi ini nggak ada gunanya.” Mulutnya manyun. Pangeran merebut ponsel itu, mulai mengusap layarnya. Terlihatlah isi chat yang memang terkirim kenomornya. “Susah banget. Aku nggak bisa pakai. Dari kecil aku belum pernah punya hape. Sekali punya bikin pusing.” “Hahahha ....” tawa Pangeran lepas saat membaca semua chat yang Yuna tulis. Memang sama persis dengan yang masuk ke ponselnya. “Kenapa ketawa?” Yuna menatapnya dengan kening berkerut. “Lo ngapain nulis nggak jelas gini? Dikirimnya kenomor gue pula. Dasar gaptek!” Yuna manyun lagi, melipat kedua tangannya didepan. “Sini, gue ajari.” Menarik lengan baju Yuna untuk mendekat kearahnya. Yuna menurut, mepet ke Pangeran dan melihat ponsel yang sedang Pangeran pegang. “Setelah nulis, elo kirimnya ditombol yang atas ini. Makanya langsung ke kirim ke nomor gue.” Yuna cemberut lagi. “Kenapa bisa kekirim ke nomor kamu?” Pangeran menghembuskan nafasnya. “Soalnya ini ada dilayar chat nomor gue.” “Ya udah, pindahin. Jangan dikamu. Di layar punya ....” diam, berfikir. Bahkan dia tak memiliki teman. “Punya Arga, atau Awan atau Heni atau punya Yuni.” “Elo punya nomor mereka?” Yuna geleng kepala. Lalu teringat sobekan kertas yang waktu itu Arga kasih. “ada, waktu itu kan Arga ngasih nomor.” Pangeran menarik lengannya saat Yuna hendak turun ngambil kertas itu. “Mau ngapain?” “Ngambil nomornya Arga.” “Ogah! Gue nggak mau masukin nomornya.” Yuna cemberut. “Dasar, izroil jahat!” kembali menyandarkan tubuhnya kepapan ranjang. “Gue ajari cara pesen taxi online sama ojek online lewat aplikasi.” Akhirnya Yuna dan Pangeran asik bermanin ponsel. Dengan serius Yuna memperhatikan tangan gesit Pangeran yang sudah canggih. Berulang kali juga Yuna gagal menirukan cara-cara yang Pangeran ajarkan. Pukul 2.00am Kedua manusia berstatus suami istri itu tidur diranjang yang sama.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN