Truth or Dare

1225 Kata
Rizky memutar botol bir kosong yang dijadikan dadu. Botol itu berputar sesaat dan melambat, lalu berhenti ketika menunjuk Dhea. Ninda dengan sigap melemparkan pertanyaan. "Truth Or Dare?" Dhea berpikir sejenak dan memilih Truth. "Siapa pacar pertama lo?" Ninda melemparkan pertanyaan, sambil tertawa.  Dhea menengok ke arah Galih, dengan pandangan meminta maaf. Dia segera menjawab "Deni. Teman SMP." Galih pura-pura ngambek, disambut tawa Rizky si biang rusuh dengan lemparan gelas air mineral kosong. Botol diputar kembali dan kali ini jatuh kepada Ito. Rizky gerak cepat "T.O.D?" Ito mengeluh, sambil melayangkan sumpah serapah. Ito memilih Dare, pertanyaan Rizky lebih horor katanya kalau dia harus jawab jujur. Rizky pun menantang Ito untuk minum kopi campur garam, Galih segera mengambil garam di dapur Villa. Sekilas aku melihat Ninda yang bersender manja pada Bima, mereka terlihat baik-baik saja. Aku menggelengkan kepala pelan, berharap semua bayangan tentang Bima berjatuhan. Gerry merangkul bahuku, aku bertekad untuk kembali fokus ke hubungan kami. Ito sedang melaksanakan tantangan dari Rizky sambil melepeh-lepehkan kopi (pasti asin) yang habis di teguknya. Permainan dilanjutkan dan kali ini berhenti di Ninda. Gerry langsung teriak, T.O.D? Galih yang baru saja membuka mulutnya untuk melempar pertanyaan yang sama jadi urung dan melemparkan pandangan sebal ke Gerry. Aku tertawa. Ninda memilih Dare. "Cium Bima di depan kita sekarang." Gerry menantang Ninda, Wajah Bima menunjukkan bahwa dirinya terkejut dengan tantangan Gerry. Jangan tanya bagaimana aku. Mataku menatap lurus ke api yang berkobar mesra dengan saling berangkulan di hadapanku, yang memberi jarak antara Bima dan aku. Ninda menutup wajahnya malu-malu, sementara yang lain bersorak menyemangati. Tanganku dingin, aku tahu tanganku dingin. Hatiku mendadak ngilu. Perasaan sialan ini menjalari setiap dinding hatiku. Ini aneh, aku baru mengenalnya seminggu. Dan yang kurasakan seolah – olah sudah melekat sejak dulu. "Ah malu dong kalau disini, nanti yang jomblo pada iri." Bima berkilah, kulihat Ninda sedikit kecewa. Ninda kecewa! Dia berharap bisa menunjukkan kemesraan disini, dimana malunya? Ini hanya perasaan iriku saja, itukan haknya dia. Duuh Allea! Tahu – tahu moncong botol berhenti ke arahku. Aku tidak fokus sejak tadi. Sibuk dengan pikiranku sendiri. Bima mengambil kesempatan duluan, "Truth Or Dare?" Tanyanya padaku, matanya berkilat. Senang? Senang! Dia senang aku mendapat jatah menjadi korban. Aku menjawab truth, tidak berani menerima tantangan apapun yang akan dilayangkan olehnya nanti. Toh dengan menjawab jujur, tidak akan ada jawaban yang sulit kujawab. Aku yakin, karena sejauh yang aku ingat aku anak baik. "Ciuman pertama kamu, siapa? Dan dimana?" DAMN! Rizky terbahak – bahak puas dengan wajah kagetku, Gerry mengusap lenganku memberi semangat. Tidak ada perasaan risih sama sekali, yang lain tertawa dan bersorak – sorak. Bahagia sekali aku kebingungan. Aku baru saja akan menjawab tidak ada, karena sejauh yang aku tahu aku memang belum pernah berciuman tapi tiba-tiba ada sekelebat bayangan seperti potongan kenangan yang sejujurnya baru kuingat. Tapi ingatan itu lemah, aku sama sekali tidak bisa menelusuri kenangan buram itu. Dan ada perasaan kuat bahwa kenangan itu pernah terjadi, kepalaku tiba – tiba sakit dan badanku gemetar. Mendadak semua menjadi gelap. *** Aku terbangun dengan hidung panas dan aroma minyak kayu putih. Tubuhku berselimut bed cover tebal, ada Gerry disampingku. Mengelus-elus rambutku, di ujung kasur ada Ninda dan Bima dibelakangnya. Tatapan matanya, cemas. "Kamu sakit Al? Apa yang sakit?" Gerry menarik perhatianku, aku menoleh dan menggeleng. "Kamu pucat banget Allea, apa yang kamu rasain?" Ninda bertanya cemas, sambil memijat kakiku lembut. "Kepalaku sakit, kecapekan kali ya. Tapi beneran enggak apa-apa kok." Aku menjawab Ninda dan sekali lagi melihat Bima dan tatapan khawatirnya. Mungkin dia merasa bersalah atas pertanyaan konyol itu, mungkin dia berpikir gara – gara itu aku pingsan. Rizky memasuki kamar dan bertanya hal yang sama. Aku menjawab bahwa aku baik-baik saja dan meyakinkan mereka. Jam menunjukkan pukul 00:25 , beberapa dari mereka sudah tidur. Masih ada Gerry, Bima dan Ninda dikamar ini, bukan kamar yang tadinya berniat kugunakan. Dhea sudah tidur dikamar kami, Gerry memberitahuku. Kemudian Ninda pamit untuk tidur, tinggal Gerry dan Bima yang masih ngobrol dengan suara rendah. Kantukku hilang, tapi tubuhku masih lemas. Sambil memikirkan bayangan tadi, aku mencoba mengingat-ingat. Seperti mimpi, tapi hatiku meyakinkan kalau kejadian itu nyata. Jelas sekali nyata. Entah berapa lama aku termenung, sibuk dengan pikiranku sendiri. Tahu-tahu Gerry sudah nyenyak di sampingku dan Bima sudah keluar kamar mungkin sejak tadi. Kerongkonganku kering, aku bangun dan berjalan gontai menuju dapur. Ada Bima di ruang tengah, sedang memetik gitar perlahan. Semua sudah tidur. Tadinya aku mau berbalik kembali ke kamar dimana aku baru saja keluar, tapi Bima menoleh dan segera saja kubatalkan niatku untuk 'lari' dari hasrat ingin sekedar duduk bersamanya. Dia tahu aku haus, segera ia menyodorkan segelas air mineral yang ada di atas meja. Aku duduk di sampingnya, Bima masih memetik gitar. Memainkan nada – nada asing yang entah mengapa kupikir pernah mendengarnya, namun tidak tahu kapan dan dimana. "Aku minta maaf Allea, pertanyaanku buat kamu pingsan." Nada suaranya menyesal. "Aku kira tadi kamu pura – pura, tapi wajahmu pucat banget." Aku tersenyum meyakinkan bahwa aku baik – baik saja, tapi tatapan matanya mengatakan bahwa dia tahu aku pura – pura tegar. "Enggak apa-apa Bim, aku nggak ngerti kenapa bisa out of control gitu. Cuma karena bayangan yang enggak jelas." Jawabku, tapi itu menarik perhatiannya. "Bayangan enggak jelas kayak gimana maksud kamu?" Bima meletakkan gitar di sofa dan membetulkan duduknya. Aku merasa dia menanggapi serius keluhanku. "Enggak tahu Bim, seperti mimpi. Tapi ada perasaan yakin kalau kejadian itu nyata. Masalahnya aku tidak ingat sama sekali." Aku menjelaskan dan Bima terlihat tidak puas dengan jawabanku. "Kira – kira menurut kamu, bayangan itu tentang apa?" "Tentang pertanyaanmu tadi, sejujurnya sejauh yang kuingat aku belum pernah kissing." Duh stupid me! Penyaring kata-kata dari otak ke mulut gak berfungsi. Tapi Bima tidak menganggap itu lucu, wajahnya tampak serius. "Terus tiba-tiba ada sekelebat bayangan. Kayak mimpi, tapi aku merasa nyata. Tentang 'itu'." Aku menggunakan kedua tangan untuk membentuk tanda petik ("...") saat mengatakan kata 'itu'. "Kamu enggak punya clue tentang bayangan itu, mimpi atau bukan?" "Sama sekali enggak." Aku ingat sesuatu. Tapi tidak yakin apakah baik untuk cerita hal itu pada Bima atau sebaliknya. "Yasudah, jangan dipaksain. Nanti kamu pingsan lagi." Dia kembali mengambil gitar dan bernyanyi dengan lirih. "Cause you bring out the best in me, Like no one else can do. Thats why I'm by your side. And thats why I love you." "Ini lagu yang sering aku nyanyikan dengan dia. Gadis yang memanggilku Milky way." Oh gadis itu, yang tadi sempat dia ceritakan di depan. Aku dalam mode menyimak ceritanya. "Dia sudah banyak melakukan hal-hal yang tidak bisa dilakukan orang lain kepadaku." "Siapa namanya?" "Aku memanggilnya Kartika." Bima tersenyum padaku. "Kartika atau Pleiades adalah gugus bintang terbuka paling terang dalam rasi bintang Taurus." Bima meneguk minumanku. Kartika, dia memanggilnya. Dan aku yakin Kartika yang dimaksud Bima bukan Ninda, sehingga rasa panas di hatiku tidak memerah seperti tadi saat melihat Bima dan Ninda. "Terus, di mana dia sekarang?" Apa Kartika mu sudah menikah? Pertanyaan kedua hanya sampai hatiku. "Ada. Mungkin akan segera menikah. Tapi kita enggak tahu besok, bisa jadi dia mengingatku dan batal menikah." Jawabnya, menjawab pertanyaan yang hanya kutanya dalam hati. "Kenapa? Dia lupa sama kamu?" Mungkin Kartika-mu amnesia. "Bukan lupa. Dia cuma enggak tahu, aku pernah ada di masa lalunya." Aku semakin tidak mengerti. Tapi kenapa juga perempuan itu tidak tahu pernah jalan bareng sama Bima? Bingung aku. Bima menikmati kebingunganku. Dia hanya tertawa kecil. Dan mengelus rambutku pelan. Aku membeku.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN