amuel menatap jengah Jino yang sedang mengobrol sok manis dengan Kara. Bahkan dengan lancangnya manusia setengah gila itu, menyentuh tangan tunangannya. Apakah Samuel cemburu? Tentu saja tidak. Samuel hanya tidak suka sahabatnya itu menganggu Kara yang sudah ingin tidur.
Para sahabat nya itu memang datang ke rumah sakit satu jam yang lalu dengan alibi ingin menemani nya, padahal mereka ingin bertemu Kara dan mengobrol, mengacuhkan dirinya yang duduk di sofa ditemani dengan keranjang buah yang tadi dibawakan sahabatnya sebagai buah tangan.
Jujur saja, Kara memang terlihat cantik walaupun tanpa memakai riasan apapun, dengan wajah yang natural dan sedikit pucat pun, Kara sudah cantik. Pantas saja sahabat nya itu bersikap layaknya ulat bulu.
Kara tersenyum kikuk saat ke empat sahabat Samuel terus saja mengajaknya berbicara, padahal Kara sudah mulai mengantuk dan ingin istirahat.
"Gue masih gak percaya, ternyata lo itu cewek culun yang biasa di panggil nerd sama Samuel." Ujar Dava.
"Si teteh padahal cantik banget, kenapa dandan culun ke sekolah?" Tanya Adi.
Kara hanya menanggapinya dengan senyuman tipis kemudian mentap kearah Samuel meminta tolong. Samuel menghela nafasnya kemudian berdiri dan menarik kerah belakang baju Jino dan menyeretnya keluar. "Lo apa-apaan sih?!" Kesal Jino di perlakukan seperti itu. Samuel tak menjawab. Ia menoleh pada ke tiga temannya dengan ekspresi yang super datar kemudian memberikan kode agar mereka keluar. Dan mau tak mau ketiga cowok itu ikutan keluar dengan sendirinya tak seperti Jino.
Samuel menutup pintu terlebih dahulu kemudian bersedekap d**a menatap datar ke empat cowok yang kini sedang menatap kesal dirinya, terlebih lagi Jino. "Udah malem. CALON ISTRI gue mau istirahat, mendingan lo pada, pulang." Ujar Samuel menekan kata calon istri di ucapannya agar menyadarkan ke empat cowok itu, bahwa yang mereka tempeli adalah tunangan dirinya.
Ke empat cowok itu tampak saling pandang setelah mendengar ucapan Samuel, tapi beberapa menit kemudian gelak tawa dari ke empat cowok itu pecah secara bersamaan, membuat Samuel menaikan sebelah alisnya, bingung.
"Lo cemburu." Goda ke empat cowok itu kompak membuat Samuel jadi salah tingkah sendiri. Bersyukur lah Samuel memiliki ekspresi wajah yang super datar hingga raut wajah salah tingkahnya dapat di sembunyikan dengan baik tanpa ketauan. "Bacot. Pergi sana." Usir Samuel, mengibas-ngibaskan tangannya layaknya mengusir anak ayam pada ke empat cowok tampan itu.
"Kenapa?" Tanya Samuel sewot pada salah satu sahabat nya. Karna bukannya pergi bersama Jino, Bagas dan Dava. Adi malah melangkah maju mendekatinya kemudian menepuk bahu kiri nya dan tersenyum, lebih tepatnya senyuman mengejek.
"Sabar ya A, si teteh lagi sakit jangan dulu di apa-apain, kasian." Ujarnya kemudian langsung lari menyusul tiga cowok yang sudah berjalan duluan, sebelum Samuel melayangkan pukulan pada nya.
"Sialan." Gumam Samuel. Kemudian masuk kedalam ruang inap Kara dan bertemu pandang dengan tatapan teduh Kara yang sedang menatapnya. Tak ingin berlama-lama terjerat dalam tatapan teduh Kara yang menggoyahkan hatinya, Samuel segera memutus kontak mata mereka dan melangkah masuk ke dalam kamar mandi, mengacuhkan Kara yang kini menarik senyuman tipisnya.
******
"Ar." Panggil Kara pelan pada Samuel yang sedang bermain game di ponselnya.
"Apa?" Tanya Samuel tanpa mengalihkan fokusnya dari layar ponselnya.
"T-tadi sebelum kamu kesini. Ada orang suruhan Mama kamu ngasih ini ke aku." Ucap Kara, tangannya mengambil sebuah amplop coklat yang di simpannya di laci nakas rumah sakit.
Gerakan tangan Samuel yang sedang bermain game pada layar ponselnya, langsung berhenti seketika setelah mendengar ucapan Kara. Padangan mata nya juga langsung menyorot tajam pada Kara. "Kenapa lo ambil!" Ucap Samuel namun lebih tepatnya seperti bentakan ditelinga Kara.
Kara terperangah mendengar bentakan Samuel. "A-aku udah nolak, ta-tapi orang itu tetap maksa, kata nya Mama kamu bakalan sedih kalo aku gak nerima amplop ini." Jelas Kara.
Samuel menghela nafasnya panjang kemudian tanpa berkata apa-apa lagi, Samuel langsung merebut amplop coklat itu dari tangan Kara dan pergi begitu saja, entah mau kemana. Kara menatap nanar pintu ruangannya yang di tutup dengan kasar oleh Samuel. Dirinya jadi merasa bersalah, tapi apa boleh buat, karena di satu sisi dirinya juga kasihan pada Mama Samuel.
Sedangkan Samuel, ia sebenarnya tak berniat membentak Kara, hanya saja tadi dirinya terbawa emosi karna bisa-bisa nya Kara menerima uang dari wanita itu tanpa se izinnya.
Sampai di parkiran rumah sakit, Samuel langsung menstater motor nya dan menjalankan nya pergi dari sana dengan kencang.
Sebenernya hal ini bukan lah yang pertama kali bagi Samuel, ia sering mendapat kiriman uang tanpa tanda pengirim, tapi walaupun seperti itu Samuel tau siapa yang mengirimkannya. Sebanyak apapun uang yang di terima Samuel, ia sama sekali tak pernah menggunakan nya, selama ini Samuel selalu menggunakan uang hasil nya sendiri, untuk kehidupan nya sehari-hari.
Samuel menghentikan motornya di depan pagar rumah mewah yang tampak sepi. Kemudian memanggil seorang satpam yang sedang berjaga. Melihat siapa yang memanggilnya spontan satpam itu langsung menunduk dan menyapa Samuel.
"Den Sam. Lama gak kesini, apa kabarnya?" Sapa satpam itu seraya membuka kan pintu gerbang untuk Samuel.
"Baik pak." Balas Samuel kemudian menjalankan motornya masuk ke dalam halaman rumah besar itu.
Melihat mobil yang tak asing bagi nya terparkir di depan halaman, seperti nya Samuel datang di waktu yang tepat karna orang yang di cari nya sedang ada di rumah. Tanpa permisi Samuel masuk ke dalam rumah itu melewati beberapa bodyguard yang sedang berjaga di depan pintu, langkah kakinya melangkah menuju ruang keluarga, karna ia yakin orang yang dicarinya itu ada disana.
Rasa sesak muncul begitu saja saat Samuel masuk ke dalam rumah yang sudah lama iya tinggalkan, tidak ada yang berubah, semuanya tetap sama seperti terakhir kali dirinya pergi.
"Sam--"
"Ambil lagi uang ini, gue gak butuh." Ucap Samuel melempar amplop berisi uang itu ke meja yang berada di depan dua orang yang sedang duduk di sofa.
"Samuel jaga sikap kamu terhadap orang tua kamu sendiri!" Bentak pria setengah baya, yang tak lain adalah Papa Samuel.
"Siapa anda? Mengaku orang tua saya." Tanya Samuel tersenyum sinis.
"Anak kurang ajar, lihat dengan siapa kamu berbicara Samuel!"
"Mas, tenang dulu." Ucap Mama Samuel sembari menahan lengan suaminya yang sedang emosi, agar tidak memperburuk keadaan diantara mereka.
"Kenapa di kembalikan, Mama ngasih uang itu untuk kebutuhan kamu sama istri kamu." Ujar Mama Samuel dengan lembut.
"Gue gak butuh uang dari kalian. Gue bisa cari uang sendiri." Ketus Samuel lalu pergi meninggalkan kedua orang tua nya dengan pikiran yang kembali kacau.
"Samuel!" Teriak Papa Samuel tidak terima dengan sikap kurang ajar anaknya itu.
Melihat sikap anaknya yang seolah menganggap mereka sebagai orang asing cukup menyakitkan bagi hati kedua orang tua Samuel, tapi lagi-lagi kenyataan menyadarkan mereka dengan alasan yang kembali membuat mereka sadar dengan keselahan mereka sendiri.