Ranti sudah kembali di kontrakan. Rasa lelah di hari pertama Ranti membantu orang tuanya berjualan cukup terasa. Baru pertama juga Ranti ikut membantu orang tua mencari rezeki.
“Capek banget sih Bu! Panas, mana bau keringat!” Keluh Ranti saat tiba di rumah.
“Ya begitu Ran cari uang! Capek, pusing, bau campur aduk jadi satu. Sekarang kamu baru ngerasain kan? Kamu kalau minta apa-apa harus dituruti!” Sumi menjelaskan.
“Makannya itu Bu, Ranti gak mau kerja seperti Ibu! Apalagi sekarang sudah merasakan rasanya kerja di pinggir jalan, Ranti gak mau!”
“Seperti keinginan Ranti, aku mau kerja jadi sekretaris! Sudah tempatnya bersih, ber-AC, seragamnya bagus!” Ranti melanjutkan.
“Ya semoga saja kamu segera mendapatkan pekerjaan yang kamu inginkan! Semoga saja Angga segera memberi kabar!” Sumi hanya bisa berharap.
“Kenapa sih Bu, Ibu ini selalu berharap pada mas Angga? Padahal gak cuma mas Angga yang kerja kantoran. Ada mas Anton sama mas Dicky juga! Tapi Ibu selalu apa-apa yang dibilang mas Angga!” Ranti tidak suka.
“Soalnya menurut Ibu, Angga itu paling baik di antara Anton dan Dicky! Angga orangnya gak neko-neko. Terus dia itu belum punya pacar juga Ran.”
“Dan yang paling penting, Angga itu paling sukses di antara Anton dan Dicky. Katanya sih Angga sudah menjadi orang kepercayaan bosnya. Maksud Ibu kenalkan kamu sama Angga, biar kamu bisa dapat pekerjaan dengan mudah. Karena Angga sudah dipercaya sama bosnya!” Sumi kembali menjelaskan maksudnya selama ini.
“Oh gitu! Tapi kenapa ya, Ranti gak begitu suka sama mas Angga? Kayaknya orangnya dingin sama perempuan! Terus yang bikin Ranti lebih gak suka, masa iya Ranti disuruh kerja jadi OG Bu! Ya ndak mau Ranti! Jauh banget, masa dari sekretaris jadi OG! Kesannya Angga itu merendahkan Ranti banget!” Ranti menyampaikan rasa tidak suka pada Angga.
“Apa itu OG Nok? Kok Ibu gak ngerti, kerjaan apa itu?” Sumi ingin tahu.
“Office Girl Bu! Nek tempat kita ya tukang bersih-bersih! Ya aku gak mau Bu, masa jauh-jauh dari Jakarta-Solo cuma mau jadi tukang bersih-bersih! Di kampung juga banyak!” Ranti menjelaskan.
“Owalah, ada-ada saja anak sekarang! Lha wong tukang bersih-bersih kamu sebut apa tadi? O..?” Sumi tak ingat.
“OG Bu!” Ranti kembali menyebutkan.
“Yaitu, OG! Namanya bagus banget, padahal cuma tukang bersih-bersih!” Sumi menggelengkan kepala heran.
“Sebenarnya kerja OG itu gak masalah Ran, yang penting kan halal! Sekalian nunggu lowongan juga! Kan kamu tadi bilang, kalau gak suka kerja di pinggir jalan! OG kan di dalam kantor, berpendingin juga.” Sumi menjelaskan.
“Emoh Bu! Memang tempat kerjanya di kantor, tapi kan bersih-bersih. Gak mau aku Bu, malu kaya gak ada kerjaan lain saja!” Ranti tetap menolak.
Bagi Ranti, menjadi OG adalah pekerjaan rendahan. Pekerjaan yang kerjanya hanya jadi suruhan orang. Kerjanya paling bawah di kantor. Dan Ranti sangat tidak menginginkan itu.
“Padahal maksud Angga itu baik loh Ran! Mungkin dari pada melihat kamu kerja kepanasan, Angga menawarkan pekerjaan itu!”
“Bagi Ibu sih Angga gak salah! Justru itu usulan yang bagus, sekarang Ranti sudah tiba di Jakarta. Terus niat Ranti bekerja di Jakarta juga. Sekarang kan cari kerja susah! Apalagi kaya kamu yang hanya lulusan SMK Ran! Mbok kamu itu sedikit tahu diri to Ran?” Sumi menasihati.
“Terus maksud Ibu, Ranti yang salah? Ranti memang niat ke Jakarta untuk bekerja, mencari pengalaman. Tapi bukan untuk bersih-bersih Bu!” Ranti tampak kesal.
“Ibu ndak menyalahkan kamu! Kalau kamu ndak mau ya sudah! Ibu hanya menjelaskan, karena bagi Ibu setiap pekerjaan itu baik. Yang penting halal!” Sumi kembali menjelaskan.
“Kamu ndak usah ngambek begitu to? Nanti cantiknya anak Ibu ilang!” Sumi merayu Ranti.
“Ranti ndak ngambek Bu!” Ranti memajukan kedua bibirnya.
“Iya ndak ngambek, cuma kesal! Huh dasar, anak gadis! Ibu mau bersih-bersih badan dulu! Nanti kita lanjut lagi!” Kedua tangan Sumi mencubit gemas kedua pipi Ranti.
“Ih Ibu!” Tangan Ranti mencoba menyingkirkan kedua tangan Sumi dari kedua pipinya.
Sumi berlalu dari Ranti. Sumi ingin membersihkan tubuhnya yang terasa lengket karena keringat. Bagaimana tidak, seharian Sumi melayani pembeli di ruang terbuka. Di pinggir jalan raya, penuh debu serta asap kendaraan bermotor yang melintas.
Tapi itu sudah menjadi jalan rezeki Sumi dan Waluyo. Sumi terus menjalani dengan semangat dan pantang menyerah. Demi memenuhi kebutuhan hidup serta membahagiakan satu-satunya buah hati mereka, Ranti.
***
Sumi sudah membersihkan badan. Kini giliran Ranti membersihkan badannya pula. Ranti merasa badannya sangat kotor dan lengket. Karena bagi Ranti, ini pertama kalinya dia berjualan di jalanan.
Ranti terus menggosok tubuhnya dari keringat serta debu yang menempel. Ranti tak ingin kulit mulusnya tak seindah saat masih tinggal di Solo. Ranti memang selalu menjaga kecantikannya. Bagi Ranti, kecantikan adalah aset yang penting bagi wanita. Sebagai modal utama dalam mencari pekerjaan dan pasangan.
Pikiran Ranti menganggap setiap laki-laki hanya menilai wanita dari penampilan. Ranti pun berusaha menjaga tubuh serta kecantikannya.
Saatnya makan malam pun tiba. Ranti sudah berkumpul di ruang tengah bersama kedua orangtuanya. Menikmati kebersamaan di kontrakan sederhana di pusat kota Jakarta. Kemewahan tak tampak pada keluarga mereka. Namun, kebahagiaan selalu memenuhi tawa mereka.
Bagi Sumi dan Waluyo, bisa berkumpul dengan buah hati adalah kebahagiaan yang selalu dirindukan selama ini. Dan kini, semua kebahagiaan itu tidak hanya mimpi saja. Karena kebahagiaan berkumpul dengan Ranti sudah di depan mata.
“Bu, Ranti boleh tanya lagi gak?” Tanya Ranti usai mereka menikmati makan malam.
“Boleh, tanya saja! Kalau Ibu bisa jawab, pasti Ibu jawab!” Sumi santai.
“Itu, memang mas Anton sama teman-temannya setiap hari datang ke warung bakso Ibu? Kok Ibu bisa sedekat itu sama mereka?” Tanya Ranti ingin tahu.
“Ya gak setiap hari juga Ran! Tapi sering, dan kalau mereka ke warung Ibu pasti mesti ngobrol dulu sama Ibu. Ya entah apa yang diobrolkan. Tapi ada saja yang mereka tanyakan sama Ibu.” Sumi menjelaskan.
“Pantas mereka dekat sama Ibu! Terus mereka bertiga kerja di mana Bu? Di bagian apa?” Ranti kembali mencari tahu.
“Mereka bertiga kerja di kantor depan warung bakso Ibu. Gedung yang paling besar itu loh! Kalau bagiannya sih Ibu kurang begitu tahu. Yang Ibu tahu, yaitu Angga katanya jadi orang kepercayaan bosnya. Sementara Anton dan Dicky menjadi bawahan Angga. Tapi jabatan mereka di kantor katanya tinggi.” Sumi kembali menjelaskan.
“Kamu kenapa kok tanya begitu?” Sumi ingin tahu.
“Gak Bu, Ranti hanya ingin tahu. Karena mereka kan yang akan membantu Ranti mencari pekerjaan yang Ranti inginkan. Gak salah kan kalau Ranti ingin tahu pekerjaan mereka? Lagian selama di Jakarta baru mereka teman Ranti.” Ranti menjelaskan.
“Kamu benar Nok! Biar kamu bisa mengenal mereka lebih dekat! Nanti kalau kamu kenal mereka lebih dekat, kamu gak akan sungkan lagi sama mereka!”
“Mereka bertiga laki-laki yang baik. Cuma kalau Anton memang paling cerewet dan suka bercanda dibanding Angga. Angga lebih banyak diam dibanding Anton dan Dicky. Katanya sih pikiran Angga terlalu fokus sama perkerjaannya.” Sumi banyak menjelaskan.
“Ibu tahu banyak juga ya soal mereka? Tapi kenapa ya Bu, Ranti lebih suka sama mas Anton dibanding Angga ataupun Dicky? Kayaknya orangnya asyik gitu! Bisa lebih menghargai wanita.” Ranti jujur.
“Kenapa kamu bisa ngomong begitu? Bagi Ibu semua sama, sama-sama baik di mata Ibu. Angga juga gak begitu orangnya! Angga menghormati Ibu, sama seperti Anton dan Dicky!” Sumi menerangkan apa yang dia lihat dan rasakan selama ini. Selama kenal dengan Angga, Anton, dan Dicky.
“Gak Bu! Mas Anton lebih menghargai wanita! Buktinya dia gak suka saat mas Angga menawarkan pekerjaan OG pada Ranti! Katanya wanita secantik Ranti gak pantas jadi OG! Pantas jadi sekretaris apa bosnya! Berarti kan mas Anton itu menghargai wanita. Gak kaya mas Angga! Ranti gak suka sama sikap mas Angga!” Ranti menilai dari perkenalan pertama mereka.
Ranti yang masih polos soal menilai sikap seseorang, hanya bisa menilai dari kesan pertama. Bagi Ranti Angga tak bisa menghargai wanita. Karena Ranti yang menginginkan jadi sekretaris justru ditawari jadi seorang OG. Pekerjaan yang menurut Ranti rendahan dan tak ada harganya.
Berbeda dengan Anton. Anton selalu memuji Ranti. Anton juga tak setuju dengan penawaran Angga. Karena menurut Anton, kecantikan Ranti tak pantas sebagai OG. Ranti justru pantas jadi sekretaris seperti keinginan Ranti. Bahkan Anton juga memuji Ranti, kalau Ranti pantas juga menjadi bos. Ranti sangat senang mendengar pujian dari Anton.
“Ranti, kamu jangan pernah menilai orang dari ucapan pertama yang kamu dengar! Angga memang pekerja keras, mungkin dia menawarkan kamu jadi tukang bersih-bersih biar kamu gak menganggur. Biar kamu gak kepanasan. Kalau kamu ikut jualan Ibu kan kepanasan, berdebu pula!” Sumi berusaha menjelaskan.
“Kerja keras sih kerja keras Bu! Tapi kalau jadi tukang bersih-bersih ya ndak mau aku! Pokoknya Ranti ndak suka sama mas Angga. Biar mas Anton saja yang carikan kerjaan sekretaris buat Ranti!” Ranti kesal.
“Ran, kalau yang cari informasi lebih banyak jadi kan kemungkinan dapat kerjaan lebih mudah! Sudah kamu gak usah seperti anak kecil begitu! Begitu aja ngambek!” Sumi menasihati.
“Bilang aja Ibu belain mas Angga! Mentang-mentang Ibu dekat sama mas Angga! Jadi Ibu selalu bilang mas Angga baik. Padahal Ranti sudah bisa menilai sendiri, mana laki-laki yang baik dan laki-laki yang tidak baik! Kaya mas Anton sama mas Angga itu.” Ranti keras kepala.
“Memangnya kamu tahu apa tentang laki-laki? Kamu kan baru lulus SMK, masih terlalu muda untuk bicara soal laki-laki! Ibu ingin kamu fokus kerja dulu!” Sumi tidak suka dengan ucapan Ranti.
Selama di Jakarta, Sumi memang tidak tahu dengan sikap Ranti. Sikap Ranti yang senang berganti-ganti pasangan. Meski hanya sekedar cinta monyet. Yang Sumi tahu hanya mengirim uang untuk sekolah Ranti. Serta membiayai hidup Ranti dan Suti, ibunya.
“Iya Bu, Ranti kan hanya menyampaikan apa yang mereka bicarakan kemarin! Meski baru kenal, mas Anton sudah banyak memuji Ranti. Beda sama mas Angga yang seolah merendahkan Ranti. Mentang-mentang Ranti dari kampung! Terus mas Angga seenaknya suruh Ranti jadi tukang bersih-bersih! Ranti membela diri.
“Terserah kamu saja Ranti! Ibu capek jelaskan sama kamu! Cuma pesan Ibu, kamu jangan pernah menilai orang dari kesan pertamanya saja! Kalau kamu sudah mengenal dekat baru kamu bisa menilai orang itu baik atau tidak!”
“Tapi kalau ketiga pembeli Ibu itu memang baik-baik semua. Jadi Ibu gak masalah kalau kamu mau dekat mereka. Kamu bisa belajar dan tanya-tanya pengalaman mereka!” Sumi berpesan.
“Iya Bu! Jadi Ranti boleh dekat dan berteman sama mereka? Makasih ya Bu!” Ranti senang.
“Iya, tapi kamu harus ingat batasan-batasannya! Bagaimanapun kalian sudah dewasa. Kamu perempuan dan mereka laki-laki, jangan terlalu dekat juga!” Sumi menasihati.
Saat ini teman Ranti baru ketiga pembeli bakso warung Sumi. Sumi tak mau melarang Ranti dekat dengan ketiganya. Karena ketiganya juga yang nanti akan membantu Sumi dan Ranti mencarikan pekerjaan.