“Kenapa kita ke sini, Mas?” tanya Maura yang langsung menoleh ke arah Dewa yang masih duduk di sampingnya. Ia terlihat takut saat harus kembali datang ke rumah orang tua Dewa.
“Ada beberapa berkas yang harus aku ambil, sekalian aku ingin mendekatkanmu dengan Mama.” Dewa mematikan mesin mobilnya. “Ayo kita turun sekarang.”
Maura yang merasa takut langsung memegang tangan suaminya.
“Tunggu dulu, Mas. Apa boleh aku menunggumu di dalam mobil saja.”
“Kenapa? Apa kamu takut dengan Mama.” Dewa mencoba menebak pikiran Maura saat ini. Tentu saja ia takut, pasalnya kejadian beberapa bulan lalu benar-benar membuatnya trauma.
“Bukan begitu, Mas. Aku hanya nggak mau kamu dan Mama bertengkar hanya karena kehadiranku dan Albert, kamu tahu sendirikan kalau Mama sangat membenci kami.” Maura mencoba menjelaskan pada Dewa. Ia berusaha untuk menjaga cara bicaranya, karena Maura tidak ingin membuat Dewa tersinggung dengan ucapannya.
“Kamu nggak perlu khawatir, aku akan menjagamu.” Dewa kini duduk di kursi kemudinya. “Sayang, kita masuk yuk! Aku yakin semua nggak seperti yang kamu takutkan.”
Maura terdiam sejenak, sebenarnya berat untuk kakinya melangkah masuk ke rumah mewah itu. Tetapi ia juga tidak mau mengecewakan niat baik suaminya. Hingga akhirnya ia mengangguk kecil, walaupun terlihat begitu sangat terpaksa.
Kini mereka mulai turun dari mobil, Dewa yang seolah tahu benar bagaimana perasaan Maura saat ini langsung menggandeng tangan gadis itu.
“Ayo kita masuk sekarang.”
Maura hanya mengangguk setuju, dan langsung mengikuti langkah kaki sang suami. Baru saja mereka masuk ke dalam rumah, terlihat Utami dan Alex rupanya sudah menunggu kedatangan Dewa dan Maura di ruang tamu.
“Dewa. Kenapa kamu bawa wanita ini dan anak haramnya ke rumah kita!” Bentak Utami yang langsung berdiri dari tempat duduknya. Tatapannya terlihat jelas sekali jika Utami sangat membenci Maura dan Albert.
“Cukup, Ma! Nama anak ini Albert Putra Atmaja bukan anak haram.”
“Jadi anak ini menggunakan nama mu, Mama nggak setuju.” Utami benar-benar tidak terima jika nama keluarganya di selipkan pada nama Albert. “Eh, perempuan kotor! Kamu harus mengganti nama putramu, aku nggak sudi nama keluargaku diselipkan di nama anak harammu itu.”
“Sudahlah, Ma. Jangan mencari keributan.” Alex mencoba menengahi pertengkaran antara Dewa dan Utami.
“Nggak bisa. Pa, anak ini bukan darah daging Dewa jadi dia nggak berhak menggunakan nama keluarga kita di antara namanya!” bentak Utami sambil melebarkan matanya.
Sementara itu Maura yang sejak tadi diam di samping Dewa langsung berjalan meninggalkan rumah itu.
“Maura! Tunggu Maura.” Pria itu mencoba mengejar Maura yang sudah berjalan keluar rumah.
Setelah sudah berjalan di dekat Maura, Dewa segera memegang tangan sang istri.
“Maura, tunggu. Aku nggak akan membiarkan kamu pergi dari rumah ini sendirian, aku akan pergi bersamamu.”
“Udahlah, Mas. Kamu nggak perlu menghiburku, lebih baik kamu kembali pada keluargamu. Mama mu benar aku hanya wanita kotor jadi nggak pantas mendapatkan laki-laki baik sepertimu!” bentak Maura yang mulai meneteskan air matanya. Apa yang ia takutkan kini akhirnya terjadi, Dewa dan Utami lagi-lagi harus bertengkar karena kedatangannya.
“Nggak, Maura. Aku nggak akan pernah ninggalin kamu, aku akan selalu menemanimu. Walaupun aku harus kehilangan semua yang aku miliki.” Dewa berusaha meyakinkan Maura. Pria itu kini memeluk sang istri dengan erat.
“Dewa! Biarkan dia pergi dari rumah ini,” bentak Utami.
“Enggak. Ma! Maura istriku, Albert putraku. Jadi aku nggak akan meninggalkannya begitu saja,” Pria itu masih menggenggam tangan Maura. “Pa, lebih baik kita bicarakan masalah pekerjaan besok pagi saja.”
“Yaudah kamu pulang saja, kasihan Maura. Dia pasti sangat ketakutan!” perintah Alex kepada sang putra. Alex yang awalnya sangat membenci Maura entah kenapa sekarang berubah drastis. Entah karena Dewa mau menggantikannya sebagai pimpinan perusahaan atau hanya sebuah drama saja.
Setelah berpamitan mereka akhirnya pergi meninggalkan rumah itu. Sementara Utami yang tidak terima dengan sikap Alex langsung masuk ke dalam rumah. Alex yang sangat hafal dengan sikap istrinya itu segera menyusul Utami.
“Kamu apa-apaan sih, Ma. Kamu tahu sendirikan kalau Dewa sangat mencintai perempuan itu,” ucap Alex yang berjalan di belakang Utami.
“Aku tahu, tapi aku nggak bisa menerima wanita itu dan anaknya begitu saja. Kamu tahu sendirikan wanita itu sudah hamil sebelum dia menikah dengan Dewa.” Utami langsung menghentikan langkahnya dan segera menoleh ke arah Alex yang berdiri di belakangnya.
“Aku tahu, tapi bukan sekarang. Jika kamu terlihat membenci Maura di hadapan Dewa itu akan membuat putra kita pergi dari rumah ini, aku khawatir jika Dewa akan kembali menolak menggantikan aku di perusahaan.”
Alex yang sejak tadi bersikap lembut rupanya sudah menyiapkan rencana untuk menjauhkan Maura dari Dewa tanpa harus membuat sang putra membencinya. Utami yang mendengar penjelasan suaminya hanya bisa diam, sambil melipat tangannya.
“Terserah kamu deh.”
Utami langsung berjalan ke arah kamarnya dengan kesal.
***
Di tempat terpisah, Dewa dan Maura kini sudah tiba di rumah mereka. Mbok Darmi yang mendengar suara mobil Dewa langsung berlari keluar.
“Alhamdulillah, akhirnya Non Maura kembali ke rumah ini. Selamat datang kembali, Nona.”
“Terima kasih, Mbok.” Maura tersenyum ke arah Mbok Darmi . Gadis itu langsung menunjukkan Albert pada wanita yang sudah mulai berkerut itu.
“Masya Allah tampan sekali. Wajahnya sangat mirip Non Maura,” ucapnya dengan penuh kebahagiaan.
“Mbok kangen-kangen nya nanti aja ya. Sekarang tolong bersihkan kamar kami dan siapkan kamar untuk Albert!” perintah Dewa kepada asisten rumah tangganya itu. Wanita paruh baya itu langsung membungkukkan tubuhnya dan segera masuk ke dalam rumah.
Dengan cekatan wanita paruh baya itu langsubg merapikan tempat tidur di kamar Dewa, tidak hanya itu ia juga terlihat membersihkan beberapa hiasan yang ada di kamar mewah tersebut.
“Mbok!” panggil Maura yang kini sudah berdiri di depan pintu.
“Non Maura, ada apa. Non?” tanya Mbok Darmi yang langsung menoleh ke arah Maura. Wanita itu begitu terkejut saat mendapati Maura sudah berdiri di ambang pintu kamar.
Perlahan Maura mulai berjalan mendekati Mbok Darmi. Kini Ibu satu anak itu sudah duduk di tempat tidur sambil menatap Mbok Darmi yang berdiri di hadapannya.
“Mbok ada hal yang ingin aku tanyakan.”
“Ada apa. Non, apa ada hal yang penting.” Mbok Darmi terlihat begitu penasaran. Sebelumnya belum pernah Maura bertanya seserius ini.
“Selama aku nggak ada di sini apa yang dilakukan Mas Dewa, apa dia pernah membawa wanita lain ke rumah ini.” Maura menatap tajam ke arah Mbok Darmi, hingga membuat wanita paruh baya itu terlihat ketakutan.