Angeline dan Perangkap Emasnya

1375 Kata
"Apa kamu sedang takut padaku?" Angeline terdiam. Apa ketakutannya muncul di wajahnya? Gadis itu berpikir jauh lebih panjang dari biasanya. Ia tidak mau salah bicara pada sang grand duke. "Kamu berpikir panjang lagi." Kata sang grand duke. "Maaf," adalah kata yang akhirnya keluar dari mulut Angeline. "Kamu berbeda dari yang waktu itu." Kata sang grand duke lagi. "Maaf, yang waktu itu, tuan?" Angeline terdengar ragu-ragu. Sang grand duke menghela napas sambil menoleh kepada rambut Angeline yang hari itu ditata rapi. Gadis itu cantik dengan leher jenjangnya yang tak disembunyikan di balik rambut yang selalu ia gerai sebelumnya, tapi grand duke kelihatan tidak senang. Pria itu meraih dan melepas jepitan bunga yang terbuat dari kristal dari rambut Angeline, "Aku lebih suka kalau rambutmu digerai." Katanya sambil kembali menatap Angeline tepat di kedua matanya. Angeline tak bergeming tapi ia kembali melayangkan sebuah senyuman yang penuh paksaan kepada sang grand duke. Dan ini bukan berdasarkan apa yang Angeline pikirkan sedang ia lakukan melainkan berdasarkan apa yang dilihat sang grand duke. Pria itu berdiri lalu memijit lehernya yang terasa kaku karenan menengadah dengan postur tubuh yang membungkuk. Ia menoleh sekali lagi kepada Angeline yang kini sudah menoleh kepada teh yang ada di cangkirnya lalu menggigit bibirnya sendiri. Sekali lagi sang grand duke membungkuk. Tangannya yang satu menopang setengah berat tubuhnya pada punggung bangku dan tangannya yang lain menangkup pipi Angeline dan mendekatkan wajah gadis itu ke wajah sang grand duke. Dalam satu tarikan napas, kedua bibir mereka bertemu. Angeline mundur sedikit karena kejutan itu tapi sang grand duke memajukan wajahnya lalu sekali lagi bibir mereka bertemu. Sang grand duke mengeluarkan desahan kecil yang singkat ketika merasakan ada perasaan yang membuncah karena ciuman itu. Pria itu melepaskan pagutan bibirnya lalu menoleh bergantian kepada kedua mata Angeline yang perlahan kembali terbuka lagi. Apa yang barusan terjadi? Pikir Angeline mulai kembali panik. "Maaf," kata sang grand duke sambil kembali berdiri tegak lalu berdehem sambil memperbaiki rambutnya yang sedikit berantakan karena hembusan angin. "Tidak apa," jawab Angeline sambil memalingkan wajahnya yang mulai terasa panas, takut kalau sang grand duke melihat wajahnya yang mungkin sudah semerah tomat sekarang ini. Canggung sekali. Apa Grand Duke Sunset terkenal seperti ini? Angeline mengingat-ingat. Jawabannya adalah tidak. Tidak ada tersemat sifat canggung atau malu-malu di karisma pria ini. Ia terkenal pintar berbicara dan punya gaya yang persuasif. Banyak gadis bangsawan jatuh hati padanya bukan hanya karena harta dan wajahnya, tapi karena bibirnya yang manis dan berani. Tentu saja ia berani dengan semua kata-katanya, Angeline berpikir. Ia ini berada di tatanan teratas di tingkatan kelas sosial. Ia punya segala yang bangsawan lain mungkin kekurangan. Pria ini beruntung di kehidupannya yang ini. "Angeline, kita perlu berbicara tentang perancang busana yang ingin kamu pilih untuk merancang gaunmu." Kata sang grand duke. "Perancang busana?" Tanya Angeline. Ia belum pernah ke perancang busana untuk membuat busana dari nol sebelumnya. Hal itu terlalu mahal karena biasanya dibuatkan sesuai keinginan yang dimiliki pembeli. Jadi ia kembali menengadah kepada sang grand duke tanpa mengatakan apapun, menunggu arahan lain pria itu. Tapi Grand Duke Sunset pun menatapnya dalam diam karena mengira Angeline akan tahu harus menjawab apa. Tentulah seorang anak perempuan dari bangsawan Archeness yang terkenal mau dan mampu memberikan dunia untuk pewaris namanya mengerti tentang mode. "Apa kamu punya rekomendasi?" Akhirnya Angeline buka suara. "Um, apa kamu tidak punya orang yang biasanya kamu percayai untuk merancang busanamu?" Angeline kelihatan berpikir sejenak lalu menggeleng. "Apa.." gumam sang grand duke tapi kemudian ia mengatupkan mulutnya, tidak melanjutkan kata-katanya lagi. "Hm.. Aku rasa aku bisa membantumu di bagian itu. Bagaimana kalau katering. Mungkin kamu kenal seseorang juga." Kata sang grand duke sambil menoleh kepada Angeline lagi. Tapi gadis itu punya ekspresi yang sama seperti pertanyaan pertama, ia tidak kenal siapapun juga yang punya katering. "Angeline, apa kamu tahu siapa yang bisa membantu di acara resepsi nanti?" Tanya sang grand duke sambil frustasi. Angeline memalingkan wajahnya kepada hamparan taman di sebelahnya tanpa menjawab sang grand duke. Gadis itu kelihatan sama sekali tidak tertarik untuk mengatakan apapun. Ini membuat sang grand duke sakit kepala. "Angeline, apa kamu tahu siapa yang bisa membantu?" Tanya sang grand duke yang menekan nada bicaranya di setiap kata. Angeline menghela napasnya lalu menggeleng tapi pun tak kembali menoleh kepada sang grand duke. Pria itu menghela napasnya sejenak. Tentu ia bisa mendatangkan apapun dan siappaun yang Angeline inginkan tanpa perlu memikirkan biaya. Tapi kalau sejak awal Angeline tidak tahu ia mau apa, grand duke pun tak tahu harus mendatangkan apa. "Angeline." Kembali sang grand duke meminta Angeline untuk menoleh kepadanya. Gadis itu menoleh dengan wajah tanpa ekspresi yang membuat sang grand duke sesak sendiri. "Apa.. kamu tidak mau menikah denganku?" Tanyanya dengan wajah yang frustasi. Angeline menunduk kepada sang grand duke yang sudah kembali setengah berlutut di sebelahnya. "Jawab aku." Kata sang grand duke. Angeline hanya menatapnya kosong. Hembusan angin menerpa wajah Angeline dan jadi suara yang menemani keheningan diantara mereka saat ini. "Baiklah," kata sang grand duke sambil berdiri lalu tersenyum kepada Angeline. "Kamu tidak perlu menjawabku saat ini juga. Aku akan membuatmu berkata ya kalaupun itu berarti aku harus membuatmu tidur di penjara bawah tanah." Angeline membelalak, "T-Tuan!-" Tapi suaranya tercekat ketika ia melihat wajah sang grand duke yang sudah memutuskan takdir hidupnya dengan mantap. Sang grand duke tersenyum miring ketika Angeline akhirnya beringsut kembali kepada sikapnya lalu membungkuk dalam, memberi hormat sebagaimana seharusnya ia lakukan pada seorang grand duke. Ia masih belum tahu apakah ayah dan ibunya baik-baik saja. Ia harus berlaku sopan sampai ia tahu ia harus melarikan diri kemana. Sang grand duke membalikkan badannya dan berjalan menjauh. Ia berhasil membuat Angeline setidaknya menyadari keinginannya. Meski sebenarnya yang ia lakukan itu terlalu ekstrim. Tapi tidak apa-apa, pikirnya, ia hanya perlu membuat gadis itu jatuh cinta padanya, 'kan? Ia hanya perlu membuat gadis itu tersungkur lemah padanya lalu mereka akan menikah dan hidup bahagia. Ya 'kan? Angeline tak bergerak dari tempat ia minum teh sampai Olivia berjalan dengan bergegas menuju tuannya itu. Olivia mendengar semuanya dari jejeran pelayan yang menunggu sedikit jauh, namun tidak cukup jauh untuk tidak mendengar. Angeline kelihat sesak karena perkataan sang grand duke itu. Ia tidak seharusnya berada disini. Ia tidak seharusnya mengalami nasib buruk lagi. Olivia menangkapnya ketika kedua kaki Angeline tak lagi kuat berdiri, gadis itu merasa benar-benar tak punya kuasa lagi untuk tubuhnya saat ini. "Sebaiknya kita kembali ke kamar Anda, nona." Kata Olivia sambil mengangkat Angeline yang masih lemas. Dosa apa yang telah keluarga dan dirinya lakukan sampai ia harus mengalami nasib buruk lagi dan lagi? Belum sempat Angeline mengumpulkan cukup energi untuk kembali pulih dari benturan mental karena kata-kata grand duke yang secara resmi membuat gadis itu jadi tahanan rumah di kediaman grand duke, gadis itu kembali dipanggil untuk segera hadir di hadapan pria itu malamnya. Angeline menolak awalnya, tapi kemudian ia dibayangin oleh perasaan takut akan disuruh tidur di penjara bawah tanah, maka kemudian gadis itu mengiyakan. Sang grand duke sedang berada di ruang kerjanya ketika Angeline dipanggil, ia kelihatan tengah sibuk membaca berkas-berkas di mejanya tapi kemudian mengalihkan perhatiannya ketika Angeline masuk dengan gaun tidurnya. Pria itu tersenyum lalu duduk di sofa sebelah meja kerjanya, diikuti Angeline di belakang. "Anda memanggil saya, tuan?" Tanya Angeline, memasang wajah yang dipaksa berani. "Ya. Aku rindu padamu." Kata pria itu. Angeline menaikkan kedua ujung bibirnya dan mencetak senyum singkat sebelum kembali menjatuhkan raut wajahnya. "Apa ini tidak terlalu malam?" Tanya Angeline. Sang grand duke terkekeh lalu memanggil Angeline dengan tangannya. Pria itu menarik tubuh Angeline agar terjatuh, terduduk di pangkuannya. Gadis itu menghela kaget tapi kemudian mengatupkan mulutnya ketika merasakan napas hangat sang grand duke menghembus kepada lehernya. "Ini waktu yang tepat kok." Jawab sang grand duke ketika ia melingkarkan tangannya ke pinggang Angeline. "A-Anu, tuan..-" Angeline gelagapan ketika merasakan kepala sang grand duke mulai membebani pundaknya. "Ya?" Jawab sang grand duke. "Itu, aku..-" "Kamu gelagapan." "Iya, um.. Apa saya harus melakukan sesuatu?" Tanya Angeline. Ia tidak mengerti tentang hal ini, tapi apa mungkin ia harus melakukan sesuatu untuk membuat sang grand duke senang? "Tidak. Kamu cukup seperti ini saja." Katanya. Angeline kembali diam mendengar jawaban itu dan untuk beberapa saat tidak ada suara lain selain suara malam dan detak jam. "Angeline, aku serius ingin menikahimu." Kata sang grand duke di dalam hembusan napasnya dan suara serak karena nada rendahnya. "Apa yang membuatmu ragu hm?"
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN