Awan mengulurkan tangan saat Ayuna sudah mendudukkan p****t dikursi sampingnya. Ayuna menjabat tangan Awan.
“Awan Seakraz,” memperkenalkan diri sambil nyengir, memperlihatkan gigi gingsulnya. Cukup manis untuk badboy semacam Awan.
Ayuna membalas senyumnya. “Salam kenal ya.”
“Salto,” sahut Awan dengan cepat.
Yuna mengerutkan kening. “Aku kan ngajak kenalan, bukan ngajakin salto.”
“hahahah ... elo lucu banget sih. Gemes, pengen nyokot.”
“Eh,” Yuna begidik ngeri menatap Awan.
“Becanda, Na. Ya kali gue nyokot lo di kelas gini.”
Bhuk!
Pangeran nimpuk kepala Awan pakai buku paket. “Berisik lo!”
“Annyiing! Sakit, bego!” mengelus kepalanya.
Ayuna noleh, matanya sempat bertatapan dengan pangeran beberapa detik. Tapi dia segera kembali menatap kedepan. Cukup kaget, karna ternyata dia sekelas sama suaminya.
Suasana kelas kembali diam, hanya terdengar suara Bu Fatma yang menerangkan rumus-rumus didepan kelas. Sedangkan Awan sudah menguap sedari tadi. Berusaha tetap melek agar tak dapat hukuman.
Beda lagi sama pangeran yang sedari tadi merhatiin istrinya dari sisi samping belakang. Wajah yang dulu kelihatan kucel itu sekarang berubah putih berseri. Sangat cantik dan menggemaskan dengan pipi agak merona alami itu.
Mamanya memang top untuk urusan perawatan wajah dan fashion. Memang sudah bertekat merubah Yuna menjadi seperti cewek tipe Pangeran. Dan sepertinya berhasil.
“Apa sih lo! Ngagetin aja!” marah saat lengannya disenggol Zainal.
“Pangeran! Maju kedepan dan jelaskan apa yang tadi ibuk sampaikan!” perintah bu Fatma.
“Mampus lo, Baabi!” ledek Yuda.
Pangeran membuang nafas memalui mulut, mulai beranjak untuk kedepan kelas. Nonyor kepala Yuda dan Mico sebelum melangkah menjauhi kursinya.
“Anjiing lo, Ran!” Mico tak terima karna rambutnya jadi berantakan.
“Suruh ngapain, buk?” tanyanya dengan santai saat sudah didepan kelas.
Bu Fatma berkacak pinggang, menatap Pangeran dengan kesal. “Baju nggak dimasukin, rambut dicat, kancing juga nggak dikancingin. Nggak dengerin pelajaran juga! Mending kalo nilai kamu bagus semua. Nilai selalu merah! Paling tinggi juga lima. Gitu aja bangga! Suka bolos dan tawuran!”
Pangeran menggaruk tengkuknya, entah, kali ini merasa sangat malu karna ada Yuna didalam kelas. Yang udah pasti mendengarkan penuturan bu Fatma tentang kejelekannya.
“Pacaran aja yang nomor satu! Kamu pikir pacaran bisa bawa kamu meraih sukses, hum?!”
“Suksesnya kalo di pelaminan, Buk.” Sahut Awan yang udah menertawakan Pangeran sejak tadi.
Pangeran melotot kearahnya, mengepalkan tangan dan menunjukkannya pada Awan. Yuna menaikkan ujung bibir sambil geleng kepala. Lalu mengarahkan jempol terbalik kerah pangeran.
Kali ini Pangeran melotot tak percaya dengan yang Yuna lakukan. Ternyata cewek itu diam-diam merendahkannya. Baru saja mulut Pangeran terbuka, ingin mengatai Yuna dan Awan, Bu Fatma lebih dulu menghukumnya.
“Keluar! berdiri didepan kelas selama pelajaran saya!” perintah bu Fatma dengan suara melengking.
“Ya, Buk.” Jawabnya, lalu ngeloyor keluar dari kelas. “Nyesel udah masuk kelas. Tadi netep nongkrong di kantin pasti lebih asik.”
“Ngomong apa kamu?!”
