Hantu Tanpa Nama (2)

1061 Kata
Nadin meringkuk di sela lemari dan meja belajarnya, sementara sosok itu masih asyik berkeliling melihat seisi kamar, melihay - lihat foto yang terpasang di dinding. "Wah, waktu kecil Lo ngegemesin juga ya. Pipinya kayak roti kukus," katanya seolah dirinya adalah teman Nadin yang sedang main ke rumah. "Roti kukus? Bakpau kali?" ralat Nadin. "Sama aja," balasnya. Nadin berkali - kali mengutak atik hpnya mencoba menelpon mama dan neneknya tapi tak kunjung ada jawaban. "Ayo dong Ma, angkat." Ia resah dan bingung kenapa bisa makhluk halus masih bisa masuk ke rumahnya, mana hantu di depannya seperti tidak ada niat mau pergi pula. "Ini nenek ke mana lagi?" Berkali - kali ia menelpon tak kunjung ada jawaban. Ia takut. Takut tiba - tiba hantu di kamarnya ini mendadak berubah dan bisa mencelakainya. Sudah entah berapa kali ia bolak balik menelpon mama dan neneknya bergantian. Nadin duduk  meringkuk menenggelamkan kepalanya sembari menutup mata, berdoa saat membuka mata sosok itu sudah hilang tapi saat ia membuka mata lagi untuk melihat keadaan, sosok itu justru sudah ada di depannya membuat dia berteriak kaget. Sosok itu menarik diri agak kaget dengan respon Nadin. "Lo ngapain sih. Pergi sana." Lelaki itu menggaruk tengkuknya. "Lo gak capek nyelip di situ?" tanyanya. "Salah siapa coba Gue begini?" Ia makin bingung dengan respon gadis yang nampak ketakutan ini. "Tapi Gue gak ada niat mau nakutin atau nyakitin Lo kok. Gue cuma mau berteman." "Berteman ndasmu," ucap Nadin dalam hati. Ia tak percaya ada manusia yang bisa berteman dengan makhluk astral, karena ujung - ujungnya pasti ada yang makhluk ini inginkan dari dirinya. "Lo gak sadar ya muka Lo tu kayak apa?" Ia menggeleng, "Nggak. Emang kayak apa?" Nadin mendesah. Kenapa bisa ada hantu tak tahu diri macam sosok di depannya ini. "Serem tahu." Nadin menunduk lagi tak sanggup melihat wajah itu. "Gak pernah bercermin apa Lo?" "Cermin? Gimana caranya? Gue gak kelihatan di cermin. Kalau di air kelihatan tapi gak jelas. Emang rupa Gue seram banget ya?" Hantu itu nampak bingung. Sebenarnya ia sering berjongkok di tepi selokan saat hujan juga karena ingin melihat seperti apa dirinya. Karena saat hujan eksistensinya jadi sedikit lebih kuat dan nyata. "Seram banget. Mana banyak darah. Gue tu benci darah tahu." "Ya maaf. Gue gak tahu gimana caranya biar bisa ganti penampilan. Gue yakin nanti juga Lo biasa lihat Gue kalau Kita ketemu tiap hari." Biasa? Yang benar saja? Siapa juga yang mau berteman dengan makhluk macam ini? Pikir Nadin. "Gue gak mau temanan sama Lo. Kalau mau nyari teman mending yang sejenis deh sono." "Tapi gak ada yang mau temanan sama Gue." "Cari teman lain aja sana." "Udah Gue cari, ketemunya Lo." "Bodo amat. Cari yang lain yang satu spesies." "Mereka gak kau temanan sama Gue." "Kalau mereka aja gak mau apa kabar Gue." Mereka masih berdebat. Sampai akhirnya hp Nadin berdering menampilkan nama Mama. "Halo." "Mamaaaa. Mama kapan pulang? Cepet pulang Ma, tolong Nadin, Nadin takut." "Kamu kenapa?" Suara Mama terdengar panik. "Ada hantu yang ngikutin Nadin." "Loh kok bisa? Kan Kamu udah di tutup seharusnya gak bisa lagi dong?" "Gak tahu Ma. Nadin takut. Mama kapan pulang?" Nadin melirik ke arah sosok itu yang menatapnya bingung. "Oke bentar lagi Mama pulang. Udah telpon nenek?" "Udah. Tapi gak diangkat." Kebiasaan neneknya sejak dulu suka sekali menjelajah, pergi berkeliling entah ke mana. "Ya udah Kamu di mana? Pulang, di rumah aman." "Ini Nadin di rumah Ma. Hantunya bisa masuk." "Hah kok bisa?" "Nadin gak tahu." "Ya udah. Telponnya jangan dimatiin. Ini Mama jalan pulang." Setelah itu hening, nampaknya Mamanya sedang terburu - buru membereskan pekerjaannya. "Cengeng. Sama Gue ajak takut, payah," ejek sosok yang berjongkok di hadapannya itu. Nadin bodo amat kembali menenggelamkan dirinya, meringkuk tak mau melihat sosok itu. "Nadin," seru sosok itu. "Nadin." "Nadin." "Nadin." "Bisa diam gak." Nadin jengah, muak mendengar sosok itu terus memanggil namanya. "Hehe kirain Lo tidur. Sakit nanti badan Lo kalau tidur posisi begitu. Mending pindah ke kasur." Hantu macam apa sebenarnya sosok di hadapannya ini. Baru kali ini ia bertemu tipe yang begini. "Gue mau pindahin Lo tapi gak bisa nyentuh." Haruskah Nadin katakan kalau hantu ini baik hati? Nadin memperhatikan lagi tampilan sosok di hadapannya. Dari kepala sampai badan banyak darah. Belum lagi ia hanya memakai sepatu sebelah. Siapa sebenarnya makhluk ini? Apa mungkin dulunya dia ini manusia kemudian mati dan menjadi roh gentayangan atau memang setan yang menyerupai? Pikir Nadin. Selama belasan tahun ia bisa melihat hantu baru kali ini bertemu yang modelan begini. Tak lama suara mobil terdengar. Dengan cepat mamanya berlari dan masuk ke kamar Nadin yang memang pintunya terbuka lebar. Nadin langsung memeluk Mamanya. "Kamu gak apa - apakan?" Mama mengecek putrinya. Nadin menggeleng. "Halo tante. Selamat sore, salam kenal," ucap sosok itu sopan sambil tersenyum seolah ia adalah teman Nadin yang sedang berkunjung ke rumahnya. "Dia masih ada?" Nadin mengangguk. "Di mana?" "Tuh," tunjuknya ke arah depan mama. "Dia lagi ngapain?" "Lagi nyapa Mama." "Hah?" Mama bingung. Baru kali ini mendengar ada hantu yang memberinya sapaan. "Mama Lo gak bisa lihat Gue ya? Gue kira bisa kayak Lo." "Gue juga berharap gak bisa ngelihat Lo," balas Nadin. Padahal sudah beberapa bulan ini hidupnya damai, kenapa muncul lagi sesuatu yang seperti ini. "Nadin. Kamu ngomong sama hantu? Gak boleh sayang." Mama menyentuh wajah Nadin, mengingatkan pantangan. Karena sekali bicara kemungkinan makhluk itu akan terus mengikuti dan menggangu. Dan bodohnya dirinya sudah berkali - kali bicara dengan sosok di depannya ini. "Tapi kok dia bisa masuk ya. Apa pelindungnya ada yang bocor?" Nadin menatap sosok yang nampaknya biasa saja, tak nampak kesakitan atau apapun. Saat makhluk halus masuk paksa ke rumah ini biasanya mereka akan berteriak kesakitan, apa mungkin memang pelindungnya ada yang bocor? "Lo masuk lewat mana tadi?" "Nembus pintu," jawabnya polos. "Nembus pintu katanya Ma." Mama nampak berpikir. "Rupanya gimana?" "Cowok. Pakai seragam putih abu - abu. Mukanya berdarah. Pakai sepatu sebelah," jelas Nadin. Sekilas tampang sosok ini seperti korban tabrakan. "Nanti Kita hubungin nenek lagi. Tanya gimana cara ngusirnya." Mama mengajak Nadin ke kamarnya kemudian mengeluarkan botol kecil yang berisi air. "Ini coba di usap ke mata Kamu." Nadin melirik ke sosok itu yang juga mengikuti mereka, kemudian mengusap wajahnya dengan air tadi. Ia membuka mata, melirik ke sekeliling. Sosok itu tak tampak, Nadin tak lagi melihat sosoknya. "Gimana masih kelihatan?" Nadin menggeleng. "Gak ada Ma." Mama tersenyum lega sembari berdoa makhluk itu tak lagi mengusik anaknya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN