Momen

1169 Kata
Tak seperti biasanya siang itu Vina menjejakkan kakinya di gedung kemahasiswaan. Menemani Rena si ketua angkatan yang akan ke ruangan BEM untuk mengambil sertifikat pelaksanaan ospek. “Thank you ya Na mau nemenin aku” “Santai Ren udah selesai juga kelasku. Tapi kamu gapapa? soalnya aku lihat dari di kelas tadi kamu sering banget lihatin hp terus” “Ya ampuun ketahuan banget yaa, sebenernya aku nunggu kabar dari mama sih soalnya papaku baru aja operasi usus buntu terus hari ini udah pulang katanya” Rena menjelaskan keresahannya. “Terus mereka gimana?” “Mamaku bilang nanti mau naik taksi aja gitu tapi aku ga tega kepikiran terus soalnya moilny akau bawa ke kampus. tapi ini mereka juga belum ngabarin kaau udah mau pulang apa belum” “Kamu sekarang ke sana aja Ren! kasihan kalau harus ribet cari kendaraan pulang, biar sertifnya aku yang ambil” “Kamu sendiri nanti Na? aku ga enak “Gapapa kan cuma ambil doang kan” “Iya kalik yaa aduh makasih banget lho Na, aku tungguin sekrenya ke sini dulu terus biar nanti aku sekalian bilang kalau kamu yang bakal ambil sertifnya” Menyetujui usulan itu Vina dan Rena melanjutkan menunggu bagian sekre hingga satu suara memecah keheningan. “WOW long time no see, weits ni mau daftar jadi komdis nih kalau main ke sini lagi” suara Dean ramai. “Apaan sih kak Dean” jawab Vina menanggapi guyonan Dean yang masih sama. “Lihat Bim, mukanya s***s banget kan cocok jadi komdis hahahaha” Ish “Hahahaha Dean hobi banget gangguin anak orang” Rena pun menjelaskan maksud kedatangan mereka juga perihal dirinya yang harus segera pergi. Hingga tinggal Vina yang menunggu di depan ruangan itu sendirian. “Yok berangkat!” Dean memerintah. “Hah? Apaan” “Kamu sering hah heh hoh ya. Ayok ambil sertif!” “Kemana? Sertifnya tu ambilnya ga di ruangan ini?” cerocos Vina karena mengira Dean dan Bima tadi mengambilkan sertif di dalam ruangan BEM. Menjawab kebingungannya dari balik pintu Bima sang sekre melongok ke luar. “Kamu ikut Dean ambil sertif di percetakan ya, punya kalian masih di percetakan ternyata. Dean hati-hati boncengin anak orang. Inget jangan diapa-apain” “Muka ganteng gini ga mungkin kriminal bos” “Ga ada hubungannya dodol’ Mendengarkan kelakar dari dua orang itu malah membuat Vina berkerut kebingungan hingga tetap mengekor Dean yang menuju ke arah parkiran. Namun tiba-tiba Dean berbalik hingga membuat Vina hampir menubruknya. “Jangan kayak kuli panggul dong. Jalannya di belakang” “Hah?” “Tuhkan hah lagi. Kamu jalannya di samping aku jangan di belakang” tanpa perlu diperintah dua kali Vina segera menyejajarkan langkahnya dengan Dean. “Kamu aslinya berapa orang? kok bisa jadi kucing penurut tapi kemarin bisa sangar kayak komdis” “Ini nanti jauh ya kak?” Vina enggan menangggapi celetukan Dean dan memilih mencari topik lain. “Kalau mau lama-lama boncengan motornya bisa dijauhin kok tempatnya” “Gamau lama-lama kak, jadi yang deket aja” ucap Vina lugas. “Aku kok yang mau” Dean tak mau kalah. “Ih apaan sih” “Tuh kan sekarang kayak komdis” Vina memutar bola matanya pertanda jengah. Cih Dean memberikan helm kepada Vina lalu membawa satu helm menjauhi motor tempatnya mengambil helm. “Kak Dean mau ke mana?” “Ayok katanya gamau lama-lama” masih dengan banyak tanda tanya Vina mengikuti kakak tingkatnya itu. “Itu tadi motor siapa?” Vina memutuskan menyuarakan kebingungannya. “Bima” “Ini helm siapa?” “Helm ku” “Yang aku pake?” “Punya pacarnya Bima” “Hah?? terus nanti pacarnya kak Bima pake apa? kok helm kak Dean malah ga di pake?” “Hah? Hah? Hah? kamu sengaja ya biar kita lama bareng-barengnya?” Dean justru meledek Vina “Bima emang sengaja bawa helm dua kalau seaktu-waktu pacarnya minta jemput. Bucin banget tu anak. Terus hari ini pacarnya lagi di luar kota jadi ga mungkin minta jemput.” jelas Dean secara rinci. “Terus kalau ini (menunjuk helm yang ia kenakan) biar couple an aja sama kamu. HAH” Dean benar sebelum Vina berekpresi dengan mengucapkan hah? penuh tanya dia sudah lebih dulu menebaknya. Setelah menaruh helm Dean di motor Bima akhirnya Vina naik juga di jok belakang membonceng Dean. Heran dengan pikiran random Dean membuat Vina tersenyum tak habis pikir yang laki-laki itu maksud memakai barang couple dengan Vina yaitu helm bogo dengan tulisan retro gentleman untuk Dean dan retro lady yang dipakai Vina. Saat Vina di perjalanan bersama Dean hari mulai bergulir ke senja. Rasanya in adalah momen yang beruntung bisa Vina dapatkan karena setelah berminggu-minggu jenuh dengan rutinitasnya ini bisa dia bilang sebagai momen melepas penat. Berada di jalan raya bersama pengendara lain dengan kesibukannya masing-masing. Vina menyukai suasana sore hari ini. Belum lagi Dean yang memang selalu saja ada hal random yang membawa Vina pada obrolan yang tidak membosankan. Suara kendaraan kadang membuat Vina tidak terlalu jelas mendengar yang dikatakan Dean tapi berikutnya mereka tertawa terbahak-bahak hanya karena melihat maskot brand di pinggir jalan. Ternyata menghabiskan waktu di sore ini bersama Dean bukan hal buruk yang perlu Vina khawatirkan. Dia bisa dengan mudah berinteraksi dnegan laki-laki ini setelah sebelumnya berpikir bahwa perjalanannya bersama Dean akan menjadi kecanggungan yang sangat membosankan, nyatanya anggapannya salah. Sebentar lagi mereka akan sampai di area kampus saat berhenti di simpang jalan menuju kampus menunggu lampu merah. Vina mengedarkan pandangan ke sekeliling hingga arah pandangnya jatuh pada sepasang mata yang ia rasa tengah menatapnya tajam. Entah kebeanian dari mana, Vina yang biasanya tidak bisa melakukan kontak mata justru tertahan pada seseorang dengan wajah tertutup helm full face itu. Vina tidak mengenali orang tersebut dan dia juga yakin hanya ada dirinya di sisi jalan sesuai arah pandang orang tersebut. Asumsinya segera ia tepis setelah lampu lalu lintas berubah menjadi hijau. Juga suara Dean yang memanggilnya membuat Vina segera memajukan tubuh untuk mendengar lebih jelas. “Na percaya love at the first sight ga?” “Hah??” “Kosanmu deket kampus kan? aku anter sekalian ya” “Oh iya” Vina membenarkan kata Dean tentang dirinya yang terlalu sering mengucapkan kata Hah untuk setiap keterkejutannya atau juga untuk memperjelas sesuatu yang dia dengar. Berharap jika dia kebingungan orang yang berkata akan mengulangi kalimatnya hingga dia paham. Seperti tadi Vina sebenarnya mendengar jelas kalimat Dean namun karena terkejut dan mencoba sekali lagi memastikan pendengarannya dia hanya dapat merespon dengan kata Hah. Toh Dean juga tidak mengulanginya dan memilih mengalihkan ke pertanyaan lain jadi Vina rasa bukan satu hal yang penting. “Habis ini belok kanan apa kiri?” “Engga lurus aja nanti rumah yang warna putih itu kosan ku” “Yang halaman rumahnya ada pohon cemaranya?” “Weh kak Dean hafal daerah sini?” Pertanyaan Vina menggantung tanpa jawaban karena mereka sudah sampai di depan kosan yang gadis itu maksud. “Na,,” “Ya?” ucap Vina menunggu kalimat Dean selanjutnya. “Samping kosan mu itu kosan aku”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN