“Selamat datang, Maura Adelia,” ucap Utami saat Maura masuk ke dalam rumah.
Mata Maura langsung membulat sempurna saat melihat Alex dan Utami.
“Ibu dan Bapak ini yang waktu itu ….”
“Iya kami yang waktu itu di rumah Dewa, lebih tepatnya kami adalah orang tua Dewa.” Utami berjalan ke arah Maura.
“Orang tua, maksudnya?” tanya Maura yang terlihat bingung.
“Maura, silahkan duduk!” perintah Alex yang masih duduk di tempatnya.
Perlahan gadis itu mulai mendekat ke arah sofa. Dengan ragu ia mulai duduk di sofa.
Utami yang sudah duduk di samping Alex segera menjelaskan maksud dan tujuan mereka memanggil Maura. Wanita paruh baya itu meminta Maura untuk segera meninggalkan Dewa, ia juga menyebut bahwa pria baik seperti Dewa tidak pantas mendapatkan wanita kotor seperti Maura.
“Maaf, sebenarnya Bapak dan Ibu ini siapanya Dewa?” tanya Maura dengan gugup.
“Kami orang tua kandungnya, dan asal kamu tahu, Dewa itu adalah pewaris tunggal perusahaan timah terbesar di Negara ini.”
“Jadi selama ini, dia ….”
“Kenapa, kamu kaget? Maka dari itu saya minta kamu untuk secepatnya meninggalkan Dewa, karena apa? Karena kami nggak mau punya menantu yang sudah memiliki anak dari hubungan terlarang.” Utami menyilangkan kakinya.
“Maura, kami nggak mau Dewa terlibat dalam masalah yang kamu buat selama ini. Jadi lebih baik kamu cepat tinggalkan Dewa segera, atau mungkin kamu membutuhkan sejumlah uang untuk menghidupi anak yang ada di dalam kandunganmu.” Alex yang sejak tadi terdiam kini memulai pembicaraan.
“Maaf, Maksud Bapak?” tanya Maura.
“Ehm … jangan pura-pura nggak tahu, perempuan sepertimu pasti membutuhkan banyak uang untuk menghidupi anak harammu itu ‘kan. Lebih baik cepat katakan berapa yang kamu mau.” Dengan sombong Utami meletakkan sebuah cek di atas meja.
“Enggak, saya nggak butuh uang kalian! Dan asal kalian tahu pernikahan antara aku dan Dewa hanyalah sebatas pernikahan pura-pura, jadi anda nggak perlu khawatir, setelah anak ini lahir kami akan segera bercerai.”
Maura yang tidak terima dengan penghinaan Alex dan Utami langsung berdiri dari tempat duduknya.
“Dasar perempuan sombong. Kenapa harus menunggu anak itu lahir? Kami mau kamu segera menceraikan Dewa sekarang juga, jika tidak ….”
“Jika tidak apa, Ma.” Tiba-tiba sebuah suara mengagetkan mereka.
Maura, Alex dan Utami langsung menoleh ke arah suara. Dewa rupanya sudah berdiri di depan pintu.
“Dewa,” ucap Utami dan Alex secara bersamaan.
Bagaimana pria ini bisa tahu aku ada di sini,” batin Maura.
“Dewa, akhirnya kamu datang juga. Nak,” ucap Utami sambil tersenyum dan berjalan ke arah putra tunggalnya. Setelah berdiri di dekat Dewa, Utami segera memegang tangan pria itu dengan erat. “Dewa, ada hal yang ingin Mama katakan padamu.”
“Aku nggak punya banyak waktu, Ma. Kedatanganku kemari hanya ingin menjemput Maura.” Dewa langsung melepaskan tangan Utami dan segera berjalan masuk.
“Ayo kita pulang sekarang.” Pria itu langsung menggenggam tangan Maura dan langsung menariknya dengan kasar, hingga membuat Maura terkejut.
“Dewa jaga sikapmu! Kamu nggak bisa terus bertindak semaumu sendiri, apalagi dengan menikahi wanita ini tanpa persetujuan kami.” Alex yang sejak tadi duduk di sofa kini sudah berdiri di hadapan Dewa.
“Kenapa? Kenapa aku nggak bisa menikahi Maura tanpa persetujuan Papa. Aku laki-laki jadi aku bebas menikahi wanita manapun yang aku mau.”
“Dewa, sebaiknya kita duduk dulu. Nak! Ada beberapa hal yang harus kamu ketahui tentang istrimu ini,” ajak Utami sambil memegang tangan Dewa. Ia berharap putranya mau mendengar ucapannya saat ini.
“Nggak ada yang perlu dibicarakan lagi.” Dewa menatap Utami dan Alex secara bergantian. “Ayo kita pulang sekarang.” Ia langsung menarik tangan Maura dengan kasar.
“Dewa! Apa kamu tahu, wanita itu sudah hamil sebelum kalian menikah, selama ini dia sudah menipumu.” Tiba-tiba Utami berteriak, hingga membuat Dewa menghentikan langkahnya.
“Kamu tunggu di sini.”
Setelah melepaskan genggaman tangannya. Pria tampan itu langsung berjalan mendekati Utami dan Alex. Sejenak ia memandang wajah orang tuanya secara bergantian.
“Kalian salah! Anak yang ada di dalam kandungan Maura adalah anak kandungku, bukan anak pria lain.”
“Kamu sudah di butakan oleh cinta, Dewa. Mama nggak mau tahu kamu harus segera mengurus perceraian kalian berdua, kami nggak mau mempunyai cucu yang nggak jelas asal usulnya!” hardik Utami sambil bertolak pinggang.
“Terserah apa kata Mama! Yang pasti sampai kapanpun aku nggak akan menceraikan Muara,” jawab Dewa yang terus memandang ke arah Utami dangan tajam.
“Sekarang kamu lihat sendiri ‘kan. Bagaimana sombongnya putramu ini, dia pikir dirinya adalah pahlawan yang selalu menyelamatkan semua orang. Termasuk mengakui anak yang bukan darah dagingnya!” Rahang Alex terlihat semakin mengeras, kedua tangannya menggenggam menahan emosi yang semakin membludak.
“Dewa. Semua ini kami lakukan untuk kebaikanmu, wanita itu nggak lebih rendah dari seorang pelacur.” Utami mencoba untuk meyakinkan putranya.
“Cukup. Ma! Namanya Maura bukan p*****r, bagaimanapun juga dia adalah istriku jadi Mama dan Papa nggak bisa memperlakukannya semau kalian sendiri.” Dewa yang tidak ingin membuang waktu memutuskan untuk segera meninggalkan rumah itu.
Pria itu langsung berjalan ke arah Maura dan segera menarik tangan sang istri. Sementara itu, Utami yang masih belum terima dengan keputusan Dewa langsung mengejar sang putra.
“Dewa, Mama mohon, Nak. Urungkan niatmu untuk mempertahankan pernikahan ini, wanita ini bukanlah wanita yang pantas untukmu.” Utami terus berjalan mengikuti langkah kaki Dewa.
Kini mereka sudah berada di dekat mobil. Dengan segera Dewa langsung membuka pintu mobilnya untuk Maura.
“Tunggu apa lagi? Cepat masuk!” perintah Dewa sambil memandang wajah Maura. Maura terlihat memendam kekesalan dalam hatinya.
Sekilas Maura melirik ke arah Dewa sebelum akhirnya ia masuk ke dalam mobil. Sementara dari kejauhan Alex dan Utami terus memandang ke arah Dewa dan Maura dengan penuh kebencian.
Tidak berapa lama mobil itu mulai berjalan meninggalkan rumah Alex dan Utami. Beberapa jam kemudian, mereka akhirnya tiba di rumah. Maura yang sudah tidak dapat menahan emosinya langsung berdiri di hadapan Dewa sambil melipat tangannya.
“Apa maksudmu bicara pada mereka kalau kamu nggak mau menceraikan aku.” Maura meminta penjelasan kepada Dewa atas ucapannya tadi.
“Nggak ada, lain kali kamu jangan pergi dari rumah ini tanpa seizinku. Karena aku nggak mau direpotkan dengan semua masalahmu nanti.” Dewa terus berjalan tanpa memperdulikan Maura yang masih berdiri di dekatnya.
“Jadi seperti itu, baik. Kita lihat saja apa yang akan aku lakukan setelah ini.” Wanita itu langsung berjalan ke arah kamarnya dengan cepat.