“Eh, enggak kok. Ingat, tadi lupa ambil uang kembalian di kantin.” Bohongnya sedikit menoleh kearah Bu Fatma.
°°
Tet! Tet! Tet!
Bel tanda istirahat telah berbunyi. Bu Fatma segera keluar dari kelas setelah memberikan beberapa pekerjaan rumah. Yuna masih sibuk menyalin beberapa rumus dibuku tulis. Sementara Awan, mengamatinya dari tadi.
“Ke kantin yuk. Gue traktir.” Ajaknya.
Yuna menoleh, sedikit tersenyum. “Enggak, aku mau belajar. Banyak banget yang tertinggal.”
“Kantin, wooi!” teriak Mico pada Awan yang masih santai duduk disebelah Yuna.
“Kalian duluan aja, gue nyusul.” Tolak Awan.
“Cie ... cie Abang Awan mau modusin anak baru cie ....” ledek Yuda.
“Kambing lo pada! Pergi sono!”
Kedua temannya itu cengengesan, jalan keluar kelas dengan congkaknya.
“Kamu kekantin aja, Wan. Aku nggak akan ke kantin kok.” Ucap yuna tanpa menatap Awan.
“Itu sih gampang.” Kembali Awan menatap keseriusan Yuna. Wajah seriusnya terlihat begitu menggemaskan.
Yuna mulai merasa risih dilihatin terus. Menoleh kearah Awan, yang ditoleh langsung nyengir. “Ngapain sih, liatin aku terus? Belum hafal sama mukaku?”
“Iya, pengen hafalin biar melekat diingatan.”
Mendengar gombalan Awan, Yuna tertawa kecil. “Dasar!” umpatnya, lalu kembali dengan buku didepannya.
“Eh, kenapa kamu pindah ke Jakarta? Bukannya di Jogja itu sekolahnya juga bagus-bagus ya?”
Yuna hanya tersenyum dan geleng kepala menjawab pertanyaan Awan.
**
Waktunya pulang sekolah, Yuna mulai berkemas. Dari jam ke empat sampai terakhir, Pangeran dan ketiga temannya tak lagi mengikuti pelajaran. Tentu membolos.
Sesampainya diparkiran, Yuna menghentikan langkah saat melihat Pangeran yang dicium dengan mesra oleh Intan. Maksudnya cium pipi ya, lalu Intan naik ke jok belakang. Dengan mesra pula Intan memeluk tubuh Pangeran dari belakang.
Pangeran melirik sekilas wajah Yuna yang terlihat dari kaca spion. Ada rasa tak enak, pengen nyamperin atau sekedar bertanya ‘pulang naik apa?’, memilih diam dan langsung melajukan motor meninggalkan sekolah.
“Na, pulang naik apa? Bawa mobil? Motor?” tetiba Awan muncul dibelakangnya. Sudah memakai hoddie yang menutupi kepala.
“Uumm ... bus.” jawabnya ngasal.
“Hahah ... nggak ada bus yang lewat sekolah kita. Gue anterin aja, yuk.” Tawarnya sambil membenarkan tas ransel yang tersampir dibahu.
“Nggak usah, Wan. Makasih.” Tolaknya, dia melangkah meninggalkan Awan.
Keluar dari gerbang, nengok kekiri kanan. Bingung mau jalan kearah mana. Teringat sesuatu, dia nggak tau alamat rumah untuk pulang. Menepuk jidatnya sendiri. Lalu kembali lagi masuk ke halaman sekolah.
“Pak,” panggilnya pada Pak Satpam yang ada didalam pos.
Pak satpam mendongakkan kepala. “Iya, kenapa, dek?”
“Bapak kenal Pangeran? Anak kelas 11.” Tanyanya.
“Oh, kenal atuh, dek. Kenapa emang?”
“Bapak tau nggak dia tinggalnya dimana?”
Pak satpam sedikit menyunggingkan senyum. “Rahasia dong. Pasti kamu ini salah satu penggemarnya, kan?”
Yuna mendekik, terkejut saat disangka salah satu penggemar Pangeran.
Sebuah motor ninja warna putih berhenti dibelakang Yuna. Awan si pengendara, membuka kaca helmnya.
“Ayo naik. Gue anter.” Tawarnya lagi.
Yuna menggeleng. “Nggak usah, Wan. Aku naik ....” nggak nerusin kata-kata, karna bingung juga mau naik apa. Tadi pagi dikasih duit sama mama mertua 200rb, tapi nggak tau alamat rumahnya. Berjalan mendekati Awan. “Kamu bisa kasih tau alamat rumah Pangeran?”
Awan mengerutkan kening. “Kenapa? Elo naksir dia?”
Dengan cepat menggeleng. “Bukan, bukan begitu. Tapi ....” ragu untuk bilang.
“Kenapa?” Tanya Awan lagi.
“Aku serumah sama dia, dan aku lupa jalan pulang, termasuk alamatnya.” Menunduk karna malu.
“Behahahhaha ... hhfffttt” Awan menutup mulut untuk menghentikan tawa. “Bentar deh, elo serumah sama Pangeran?” meyakinkan yang didengar. Yuna ngangguk. “Elo siapanya dia?”
Yuna menggigit bibir bawah. “Aku ... se---sepupunya.”
Kembali kening Awan berkerut. “Yaudah, aku antar yuk.”
“Sebutin aja alamatnya. Aku naik ... naik taxi aja.” Tolaknya lagi.
Awan tersenyum jail, menggelengkan kepala. “Gue antar atau gue tinggal?” memberikan pilihan.
Yuna sendiri bingung, nggak seharusnya seorang istri berboncengan sama cowok lain. Tentu takut jika mamanya tau, atau bahkan pandangan orang lain.
“Iya, aku mau diantar sama kamu. Tapi jangan jahil ya.” Setelah lama berfikir, akhirnya memutuskan untuk diantar Awan.
Mengacungkan dua jari di samping kepala. “Ok, janji.”
**
Yuna hanya diam selama diperjalanan, sama sekali nggak nanggapi Awan yang ngajakin ngobrol. Menaruh tas didepannya sebagai pembatas antara tubuhnya dengan Awan. Motor ninja putih itu berhenti tepat di depan pagar yang menjulang tinggi.
“Bener kan, ini rumah Pangeran?” sedikit menoleh kebelakang.
“Iya.” Yuna turun dari motor, merapikan roknya. “Makasih, ya.”
Awan menatap seseorang yang berdiri dengan wajah tertekuk di balkon lantai atas. Ada sebatang rokok yang tersemat disela jari.
“Sama-sama. Besok berangkatnya gue jemput ya.”
Yuna terbelalak. “Nggak usah. Aku bisa naik taxi. Mama ... maksudnya mamanya Pangeran bisa marah kalo aku udah dekat sama cowok.”
Awan malah tertawa kecil. “Tante Dina kenal sama gue, Na. Dia nggak mungkin marah lah. Biar besok gue yang ngomong sama tante.” Menyalakan mesin motor kembali, tersenyum dengan mengedipkan satu mata. “Gue cabut ya.”
Yuna segera masuk kedalam rumah, bahkan nggak menyadari keberadaan Pangeran. Menaiki tangga dan segera masuk kekamarnya.
Menaruh tas diatas meja, melepas sepatu dan mulai membuka baju seragam.
“Aaaaa!” jeritnya saat melihat ada Pangeran yang duduk di atas tempat tidur bersandar papan ranjang. Meraih kembali baju seragam yang udah tergeletak diatas ranjang untuk menutupi tubuh yang hanya pakai tanktop tipis.
“Kamu ngapain disini!? Sengaja kan, mau lihat aku ganti baju?!” yuna mulai nge gas.
Pangeran menggaruk kening yang tiba-tiba jadi gatal. “Iya sih.” Jawabnya dengan santai. Padahal niatnya tadi pengen nanya soal dia yang pulang diantar Awan. “Ngapain dadanya ditutupi, tadi udah lihat kok.”
Yuna melotot tak percaya sama yang diucapkan Pangeran. Semesum ini kah suaminya?
“Dasar mesuum!” ngambil baju ganti dan masuk ke kamar mandi.