Dokter Niko Patah Hati?

1525 Kata
Intan itu sering banget ngomel-ngomel, dia cerewet, terkadang Niko harus menyesuaikan kemampuan telinganya dengan kecepatan bicara Intan. Namun, melihat langsung Intan marah seperti itu kepada Alif membuat Niko menyadari satu hal, Intan benar-benar terluka. Kemarahan wanita itu terhadap dirinya tidak sebanding dengan marahnya terhadap mantan suaminya. Intan yang selama ini bertingkah seolah-olah dia adalah wanita mandiri yang kuat kini harus membuka topengnya di depan Niko. Dia lemah, air mata dan amarahnya sudah lebih dari cukup untuk membuktikan itu semua. Niko masih bisa mendengar isakan lolos dari bibir Intan. Tetapi lelaki itu tidak mau gegabah untuk sekedar menghapus air matanya. Jangan sampai Intan lari lagi. Luka-luka Intan akan dia sembuhkan. Niko berjanji dalam hati. "Pak Dokter, diminum dulu teh nya," titah Midah, sebuah teh hangat dengan asap yang masih mengepul dia hidangkan di depan Niko. Niko meraih cangkir dengan motif batik kemudian menghirupnya dalam-dalam aroma melati menguar bersama asap yang berasal dari cangkir itu, "Terima kasih, Bu." "Cuma teh, Pak Dokter." "Panggil Niko saja, Bu. Saya teman Intan waktu sekolah, kebetulan bertemu lagi di klinik. O iya mana Gia?" "Sama Ayahnya. Ibu tidak bisa larang, bagaimana pun juga dia ayahnya. Walinya." Gurat-gurat kesedihan Niko lihat dari wajah tua Midah. Wanita cantik yang telah melahirkan Intan ke dunia ini. "Maaf, Bu, apakah ini pertama kalinya Gia melihat ayahnya?" tanya Niko sedikit berbisik. Anggukan Midah adalah jawaban atas pertanyaan Niko. "Kalau begitu, saya pamit pulang dulu, kendaraan saya masih terparkir di Mall." Niko merasa dia berada di tempat yang salah. Dia meraih tangan Midah dan menciumnya. Kemudian melihat Intan di musola, dia masih terpekur di atas sajadah. Sesaat tatapan mereka beradu, Niko memberi isyarat pada Intan. Intan hanya mengangguk dengan senyum yang dipaksakan. Niko menyeret langkahnya. Dia merasakan sedikit sakit melihat Gia terlelap di pelukan Alif. Niko cemburu, tentu saja. "Niko!" seru Intan. Dia sedikit berlari menyusul Niko yang sudah berada di teras rumah. "Terima kasih untuk hari ini, maaf selama ini aku terlalu kasar padamu," ucap Intan. Niko melihat mata Intan sembab, hidungnya merah, "Intannya Niko jangan nangis lagi, ya, itu suara kamu jadi serak, gak seksi lagi, janji ya?" Perempuan itu mengangguk, sesekali dia melirik ke dalam rumah, yang mana Alif masih berada di sana. "Terima kasih sudah sayang sama aku dan Gia," sahut Intan, dia sengaja meninggikan suaranya supaya lelaki yang berada dalam rumah dapat mendengar apa yang dia katakan. Niko tersenyum pias, Intan hanya sedang membuat Alif panas. Dokter itu terlalu percaya diri menganggap Intan benar-benar luluh kepadanya. Nyatanya? Dua kali patah hati dengan orang yang sama membuat Niko sedikit berantakan. Dia tidak peduli dengan kumis dan janggut yang mulai tumbuh memanjang. Bekerja menjadi pelampiasan Niko untuk sedikit menghilangkan isi kepalanya yang melulu tentang Intan. Bahkan beberapa kali dengan sukarela dia menggantikan rekannya yang berhalangan untuk jaga malam di klinik. Biasanya Niko perhitungan, tetapi kali ini dia dengan santai bilang iya saat diminta jaga malam padahal jelas-jelas bukan jadwalnya. Kedatangan Alif ke rumah Intan tiga minggu lalu waktu itu benar-benar mengusik ketenangannya. Apalagi Gia begitu bahagia dan terlihat nyaman tidur di pelukan Alif. Intan memang marah kepada Alif, tapi bukan hal yang mustahil jika demi Gia mantan kekasihnya itu bisa saja kembali jatuh ke pelukan ayahnya Gia. Membayangkan itu semua sudut hatinya berdenyut nyeri. "Melamun, Dok?" suara lembut dan sebuah tepukan di bahu kirinya sedikit mengagetkan Niko. Sukma lagi. "Lagi nyikat wc," ketus Niko. Dia merogoh kantong celana mengambil gawai dan mulai main game. Sukma mengangkat alisnya, dia sebal karena Niko seolah tidak peduli padanya, "ketus amat, kayak cewek mau datang bulan, ngantin yuk, laper banget nih, aku traktir." Dengan malas Niko melepaskan tarikan tangan Sukma, "Anggap aja emang lagi datang bulan. Dan maaf aku tidak lapar!" Dari awal Niko bekerja di klinik As syifa dia tidak begitu suka terhadap Sukma. Selain nyebelin, Sukma suka sewenang-wenang nunjuk pegawai nyuruh ini itu hanya karena dia adalah keponakan dokter Yvonne. Tambah lagi, perempuan itu terang-terangan mendekati Niko dengan cara yang membuat lelaki mana pun akan menjadi ilfeel. Seperti saat ini, Sukma terus saja memaksa membuat Niko ingin melemparkan vas bunga ke hadapan perempuan itu. "Sukma, kamu bisa diam tidak, sih, atau vas bunga ini melayang aku lempar." "Kalau vas bunganya kamu lempar pakai cinta sih, aku terima dengan senang hati, yah walau bunganya hanya bunga palsu yang terbuat dari plastik." Niko mendadak sakit kepala, dia geram lalu bangkit dan menyeret langkahnya menjauh dari Sukma. Dia terus-terusan nempel kayak remahan nasi yang terinjak kaki t*******g. Nempelnya ganggu, bikin kesel. Belum jauh dia melangkah, seorang perawat lari tergopoh-gopoh dengan panik, "Dok, di UGD ada pasien masuk, dia sesak napas!" Niko mempercepat langkahnya. Keselamatan pasien adalah nomor satu. UGD klinik As Syifa memang tidak seramai di rumah sakit besar. Karena untuk kasus yang lebih berat biasanya langsung mereka antar ke UGD RSUD Dr Slamet, Garut. Langkah Niko terhenti, dia melihat Intan sedang menangis. Yang membuat dia sedikit geram tangan Alif dengan leluasa merangkul Intan. Ah, tentu saja, mereka bisa kapan saja kembali, bukan? Niko bukan siapa-siapa, dia hanya mantan cinta monyet Intan. Sedangkan Alif meski sudah berpisah, ada Gia diantara mereka. "Dok!" sapa seorang perawat, Niko segera melihat keadaan pasien yang tidak lain adalah Gia. Gia sudah stabil, gadis itu sesak napas karena reaksi alergi terhadap kacang tanah. Dengan profesional Niko menjelaskan keadaan Gia kepada Intan, sesekali matanya melirik tangan Alif yang sengaja merangkul bahu Intan. Meski beberapa kali perempuan itu menepis tangan Alif. Sudah cukup, Niko tidak bisa lama-lama berada satu ruangan dengan mereka. Bisa-bisa hatinya meledak karena cemburu. Niko patah hati. "Kusut banget, Dok?" Ardi, salah satu perawat menghampiri Niko yang duduk lemas di belakang meja UGD. "Hanya lelah." "Yang lelah hatinya ya, Dok?" goda Ardi. "Hus, kamana wae, hatiku baik-baik saja lho, Di." Ardi menarik kursi kemudian mendudukinya tepat dihadapan Niko, "mulut bisa bilang tidak apa-apa, tapi tatapan mata gak bisa bohong." Niko tersenyum dan berbisik, "jangan bilang-bilang, Oke!" "Nah, Kan. Gosip emang gak pernah salah, ya. Itu perempuan yang pernah nampar Dokter, kan? Anak-anak pada ngeributin reaksi dokter waktu lihat Mbak itu di rangkul sama suaminya." "Mantan, Di," ralat Niko. "Wow, Dokter tau banyak, ih. Jangan-jangan ...." "Udah jangan berisik," sergah Niko. "Dok, jangan biarkan kami bergosip dibelakang, Dok." "Kamu kayak cewek, ya. Sudah sana, nanti ada dokter Yvonne tahu rasa, lo," usir Niko. Ardi terkekeh, "jangan diambil hati, ya dok, saya hanya bercanda." Niko tersenyum melihat tingkah sahabatnya Ardi, perawat berusia 27 tahun itu adalah salah satu perawat yang sangat dekat dengan Niko. Keesokan paginya, Gia sudah dipindah ke kamar rawat inap, Niko sempat melihat keadaanya sebelum pulang. Niko masih melihat Alif dekat-dekat dengan Intan. Dia tidak suka, tetapi tidak punya hak untuk melarang mereka berdekatan atau marah. Memangnya Niko siapa? Intan melihat Niko keluar dari kamar rawat Gia. Perempuan itu berjalan cepat menyusul Niko, sadar ada yang mengikuti Niko menghentikan langkahnya dan berbalik. Intan dengan senyumannya adalah pemandangan luar biasa bagi Niko. "Gia akan baik-baik saja," bisik Niko. Wanita yang Niko cintai itu nampak berkaca-kaca, sesaat kemudian bahunya berguncang, dia menangis lagi. Membuat Niko merasakan perasaan yang tidak bisa dia gambarkan seorang diri. Niko meraih tangan Intan, kemudian membawanya kedalam pelukan. Membiarkan air mata Intan membasahi kemejanya. "Kumohon, jangan abaikan aku lagi, aku sedih liat kamu yang biasanya ganggu aku tiba-tiba diam seolah-olah aku orang asing," pinta Intan disela isakannya. Niko bahagia, dia tidak jadi patah hati. Dia mengusap rambut coklat Intan yang beraroma apel. Nasi uduk menjadi teman mereka pagi Ini. Niko kembali mengumbar senyum yang kemarin-kemarin hilang di telan patah hati. Dia kembali menggoda Intan dengan gombalan-gombalan receh ala Niko. Tetapi Intan senang, buktinya dia tidak marah, bahkan sesekali tertawa hingga keberadaan mereka di kantin itu menarik perhatian para pengunjung lain. "Tiga minggu ini kamu kemana? Biasanya nyepam WA ku," tanya Intan, tangannya meraih mentimun kemudian mencocolnya dengan sambal terasi. "Kamu kangen, ya?" goda Niko, dia bisa melihat semburat merah di pipi Intan. Wanita itu tersipu. "Ih, kamu!" "Jadi gak kangen, ya? Aku pulang deh kalau gitu," rajuk Niko. "Ih ngambekan, gak lucu, ah." "Lho, sejak kapan ada ngambek lucu?" Niko gemas "Serius, kenapa tiba-tiba kamu hilang bagai ditelan dinosaurus?" "Aku gak mau ganggu kamu sama Alif." Niko jujur. "Cemburu, nih?" "Iya," jawab Niko pelan. "Gak usah cemburu, Alif ayahnya Gia. Tapi bukan siapa-siapanya aku." "Berarti kamu siapa-siapanya aku, gitu?" Niko berbinar, tingkahnya mirip anak baru gede yang sedang jatuh cinta. "Kasih aku waktu." Nasi uduk di depan Intan sudah tandas, lantas bunda Gia menyeruput teh hangat. "Kamu kangen karena aku gak hubungi kamu tiga minggu ini, aku juga cemburu lihat kamu sama Alif, secara tidak sadar kita saling mencintai, lho Ntan." "Kamu aja, aku enggak," tandas Intan. "Kamu gak cinta?" "Mungkin belum, silakan bikin aku jatuh cinta," tantang Intan. "Tapi kita pacaran, Kan ini?" "Inget umur, Niko. Kita sudah terlalu tua untuk hal yang gak penting macam pacaran." "Kalau gitu, ayo kita Nikah?" ajak Niko lagi. "Kamu gak ngerti-ngerti, ih. Sudah aku bilang beri aku waktu. Percuma jadi dokter, otaknya dangkal begitu." "Otak aku dangkal kalau deket kamu," gombal Niko. Perdebatan gak penting mereka terus berlanjut, siapa pun yang melihat pasti akan menyangka bahwa keduanya adalah pasangan. Mereka serasi, Niko yang ganteng dan Intan yang cantik. Keduanya tidak sadar, ada dua pasang  mata yang melihat kebersamaan mereka dengan pesasaan cemburu.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN