Hari ini Kara sudah diizinkan pulang karna kondisi badannya sudah mulai membaik. Berhubung hari ini hari minggu, Samuel jadi tidak perlu bolos sekolah untuk menemani Kara pulang. Setelah membereskan semuanya, Samuel langsung membantu Kara bangun dan duduk ke kursi roda. Sebenarnya Kara sudah bisa berjalan dengan normal, hanya saja Samuel tidak mengijinkannya.
Sebelum nya, tadi Samuel sudah meminta Dava untuk menjemput mereka ke rumah sakit, Karna dengan kondisi Kara yang baru sembuh tidak mungkin Samuel membonceng Kara dengan motor.
"Pelan-pelan." Ucap Samuel pada Kara yang hendak masuk ke dalam mobil. Setelah Kara masuk dan duduk, Samuel menutup kembali pintu mobilnya.
"Lo bawa motor gue." Ucap Samuel seraya memberikan kunci motornya pada Dava, kemudian masuk ke dalam mobil. Sedangkan Dava, ia langsung mengendarai motor Samuel, pergi dari sana.
Sepanjang perjalanan pulang diantara keduanya sama sekali tidak ada yang mengeluarkan suara, Kara yang sibuk dengan pikirannya dan Samuel yang fokus menyetir. Keheningan itu terus terjadi sampai mereka tiba di depan gedung apartemen mereka dan disana sudah ada Dava yang menunggu.
"Bentar."
"Kenapa?" Tanya Kara bingung saat dirinya hendak keluar dari mobil namun dihentikan Samuel yang langsung keluar begitu saja mendahului nya.
Kara tambah mengkerutkan alisnya kebingungadengann saat Samuel membuka pintu mobil dan mengulurkan tangan pada dirinya. Kara yang tidak mengerti hanya menatap uluran tangan Samuel bingung dan menatap wajah tampan Samuel.
Samuel menghela nafasnya pelan kemudian meraih tangan Kara dan membimbing nya keluar, setelah itu langsung menggendong Kara dengan bridal style. Spontan Kara memekik kaget dan langsung mengalungkan tangannya ke leher Samuel.
"A-arga, aku bisa jalan sendiri." Ucap Kara gugup.
"Diem." Kara menelan ludahnya susah payah, entah perasaan apa yang di rasakan nya saat ini, yang pastinya ada rasa malu saat orang-orang melihat ke arah mereka.
Samuel memberikan kode pada Dava untuk membantunya membawakan tas pakaian yang masih berada di dalam mobil. Dengan cekatan Dava langsung mengambil nya dan berjalan menyusul Samuel masuk ke dalam apartemen nya.
Dava tidak dapat menahan senyumannya saat melihat punggung tegap Samuel yang sedang menggendong Kara. Untuk pertama kali nya Dava melihat sisi lain dari seorang Samuel, sangat luar biasa. "Akhirnya ada orang yang bisa ngerubah kepribadian lo secara perlahan, Sam." Gumam Dava pelan.
******
Seharian hanya berdiam diri di apartemen dan tidak melakukan aktivitas apapun, cukup membuat Kara jenuh dan bosan. Ternyata mau di apartemen ataupun di rumah sakit, semuanya sama saja. Kara tetap tidak bisa melakukan apapun lebih tepatnya tidak di perbolehkan melakukan apapun yang membuatnya kelelahan.
Bahkan saat ini yang memasak adalah Samuel, entah sedang memasak apa tapi Kara sedikit khawatir karna dari tadi terus terjadi suara bising dari dapur entah bagaimana cara Samuel masak hingga berisik seperti itu. Semoga saja dapurnya tidak berantakan seperti yang sudah-sudah.
Kara mematikan televisi yang tidak di tontonnya kemudian berjalan menuju dapur, sebenarnya Samuel tadi sudah melarang dirinya untuk pergi ke dapur, tapi karna khawatir dengan keadaan akhirnya mau tak mau Kara harus mengecek keadaan dapurnya.
Bola mata Kara membulat sempurna, antara ingin ketawa dan marah jadi satu, melihat keadaan dapur yang tidak lazim alias super berantakan tentu membuat Kara kesal terlebih lagi saat melihat tepung yang berceceran di lantai dan di meja. Tapi Kara juga ingin tertawa saat melihat sosok Samuel yang memakai helm di kepalanya, bahkan Samuel juga memakai jaket kulit serta sarung tangan untuk melindungi diri, saat sedang menggoreng ikan. Sungguh persiapan yang matang untuk melindungi diri.
"Arga kamu ngapain, kamu mau masak atau mau balapan?" Tanya Kara.
Mendengar suara Kara, Samuel menoleh ke belakang dan membuka kaca helm full face nya. "Gue udah bilang jangan kesini. Tunggu disana." Usir Samuel, kemudian kembali bertarung membalikan ikan yang sedang di gorengnya.
"Gimana mau dibalikin ikannya, kalo kamu berdiri kejauhan kaya gitu." Gemas Kara. Namun Samuel tetap menjaga jaraknya, cari aman dari si ikan yang siap meludahinya dengan minyak panas kapan saja.
"Jangan kesini bahaya, lo baru sembuh biar gue aja yang masak." Ucap Samuel.
"Kalo aku biarin kamu yang masak, yang ada kita makan ikan gosong, harusnya kalo goreng ikan kaya gini, api nya kecil aja." Balas Kara membuat Samuel langsung skakmat tak bisa membantah lagi karna dirinya memang kalah jika berada di dapur.
"Mana lagi yang harus di masak?" Tanya Kara setelah mengangkat ikan goreng yang sudah matang, ke piring.
Tanpa melepaskan helm yang di pakainya, Samuel memberikan sayuran yang sudah di cuci dan di potong-potongnya tadi. Lagi-lagi Kara menghela nafasnya saat melihat bagaimana hasil potongan Samuel.
"Ar. Ini gimana makannya." Protes Kara menunjuk wortel yang dipotong seukuran ibu jarinya, help.... yang benar saja Samuel ini.
Samuel menggaruk belakang helm yang dipakainya kemudian mengambil kembali sayuran itu dan mengambil pisau untuk memotongnya kembali.
"Biar aku aja Ar. Mendingan kamu tunggu di sofa, ya." Ucap Kara sedikit memelas, karna ia sudah pusing dengan cara Samuel memasak.
Samuel membuka helm yang dipakainya lalu melepas sarung tangannya. Kemudian menatap Kara dan mengehela nafas berat. Samuel tau dirinya hanya mengacau disini tapi Samuel juga tidak ingin Kara yang mengerjakannya sendiri.
Diraihnya dengan lembut tangan Kara, kemudian mengurung badannya diantara meja dan badan Samuel yang berada di belakang nya. Bisa dikatakan seperti memeluk dari belakang. "Ajarin gue masak." Ucap Samuel terdengar begitu tulus dan lembut di belakang Kara seraya menggulung lengan jaketnya hingga siku tangan nya.
Kara menelan ludahnya susah payah saat degupan jantungnya berdetak tak karuan di dalam sana. Dengan jarak yang begitu dekat seperti itu, Kara hanya bisa berharap Samuel tidak bisa mendengar degupan jantungnya yang begitu kencang.
Dengan sedikit gemetar, Tangan Kara membimbing tangan Samuel untuk memotong wortel dengan benar. Pelan tapi pasti, jarak mereka menjadi tambah dekat bahkan deru nafas Samuel terasa menyapu kulit leher Kara yang seketika langsung meremang dibuatnya.
Sebisa mungkin Kara berusaha untuk tenang dan tidak terlihat gugup, apalagi sampai bersikap bodoh. Tapi, heii.... dengan posisi mereka yang seperti itu tentu saja sangat membuat Kara gugup dan tegang. Bola mata Kara bergerak gelisah, terlebih lagi saat matanya terus menatap fokus tangan berurat Samuel yang memiliki tatto, hingga terlihat begitu ber-damage dimata Kara.
Samuel yang merasa ada yang aneh dengan istrinya itu, tidak menyadari bahwa dirinya lah sumber masalah ke gugupan yang di alami Kara saat ini. "Lo gakpapa? Dahi lo keringetan gini, ada yang sakit?" Tanya Samuel saat melihat dahi Kara mulai bercucuran keringat. Padahal suhu didapur tidak terlalu panas.
"A-aku gakpapa kok. Cuman gerah aja." Ucap Kara, lalu menggigit bibir bawanya gugup.
Sebenarnya semua sayuran sudah selesai di potong, tapi entah kenapa mereka masih dalam posisi yang sama. Entah Samuel sadar atau tidak tapi yang pasti, Kara sudah ingin melepaskan diri dan segera pergi ke kamarnya. "A-arga. aku mau ke kamar mandi dulu, bi-bisa mundur dikit gak." Ucap Kara, bola matanya melirik cemas Samuel yang berada di belakang nya.
Samuel yang baru sadar dengan posisinya langsung melangkah mundur mengambil jarak diantara mereka. Setelah mendapatkan jalan, Kara langsung berlari ke kamarnya dengan cepat, Kara sudah tidak tahan lagi dengan rasa panas di pipinya.
Sedangkan Samuel, ia menggaruk tengkuk leher nya yang tak gatal, lalu tersenyum tipis. Tingkah istrinya itu sangat lucu namun Samuel masih gengsi untuk mengakuinya secara terang-terangan.