L 09. Permintaan

2251 Kata
[Baby Pov] Setelah diskusi panjang kami selesai, akhirnya kak Dara dan Kak Titan meninggalkan kamarku. Kembali ke kamar mereka masing-masing. Tapi tadi aku dengar Kak Dara ingin pergi keluar, menemui pacarnya. Aku mengenal pacar kak Dara. Namanya Kak Aji. Dia tidak berasal dari kampus kami. Mereka sudah pacaran sangat lama. Hampir 6 tahun. Mereka berdua sangat manis. Kak Aji adalah laki-laki yang baik. Dia ramah dan pekerja keras. Kadang aku belajar banyak tentang hubungan dari mereka berdua. Kak Dara adalah tipikal orang keras kepala. Tapi Kak Aji bisa dengan baik mengimbanginya. Kadang saat aku punya beban pikiran, aku akan meminta saran dari mereka berdua. Terakhir aku dengar, Kak Dara bilang ia dan Kak Aji sedang dalam tahap menuju jenjang yang lebih serius. Bahkan Kak Dara pernah bilang bahwa dia punya pikiran untuk langsung menikah begitu lulus. Hebat. Aku salut tipe perempuan karir sepertinya bisa punya pemikiran seperti itu. Apalagi alasan yang kala itu Kak Dara utarakan. "Menikah itu bukan hanya soal cinta aja. Kakak nggak akan mantap menikah sama Aji kalau cuma karena cinta. Aji itu paket komplit. Nggak akan banyak cowok yang sabar, pekerja keras dan bertanggung jawab kayak dia yang akan singgah di hidup kakak. Dan kakak nggak mau kehilangan dia." Kak Dara benar dan aku setuju. Hidup tidak seperti film dan drama yang cukup hanya dengan cinta. Hidup ini tantangannya banyak. Ya meskipun aku tidak tau apa saja karena aku belum pernah mengalaminya. Tapi aku tau satu hal dengan pasti. Hidup itu mau semulus dan sebaik apapun, tetap saja harus ada usaha di dalamnya. Baik usaha dalam memperjuangkan atau usaha dalam mempertahankan. Begitu juga hubungan. Karena aku sadar, baik dalam hidup atau dalam hubungan, kita tidak bisa hanya mengandalkan keberuntungan saja. Sudah jam sepuluh lewat. Apa Haras masih di pasar malam? Tidak ada pesan apapun darinya. Aku tebak dia pasti sedang asyik dengan wahana permainan di sana. Jika dia benar-benar pergi dengan Kayhan maka tidak akan ada yang bisa menghentikan mereka. Karena mereka berdua benar-benar lupa diri kalau sudah di sana. Aku membuka aplikasi w******p. Ada beberapa pesan yang masuk. Ada pesan di grup dan ada juga pesan pribadi. Jika itu orang yang aku kenal maka aku akan langsung membalasnya. Tapi ada beberapa pesan dari kontak baru yang kadang langsung aku blokir karena alasan yang sama. Itu adalah orang yang mencoba mendekatiku. Ya, karena mereka mengira aku masih single, jadi masih ada beberapa orang yang masih mencoba untuk menjalin hubungan denganku. Seperti seniorku tadi contohnya. Meskipun aku sudah menolaknya berkali-kali. "Coklat?" Aku menemukan sebuah coklat di atas tempat tidur. Aku tidak merasa membeli coklat tadi ataupun kemarin. Ah, apa Haras yang membawanya? Seperinya iya. Kenapa dia tidak langsung memberikannya tadi? Pasti dia lupa. Dasar si Haras. Sebelum ke kamar mandi, aku sempat mengirimi Haras pesan. To Bebe ❤️ Be, makasih coklatnya ? ... [Author Pov] "Yes!!" Kedua laki-laki yang memakai kaos hitam itu bertos ria. Senyum merekah di wajah mereka. Terlihat sangat bahagia karena lagi-lagi mereka berhasil mengenai sasaran. Sudah hampir satu jam mereka di sana dan tidak satupun tembakan mereka yang meleset. Pemilik gerai permainan itu bahkan sudah hampir putus asa. Ia sudah hampir mengusir dua laki-laki itu saking kesalnya. Tapi tetap saja ia hanya bisa pasrah karena mereka membayar. "Yuk.." akhirnya Kayhan dan Haras meninggalkan tempat itu juga dengan membawa tiga buah boneka ukuran besar dan satu ukuran sedang. Pemilik gerai hanya bisa pasrah. "Ngapain sih mereka pada ngeliatin?" Kayhan menatap malas orang-orang yang mereka lalui. Memang siapa yang tidak akan memperhatikan jika melihat dua laki-laki dewasa tanpa malu menggendong boneka? "Udahlah abaikan aja. Iri kali mereka sama boneka kita," sahut Haras dengan bangga. Kayhan mengangguk. "Makan dulu yuk.." "Hm." Keduanya makan dengan lahap seolah sudah berhari-hari mereka tidak makan. Seperti tadi, beberapa pengunjung restoran tampak memperhatikan mereka. Disertai juga dengan bisikan-bisikan dan cibiran. Tapi lagi-lagi keduanya sama sekali tidak perduli. "K-Kak Haras.." Haras dan Kayhan serempak mengangkat wajah mereka. "Pelangi.." Kayhan mengenali juniornya itu. "Kami boleh gabung di sini nggak, Kak? Semua meja penuh soalnya.." itu teman Pelangi yang bicara. Soalnya Pelangi terlihat enggan bertemu dua seniornya itu. Haras dan Kayhan mengangguk. "Bonekanya cantik," puji teman Pelangi disertai senyuman tipis. Keduanya duduk, bergabung di meja Haras dan Kayhan. "Maaf ya, Kak, ganggu.." "Santai aja.." Kayhan tersenyum. "Kamu jurusan apa? Anak ATTAIR juga?" "Iya, Kak. Jurusan Akun.." "Oh.. siapa nama kamu?" "Ika, Kak. Kakak.. Kak Kayhan sama Kak Haras kan?" Tebak Ika. Kayhan dan Haras sama-sama menoleh. Kemudian mengangguk. "Tau dari mana?" Ika tersenyum. "Kakak terkenal sih di fakultas kami." Ia terkekeh. "Pelangi pernah cerita juga.." Pelangi melotot. Ia sejak tadi diam karena memang sebenarnya ia malas satu meja dengan dua seniornya itu. Lebih tepatnya Pelangi tidak menyukai mereka. Menurutnya dua laki-laki itu menyebalkan dan tidak punya hati. "Oh ya? Cerita yang gimana?" Kayhan justru semakin gencar bertanya di saat Pelangi sudah memohon pada Ika agar temannya itu diam. Kayhan melirik juniornya itu. Sebenarnya dia sudah bisa menebak jenis cerita Pelangi. Sudah pasti itu isinya jelek semua. Kayhan mengingat Pelangi bukan tanpa sebab. Pelangi ini di antara 200-an lebih maba Ars adalah yang paling sering kena hukuman. Paling sering membangkang. Paling sering adu mulut dengan panitia. Jadi jelas saja dia diingat oleh hampir semua senior dan teman satu angkatannya. Suaranya juga yang paling keras. "Katanya kakak baik-baik.." Kayhan dan Haras hampir tersedak dengan jawaban Ika. Haras bahkan langsung mengulum tawa. Ia teguk air dalam gelasnya. "Oh ya?" Kayhan lagi-lagi memandang ke arah Pelangi yang sudah menundukkan wajah dalam-dalam. "Masa sih? Padahal kami nggak baik, loh. Iya kan Kak Har?" Haras kini berikan perhatian pada semua orang di meja. Sejak tadi ia sibuk dengan makanannya. Hampir tidak perduli dengan keberadaan Pelangi di sampingnya. "Kamu yakin dia bilang kami baik? Nggak salah dengar?" tanya Haras. Pelangi benar-benar sudah berwajah masam. Berbagai sumpah serapah ia ucapkan di dalam hati. Ya, hanya di dalam hati tentu saja. Ia masih ingin hidup dan belum ada keinginan untuk dikuliti dua senior ganas itu. Untunglah pesanan Pelangi dan Ika datang. Jadi keduanya sudah tenggelam dengan makanan mereka. Haras dan Kayhan juga sepertinya tak benar-benar niat bertanya. "Kalian pulangnya pakai apa?" "Pakai mobil, Kak.." "Ok. Jangan malam-malam pulangnya. Hati-hati di jalan." "Iya, Kak.." Kayhan dan Haras bangkit karena mereka sudah selesai. Sebelum pergi Kayhan sempat tersenyum pada Pelangi yang kebetulan sedang melihat juga padanya. "Makan yang banyak, biar kuat.." Dan Pelangi berharap ia bisa hilang saat itu juga. "Habis gue, Ka. Tewas deh gue besok.." Pelangi menjambak rambutnya frustasi. "Kenapa? Eh tapi kayaknya dua senior lo itu baik deh. Nggak kayak yang lo ceritain.." dan Ika dengan polosnya percaya pada tampilan yang Kayhan dan Haras suguhkan. Pelangi melongo menatap sahabatnya itu. Ia tak menjawab, hanya bisa menggigit sendok sambil menjambak rambutnya sendiri. "Berapa mbak?" Tanya Pelangi pada kasir. "Oh meja yang itu udah dibayar semua Mbak sama Mas-Mas yang ganteng tadi.." Pelangi melongo sementara Ika sudah berbinar wajahnya. Lalu dengan polosnya Ika berkata, "Kan apa gue bilang. Duh mau deh gue jadi junior mereka.." Dan Pelangi sadar kalau dalam waktu dekat Pelangi tidak akan terdiri dari 7 warna lagi. ... "Nih boneka gimana?" "Biar aja dalam mobil. Besok mo dikasih ke Baby juga. Jangan telat jemput gue.." "Ia k*****t! Ah elah lo cerewet banget." Haras melambaikan tangan dan Kayhan sudah membawa mobil Haras meninggalkan area asrama. Karena malas mengantar, jadi Haras menyuruh Kayhan membawa mobilnya saja. Kamar Haras berada di lantai 4 gedung itu. Laki-laki itu menaiki tangga sambil bersenandung kecil. Tepat saat di anak tangga terakhir lantai 2, langkah kaki Haras terhenti. Ia menajamkan telinganya. "Cindy..." Haras mengenali anak perempuan yang berdiri tak jauh dari tangga menuju lantai 4. Tangga menuju lantai 4 memang terletak di ujung. "Cindy.." panggil Haras sekali lagi. Tak ada respon. Anak perempuan itu masih menutup wajahnya dan samar-samar Haras bisa dengar bahwa ia menangis. "Kamu ngapain di sini?" tanya Cindy parau. Ia masih sembunyikan wajahnya. "Kamu kenapa?" "Udah pergi aja! Nggak udah perduliin aku!" Haras menatap Cindy kesal. "Kamu bisa nggak kalau dibaikin itu nggak usah bikin orang kesal?" Cindy tak menjawab. Ponsel dalam genggamannya berdering dan dia sepertinya tak akan menjawab panggilan itu. "Kenapa nggak diangkat? Itu Mami kamu yang telfon.." "Bukan urusan kamu!" Cindy menarik napas dalam. Ia susah payah berusaha menghentikan tangisnya, tapi tidak berhasil. Ponsel itu kembali berdering setelah satu panggilan tak terjawab. "Angkat! Mungkin penting!" "Aku nggak mau.." tangis Cindy makin menjadi. Tangisnya pecah dan kini Haras bisa melihat dengan jelas wajahnya yang benar-benar sudah basah oleh air mata. Sepertinya Cindy benar-benar sedang ada masalah. Seumur mengenal Cindy ini adalah kedua kalinya ia melihat Cindy menangis separah ini. "Aku nggak mau! Kenapa nggak ada yang bisa ngertiin aku?!" Ujar Cindy di sela tangisnya. Refleks, dalam gerak lambat Haras menarik lengan Cindy, merengkuh perempuan itu ke dalam pelukannya. "Udah udah, nggak usah nangis." Ia tepuk-tepuk halus punggung Cindy. "Udah. Ntar didenger tetangga.." Drtt.. Drtt.. itu bukan ponsel Cindy. Tapi ponsel Haras. Ia merogoh ponsel dalam kantong celana. "Hallo, Pi.." "Har, di mana?" "Asrama, kenapa?" "Hmm, Har, Papi boleh minta tolong?" Entah kenapa Haras merasa tidak nyaman dengan kalimat Papinya itu. "Tolong jagain Cindy ya. Dia satu asrama sama Har. Sekarang Cindy lagi butuh temen. Tolongin Papi ya, Har.." Pandangan Haras tertuju pada perempuan yang tengah dipeluknya itu. Dan entah kenapa Haras tak bisa menolak permintaan sang ayah, meskipun hatinya menolak dengan keras. ... Selesai kelas, Baby tidak bisa langsung istirahat. Ia harus menemui beberapa seniornya berkaitan dengan pameran yang akan mereka selenggarakan. Waktunya memang masih cukup lama, tapi akan ada banyak yang harus dikerjakan. Setelah itu pun Baby masih belum bisa istirahat karena dia harus mengunjungi beberapa fakultas terkait dengan urusan FoA. Seperti biasa, ada Azel bersamanya. Untuk tugas ini mereka memang punya tanggung jawab berdua. Dan hari ini Milani ikut karena dia tidak ada kegiatan lain. "Btw lo udah kasih tau Haras?" Azel menuntut janjinya. Baby hanya nyengir. "Lupa. Ntar gue kasih tau. Tenang aja.." "Beneran loh, By.." Baby mengangguk. Mereka memasuki gedung FTSL. Dari jauh mereka sudah bisa mendengar suara teriakan. Bukan teriakan sebenarnya. Tapi semacam yel-yel. "Mereka masih ospek, tuh.." ujar Azel begitu mereka memasuki aula. Semua panitia memang sedang berkumpul di sana. Itulah kenapa mereka langsung ke sana. Di aula juga tidak hanya ada satu jurusan, tapi sekarang semua jurusan sedang berkumpul alias satu fakultas. "KENAPA NGGAK KOMPAK?!" "Njir si Haras!" Azel tersentak kaget. "Astaga jantung gue copot lama-lama.." ia mengusap-usap d**a. "KALIAN YEL-YEL APA BISIK-BISIK? ITU KAKAK YANG DI BELAKANG NGGAK DENGER!" Baby, Azel dan Milani langsung disambut oleh panitia. "Padahal gue udah pernah lihat. Tapi tiap ke sini jantung gue berasa olahraga mulu.." Anak FTSL itu terkekeh mendengar penuturan Azel. Terdengar Haras berteriak lagi meminta agar juniornya itu lebih mengeraskan suara mereka. "Kalau gue kuliah di sini, mungkin udah lama gue kena jantungan.." bisik Azel pada Baby. Perempuan itu geleng-geleng. Perhatian Baby tertuju pada laki-laki memakai kemeja hitam itu. Ia berdiri di depan dengan ekspresi garang tidak bersahabat. Baby tersenyum. Menurutnya Haras terlihat lucu dalam mode itu. Baby sering melihat Haras memasang wajah datar. Tapi tidak pernah melihat Haras dalam mode garang begini. "SATU FAKULTAS SUARA KALIAN CUMA SEGINI?!" "By, ini namanya. Sorry ya telat. Harusnya kemaren.." "Gapapa.." Baby menerima kertas itu. Milani dan Azel sudah bergabung dengan panitia FTSL lain yang sedang menonton MOSIMA. Bukan MOSIMA. Lebih tepatnya menonton Haras yang sedang marah-marah. "Ini perwakilan dua-duanya dari Arsitek?" Tanya Baby setelah melihat biodata dua Duta dari FTSL. "Iya. Kemaren pas rapat fakultas sama pemilihan, dua-duanya Arsitek yang menang." Baby tersenyum. Ia mengenali Duta Kingnya. Tebakan ia dan Milani tidak meleset. Memang Paris lah yang terpilih. Sedangkan Duta Queennya menurut Baby juga orang yang pantas. Cantik. "Arsitek nyimpen harta karun terus kayaknya," bisik si panitia yang lantas membuat Baby tersenyum. "Wah kemungkinan besar FTSL lagi nih yang bakal jadi juara," canda Baby. Si panitia tertawa. "Semoga.." Setelah disiksa selama kurang lebih dua jam. Akhirnya maba itu bisa istirahat. Meskipun istirahatnya tidak boleh meninggalkan ruangan bahkan beranjak dari tempat duduk. Tapi setidaknya kerongkongan mereka bisa tenang sejenak. Panitia membagikan snack dan minuman. Panitia-panitia MOSIMA bergabung dengan panitia lain di pinggir aula. Tak terkecuali Haras, Kayhan dan dua laki-laki lainnya. Ogi langsung saja menggoda Milani. Sedangkan Haras sudah pasti menghampiri Baby meskipun ada Kayhan dan Faro bersamanya. "Gue kira nggak bakal berhenti sampai malam," canda Baby. "Wuih, bisa gila kalau nggak berhenti," tutur Faro. "Mereka sampai udah serak suaranya. Si Haras malah bilang masih kurang keras. Emang yang keras gimana? Gue berasa kayak denger tentara lagi latihan nyanyi.." "Biasa lah, By. Formalitas.." Kayhan dan Faro terkekeh. "Dulu kami lebih parah.." "Ohh. Sampai disuruh nyanyi satu-satu. Sampai habis Isya nggak kelar juga." "Jadi mau balas dendam gitu?" "Ya enggak sih. Cuman marah-marah tuh emang udah termasuk dalam paket kegiatan aja.." Faro kembali terkekeh. Berbeda dengan dua temannya yang sudah berbacot ria. Haras justru bungkam. Dan Baby menyadari kalau ada yang aneh dengan Haras. Termasuk juga pesan w******p nya yang belum terbaca sampai sekarang. "Nih.." Baby mengulurkan botol minuman miliknya. Haras seperti tersadar lalu otomatis mengangkat wajahnya memandang Baby. "Makasih.." ia terima botol itu. Haras tersenyum tipis. "Jangan mesra-mesra depan gue please. Gue mudah iri dan hati gue ini rapuh.." Faro bicara amat pelan. Benar-benar berbisik seolah takut ada yang mendengar ia bicara. Sontak saja Kayhan menghadiahi sebuah pukulan pada kepalanya. "Sakit, set!!" Mengabaikan dua temannya yang perang mulut, Haras bertanya pada Baby tentang apa yang akan Baby lakukan setelah ini. Baby, Azel dan Milani sudah pergi. Kegiatan MOSIMA juga harus dilanjutkan. Saat berjalan kembali ke tempat maba berada, Kayhan menepuk bahu sahabatnya itu. Haras menoleh. "Lo kenapa?" Tanya Kayhan. "Dari tadi kayaknya ada yang lo pikirin.." ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN