SEMBILAN BELAS

1475 Kata
Setelah kejadian Baron datang ke ruang pimpinan Bambang, Baron sudah dua hari tidak datang ke kantor. Ia lebih memilih untuk pergi ke lapangan dalam rangka penyelesaian kasus. Sebagai seorang penyidik senior, Baron memang tidak diwajibkan untuk datang ke kantor setiap hari. Namun kali ini Taka tahu betul bahwa Baron tidak datang ke kantor karena masih marah dengan pimpinannya. Sejauh ini Taka belum mengetahui rencana Baron yang ingin menyidiki kasus Karisa secara mandiri. Tapi akibat kejadian kemarin, Taka kini menjadi lebih sibuk di kantor. Baron memberinya beberapa tugas terkait kasus kematian Mayang melalui telepone. Setelah mencari tahu siapa saja pria kenalan Mayang yang memiliki ciri-ciri fisik seperti yang berada di rekaman video kamera dashboard, Taka pun menghubungi Baron. Dan mereka sepakat untuk bertemu sore parkiran kantor.  Setibanya Taka di sana, Baron sudah menunggu di dalam mobil miliknya. Taka pun masuk dan duduk kursi penumpang sebelah Baron. "Kenapa kita gak ketemu di dalam saja, sih?" Taka menggerutu. Pekerjaannya hari ini sangatlah banyak, ia bahkan hanya makan siang dengan roti isi yang ada di meja kerjanya. Pada waktu-waktu tertentu memang mereka seringkali menggunakan bahasa informal satu sama lain.  "Aku malas bertem dengan pimpinan yang melanggar aturan." Jawab Baron. Taka meniup rambut-rambut yang ada di keningnya, "Huft...kau yang bertengkar dengan pimpinan, aku yang repot."  "Kau terlalu banyak mengeluh. Mana hasilnya?" Ujarnya seraya mengadahkan tangan kanan, Baron sedang menagih file yang dia minta.  Taka hendak memberikan berkas-berkas tersebut, tapi kemudian dia menahannya, "Apa ada sesuatu yang kau sembunyikan dariku?" Tanya Taka.  "Tidak ada." Sebagai seorang detektif, Baron sudah terlatih untuk merahasiakan sesuatu.  "Kau yakin?"  "Ya." "Sungguh?" Karena sudah tak tahan dengan sikap juniornya, Baron pun merebut berkas itu dari tangan Taka. "Aku tak punya banyak waktu." Ujarnya. Baron kemudian membuka map berwarna coklat yang berisi beberapa lembar kertas. Ia membaca berkas-berkas tersebut secara sekilas, "Jadi bagaimana?" Tanyanya. Ia ingin Taka memberikan kesimpulan atas pekerjaan yang sudah dia selesaikan.  Taka tahu keadaan sudah berubah menjadi mode serius, jika dia masih lanjut bercanda, Baron mungkin akan menendangnya keluar dari mobil. "Aku sudah mencari tahu semua pria yang berhubungan dengan mendiang Mayang dan tentunya yang sesuai dengan kriteria yang sudah kau tetapkan. Hasilnya tidak banyak. Hanya ada lima orang yang kira-kira masih aktif berhubungan dengan Mayang selama satu tahun terakhir. Mereka adalah ayah kandungnya, pemilik steam mobil tempat Mayang bekerja, calon bapak mertua Mayang atau ayah dari Imam, seorang pegawai di tempatnya bekerja, serta kakak sepupunya. Aku kemudian menyidiki kelima pria itu dan target pun menjadi mengerucut."  "Siapa saja orang yang tak patut dicurigai?" Baron langsung paham apa maksud juniornya.  "Ayah kandung serta kakak sepupu Mayang. Kedua orang itu memang masih aktif berhubungan dengan Mayang, hanya saja mereka belum pernah bertemu lagi dalam kurun waktu setahun terakhir. Mereka hanya berkomunikasi melalui telepone atau pesan singkat. Aku juga sudah mencari tahu bagaimana hubungan yang terjalin di antara mereka, hasilnya, ketiganya selalu berhubungan baik dan tidak pernah berselilih paham. Mungkin karena Mayang adalah seorang anak yang penurut dan tidak neko-neko. Di mata keluarganya dia adalah wanita yang baik meski terlalu pendiam dan tertutup."  Baron mengangguk paham. Ada sedikit perasaan bangga di dalam hatinya karena Taka benar-benar sudah menjalankan tugas dengan baik. Mungkin terlalu sombong jika Baron menganggap itu adalah berkat dirinya, namun Baron senang karena sejak Taka bertugas di Polres Bandung Barat dia selalu ada di sampingnya. Sudah tak terhitung berapa kali Baron menegur Taka karena kesalahan-kesalahan fatal yang dilakukannya, tapi nyatanya itu bisa membuat Taka menjadi orang yang lebih profesional dalam bekerja. "Jadi sekarang target kita hanya tiga orang?" Tanya Baron memastikan.  "Ya, aku sudah mulai menyidiki ketiga orang itu, ada beberapa fakta menarik dari mereka bertiga." Taka kemudian diam. "Kau tahu aku paling tidak suka basa-basi." Ujar Baron cepat.  Taka tersenyum kecil, usahanya untuk mengubah mode menjadi diskusi santai rupanya gagal. Ia pun melanjutkan, "Baiklah, aku akan mulai dengan fakta pertama. Fakta pertama, orangtua Imam ternyata tidak setuju jika putranya menikah dengan Mayang. Mereka menganggap rendah status sosial Mayang dan keberadaan orangtua Mayang yang "entah dimana". Ayah Imam pernah berkata bahwa keluarga Mayang adalah keluarga yang tidak jelas."  "Bukankah mereka berdua sudah bertunangan?" Taka mengangguk, "Benar, sulit bagi Imam dan Mayang untuk mendapat restu hingga mereka bisa bertunangan. Informasi dari orang terdekat mengatakan bahwa sebenarnya sampai sekarang ayah Imam masih menetang rencana pernikahan mereka berdua, sementara Ibu Imam perlahan sudah mulai luluh dan memberi restu. Karena Mayang adalah wanita yang pendiam dan tidak pernah melakukan kesalahan, ayah Imam tidak pernah secara terang-terangan menunjukkan sikap tidak sukanya, namun sikapnya pada Mayang seperti perang dingin." "Justru itulah yang bahaya." Ujar Baron.  Taka setuju, perang dingin bisa lebih berbahaya dari perang yang dilakukan secara terang-terangan. Perang dingin biasanya berlangsung dalam kurun waktu yang lama. Pihak-pihak yang terlibat dalam perang dingin biasanya menunjukkan sikap yang biasa-biasa saja, padahal di dalamnya ia memendam sesuatu yang luar biasa.  "Lalu, apa fakta kedua?" "Fakta kedua adalah pemilik steam mobil tempat Mayang bekerja rupanya pernah menaruh hati pada Mayang. Dia diam-diam mendekati dan menggoda Mayang. Karena tidak tahan dengan sikap bosnya, Mayang akhirnya memberitahu istri bosnya mengenai sikap sang suami ketika berada di tempat kerja. Akibatnya, si bos dan sang istri bertengkar hebat. Sejak saat itulah hubungan antara Mayang dan bosnya tidak terjalin baik." "Lantas mengapa dia tidak memecat Mayang? Dia bisa saja memberhentikan Mayang, bukan?" "Tidak bisa karena sebenarnya pemilik steam mobil itu adalah istrinya. Steam mobil itu dibangun dengan menggunakan uang sang istri yang kemudian dikelola oleh suaminya. Sebagai rasa terima kasih karena telah memberitahu sikap suaminya, ia tetap memperkerjakan Mayang di sana. Dan sebenarnya, setelah menikah dengan Imam nanti, Mayang berencana untuk berhenti bekerja di steam mobil, dia ingin memulai bisnis jualan online dari rumah." "Oke...Jadi si suami tidak bisa memecat Mayang karena istrinya lebih berkuasa atas steam mobil itu. Tapi di lain sisi dia juga dendam dengan Mayang karena sudah melaporkan perbuatannya pada sang istri." Baron menarik kesimpulan dari fakta kedua yang Taka simpulkan. “Tepat sekali. Dan fakta ketiga adalah ada seorang pegawai yang merupakan rekan Mayang dan Imam di tempat kerja. Dia dan Imam mulai bekerja di sana pada waktu yang bersamaan, hanya saja karena Imam memiliki kinerja yang bagus, dia kemudian diangkat menjadi kepala cabang. Sementara karier temannya hanya di situ-situ saja, tidak ada peningkatan. Beberapa orang menyebut bahwa pria itu sirik dengan kesuksesan Imam. Dia pun kerap mencari-cari masalah dengan Imam dan berujung pada pertengkaran.” “Jadi pria yang ketiga adalah rekan sekaligus saingan Imam di tempat kerja?” Tanya Baron. “Ya, kurang lebih seperti itu.” “Sejauh ini bagaimana hubungannya dengan Mayang? Apakah karena dia bermasalah dengan Imam, berdampak pada hubungannya dengan Mayang?” “Menurut pendapat orang-orang sekitar hubungan keduanya baik-baik saja. Pria itu tetap bersikap baik pada Mayang kecuali ketika Mayang sedang bersama dengan Imam, karena ya memang orang yang dia benci adalah Mayang, bukan Imam.” “Berarti kemungkinan dia sebagai pelaku hanyalah kecil, bukan?” “Kita tidak pernah tahu. Pria itu sadar bahwa Mayang adalah orang yang sangat berarti bagi Imam. Bagi Imam, kehilangan Mayang sama seperti kehilangan separuh hidupnya. Dan tidak semua orang memiliki pola yang sama dalam melakukan kejahatan, bukankah kau pernah memberitahuku akan hal itu?” Ujar Taka. Baron mengerti apa maksud Taka. Satu tahun lalu, mereka pernah menemukan kasus pembunuhan dengan pola yang tidak biasa. Pelaku memiliki dendam pada seseorang, namun untuk membalaskan dendamnya itu, dia memilih target lain yang merupakan anak dari orang itu. Dia tidak ingin membunuh orang itu, tapi dia ingin melihat orang itu tersiksa karena ditinggalkan oleh anak sematawayangnya. Itu jelas lebih menyiksa kondisi psikis orang tersebut, dia memilih untuk “membunuhnya secara perlahan”. Rupanya cara berhasil, tidak lama setelah putrinya meninggal, sang ibu jatuh sakit hingga akhirnya meninggal dunia. Pelaku akhirnya dipenjara atas tuntutan pembunuhan berencana. Baron menatap juniornya itu dan berkata, “Aku senang karena kau semakin cerdas.” Dia lalu memasukkan kembali semua kertas ke dalam amplop coklat. “Tentu saja ini semua berkatmu.” Jawab Taka sambil tersenyum lebar. “Maaf jika beberapa hari ini kerjaanmu semakin banyak. Tapi percayalah, aku tidak hanya diam saja, aku sedang melakukan sesuatu yang harus aku lakukan.” “Rupanya feelingku benar. Apa itu?” Tanya Taka penasaran. Diskusi mereka tentang tiga orang target kasus pembunuhan Mayang sudah selesai. Selanjutnya tinggal Baron yang menyelidiki ketiga orang itu. Semua informasi yang diberikan oleh Taka sudah lebih dari cukup. “Aku tidak bisa memberitahumu sekarang. Tapi aku berjanji, suatu saat aku akan memberitahumu.” Ujarnya seraya bersiap untuk mengemudikan mobil. “Setelah semua yang telah aku lakukan untukmu?” Taka memasang wajah melas. “Kau terlalu sering menonton sinetron.” “Ayolah, bukankah kau menganggap aku adalah junior terbaik?” “Kau mau ikut aku penyidikan mala mini?” Taka menggeleng cepat, “Tidak. Aku sudah terlalu lelah bekerja selama dua hari tanpa kau.” Ia kemudian segera turun dari mobil Baron. Setelah membunyikan klakson sebagai tanda pamitnya, Baron langsung mengemudikan mobil menuju rumah terget pertamanya. 
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN