Bumi Dimana Kaki Angeline Memijak

1235 Kata
Grand Duke Sunset berjalan perlahan sambil menopang Angeline yang berjalan di sebelahnya sambil banyak berpikir. Apa Angeline memang selemah ini? Atau baru-baru ini ia hanya kelelahan? Apa sang Grand Duke boleh mengeratkan genggamannya pada tangan Angeline? Apakah ia bisa sekalian menggendongnya saja? Tapi kemudian semua pikiran itu buyar ketika Angeline menoleh cepat kepada Sang Grand Duke lalu tersenyum kepadanya. "Apa ada yang mengganggu pikiran Anda, tuan?" Tanya Angeline yang tersenyum simpul kepada sang Grand Duke. Pria itu berdehem dan tertawa kecil, merasa tertangkap basah. Apa Angeline bisa membaca pikiran juga? Pikirannya seketika segera was-was. "Aku hanya kepikiran tentang yang terjadi tadi pagi." Kata sang Grand Duke dengan jujur. Aneh. Pikir pria itu. Ia biasanya tidak pernah gelagapan seperti ini pada gadis manapun. Tunggu, apa Angeline memang punya kekuatan sihir? "Ya?" Kata Angeline dengan suaranya yang lembut dan mendayu. "Aku kepikiran apa yang kamu pelajari di akademi." Katanya. "Oh, itu. Tentu aku belajar sesuai dengan kurikulum yang khusus semenjak bangsawan punya etiket sendiri. Tapi kebanyakan tentu saja sama seperti murid yang lain. Sejarah, sosial masyarakat, ilmu eksak, bahasa." "Oh, lalu apa pelajaran yang paling kamu suka?" "Sejarah." Grand duke mengangkat kedua alisnya tapi tetap mengatupkan mulutnya. 'Bagaimana kamu bisa menyukai sejarah kerajaan ini, ketika masa emas keluargamu dimakan habis karena tekanan dari raja sekarang dan peristiwa itu dicatat dengan banyak detail yang melenceng di sejarah?' adalah keluhan yang hampir meluncur, tapi grand duke tak mau menyakiti Angeline. Tidak lagi. "Aku suka sejarah sederhananya karena membuatku tahu di bumi seperti apa kakiku sedang berpijak." Kata Angeline sambil tersenyum kecil. Kalimat itu menusuk d**a grand duke. Angeline tahu. Ia tahu di bumi seperti apa sebenarnya ia sedang berpijak. Di bumi itu, keluarganya kehilangan terlalu banyak untuk bahkan bisa tetap berdiri kokoh seperti sekarang. Di bumi itu Angeline harus debut di sosial sebagai seorang Archeness. "Aku..-" "Tuan," potong Angeline dengan suara pelan, "saya tahu apa yang tuan sedang pikirkan." Katanya. "Dan saya yakin kecemasan itu karena tuan sadar saya pun sudah tahu saya berada di bumi seperti apa. Tapi hidup saya dibuat sulit bukan tanpa alasan." Katanya. "Kamu pikir begitu?" Angeline mengangguk ketika mereka berdua sampai di hadapan sebuah pintu kayu yang tertutup. "Saya ditakdirkan untuk jadi kuat. Itu saja." Katanya ketika sang grand duke membukakan pintu yang ada di hadapannya. Angeline menoleh pada sebuah ruang penyimpanan yang remang-remang. Di ujung lainnya ada sebuah meja kayu panjang dengan banyak buku menumpuk diatasnya. Di balik dinding buku itu, ada seorang gadis duduk yang sedang menuliskan sesuatu dengan serius. Viola. "Apa yang ingin kamu lakukan?" Tanya sang grand duke, menoleh balik kepada Angeline yang sudah tak mendengarkan dan melepaskan genggamannya pada lengan sang grand duke. Gadis itu berjalan dengan cepat menuju ujung dimana meja Viola berada dan ia segera memeluk gadis itu dengan erat. Ia memanjatkan doa dalam bahasa latin berulang-ulang kali dalam hembusan napasnya. "No- Nona!" Suara Viola tercekat ketika merasakan dekapan Angeline yang erat. Gadis itu menoleh pada wajah Viola lalu tersenyum, "untunglah kau tidak apa-apa." Kata Angeline sambil tersenyum. "Aku khawatir setengah mati. Bagaimana nanti adik-adikmu kalau kamu sakit!" Kata Angeline sambil mengelus bingkai wajah Viola yang pucat karena kurang terpapar sinar matahari untuk waktu yang lama. "Tuan," sebut Angeline sambil menoleh kepada sang grand duke yang terpelongo di belakangnya. "Apakah tidak bisa kalau Viola saya jadikan pelayan saya?" Tanya Angeline sambil berjalan mendekat kepada grand duke lalu meraih tangan pria itu dengan pelan. Grand duke jelas-jelas termangu melihat Angeline saat ini. Gadis ini sangat berbeda. Terlalu berbeda sampai Grand Duke Sunset bingung apakah ia seharusnya menaungi dan membayangi Angeline sebagaimana seharusnya seorang lelaki yang sekaligus kepala keluarga dari sebuah rumah tangga yang hampir setara dengan sang raja. Karena Angeline tidak perlu dinaungi. Gadis ini punya komentarnya sendiri. Grand duke berdehem lalu menganggukkan kepalanya, mengiyakan permintaan Angeline. Gadis itu tersenyum lalu merangkul Viola yang kelihatan sangat terkejut. Membuat Viola menjadi pelayan pribadinya sama saja dengan meminta Viola untuk bekerja kepada Angeline seorang. Itu artinya Angeline baru saja memindah tangankan Viola kebawah naungannya. Itu artinya Viola akan aman dibawah kekuasaan pasif Angeline terhadapnya. "Viola, tugas awalmu besok adalah membawakan sarapanku dan sebuah buku untuk dibaca ke kamarku." Kata Angeline. Viola segera menoleh lalu mengangguk, menahan tangisnya yang entah mengapa ingin sekali meluncur dari ujung matanya. Angeline berdiri lalu kembali berjalan bersama sang grand duke. Tugasnya di ruangan itu telah selesai dan ia kembali ke dalam rangkulan pria itu. "Kamu mau minum teh sore ini?" Tanya sang grand duke. "Kamu perlu udara yang segar supaya tidak sakit." Kata pria itu. Angeline mengangguk lalu mengeratkan genggamannya pada lengan sang grand duke. "Ada beberapa hal yang ingin aku bicarakan." Kata sang grand duke. "Tentu." Jawab Angeline sambil kembali menoleh dan tersenyum manis. Angeline tidak bisa menghentikan dirinya untuk mengandai-andai tentang hal-hal yang mungkin akan ia dengarkan dari sang grand duke. Ia harus cerdik dan berpikir satu langkah lebih cepat. Ia harus memikirkan cara untuk bisa keluar dari rumah ini dan kalau bisa sekalian mengajak keluarganya lari dari semua masalah kerajaan ini. Mungkin tinggal di pondok di dalam hutan dan bercocok tanam, jauh dari tekanan masyarakat dan standar sosial yang begitu menyesakkan. "Apa kamu sudah terpikirkan desainer mana yang akan membuatkan gaunmu nanti?" Hah? "Maaf, maksudnya, tuan?" "Desainer. Um, kamu tahu. Untuk gaun jamuan makan, gaun..-" "Saya tahu desainer gaun. Tapi untuk jamuan makan apa, tuan?" Grand duka mengernyitkan dahinya. "Acara pernikahan. Apa aku perlu menjelaskan apa itu acara pernikahan?" Angeline terdiam sejenak. Pikirannya melebur sejenak pada situasi yang canggung, tapi kemudian meledak dan mendengungkan sirene bahaya. "Ya, selain itu kamu mungkin perlu membantu para pelayan untuk memilih karangan bunga yang kamu suka, warna karpet, tirai dan permadani, tamu undangan..-" Acara pernikahan?! Apakah tidak terlalu cepat? ..Dan berlebihan?! Angeline mengernyitkan dahinya menoleh kepada teh yang ada di meja di hadapannya. "Angeline." Panggil grand duke. "Ya?" "Maaf, apa kamu mendengarku tadi? Aku bertanya apa kamu punya alergi?" "Kacang. A.. Aku alergi kacang." Kata Angeline yang kembali dirundung pikirannya setelah menyatakan alerginya. "Apa ada yang mengusik pikiranmu? Oh, kalau soal biaya biar aku saja yang tanggung, lalu.. Angeline! Apa kamu mendengarku?" "Aku, hanya.. Um, aku hanya sedikit kewalahan." Kata Angeline sambil menyisipkan anak rambutnya ke belakang telinga. Ia menengadah untuk melihat mata tajam grand duke yang menelitinya dalam diam. Apa Angeline salah pilih kata? "Aku mengerti." Adalah kata yang disuarakan oleh grand duke. "Tidak apa kalau kamu kewalahan." Kata grand duke sambil berusaha menyunggingkan sebuah senyum. Pria ini setidaknya berusaha, pikir Angeline. "Angeline," panggilan grand duke menjadi sebuah interupsi singkat untuk pikiran Angeline yang mulai ribut. "Kamu terus kelihatan sibuk dengan pikiran sendiri. Apa ada lagi yang mengganggumu?" Tanyanya. Angeline menatapnya tanpa ekspresi untuk sejenak lalu kemudian tersenyum selebar yang ia bisa dan menggeleng kecil. Meski ia jujur pun, ia tidak yakin grand duke mengerti situasinya apalagi punya kekuatan untuk membantu. Gadis itu segera terkesiap ketika melihat sang grand duke mendorong bangkunya sedikit lalu berdiri. Ia menatap Angeline dengan kedua alis mata yang mengernyit sambil memperbaiki jasnya. Angeline mengira pria yang dikenal dingin ini akan berpaling daripadanya, sejenak sebelum ia mempersiapkan hatinya untuk sikap acuh tak acuh yang akan segera ditunjukkan sang grand duke, pria ini malah berjalan mengitari meja teh lalu berdiri di sebelah Angeline. Gadis itu bingung tapi gak bergeming dari duduknya, terlalu takut untuk bahkan menggerakkan satu jari kakinya. Ia kemudian semakin kaku ketika sang grand duke menundukkan tubuhnya lalu menekuk kedua kakinya yang berharga agar bisa setinggi Angeline yang masih tetap berada di tempat duduknya. "Angeline, apa kamu sedang takut padaku?"
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN