Devian dan Sea telah berada di rumah sakit, sudah sejam dokter menangani pasien yang bernama Rico namun belum ada tanda-tanda bahwa dokter akan keluar dari ruang UGD. Devian terlihat mondar-mandir membuat Sea kesal, Sea berdiri lalu memberikan instruksi agar Devian mau duduk tapi yang didapatkan Sea, hanya bentakan dari Devian. Sea benar-benar bingung dengan lelaki itu, entah hubungan apa yang terjalin antara Devian dan Rico? Sehingga membuat Devian sangat khawatir.
"Tenanglah, Devian! Semua akan baik-baik saja!" ucap Sea mencoba menenangkan.
"Tidak bisa, Sea! Aku harus tahu kondisi, Rico. Ini salah satu kunci agar kita bisa menemukan death flower," tegasnya.
"Apa maksudmu? Sebenarnya apa hubunganmu dengan Rico? Dan kenapa kau bisa ada di sana?" tanya Sea beruntun.
Bersamaan dengan itu dokter keluar, Devian yang ingin menjawab pertanyaan Sea harus menundanya dan segera menghampiri sang dokter.
"Nanti kuceritakan!" ucapnya sembari menepuk lengan Sea. Sea hanya mengangguk dan mengikuti Devian menuju dokter.
"Bagaimana keadaan Rico, dok? Apa dia baik-baik saja?" tanya Devian pada dokter.
"Kondisinya saat ini koma. Diakibatkan racun yang bersarang di tubuhnya sangat cepat merambat. Bahkan racun itu mematikan beberapa sistem sarafnya," jawab sang dokter.
"Racun, dok?" tanya Devian lagi.
"Iya, kami belum bisa memastikan racun yang berada di tubuh pasien. Namun jangan khawatir, kami sudah mengeluarkan racun tersebut. Untuk kondisi selanjutnya, Kita lihat sampai pasien sadar," jelasnya.
"Kalau begitu, saya pergi dulu. Jika ada sesuatu yang ingin kau tanyakan, silakan ke ruangan saya." pamitnya pada Devian.
"Terimakasih, dok!" tuturnya sembari menjabat tangan sang dokter. Tak lupa Sea juga melakukan hal yang sama.
"Kami akan menghubungi anda tentang racun itu setelah kami memeriksanya di laboratorium," tambahnya, kemudian Dokter itu pergi meninggalkan Devian dan Sea.
Setelah melihat Kondisi Rico, Devian dan Sea memutuskan untuk pulang ke apartemen. Sebelum itu juga Polisi sempat mendatangi dan bertanya pada Devian tentang kejadian itu.
"Jadi kapan kau akan menjelaskan kejadian itu, Dev?" tanya Sea setibanya di apartemen Devian.
"Biarkan aku mandi terlebih dahulu, karena sungguh tubuhku sangat lengket. Dan satu lagi aku sangat lapar, jadi sebaiknya buatkan aku sesuatu yang bisa dimakan," tegasnya.
Sea mencebikkan bibirnya "Baik, pangeran!"
"Sudah kubilang, jangan membuat bibirmu seperti itu! Rasanya aku ingin melumatnya saja," ucap Devian sarkastis.
"Devian..." teriak Sea namun Devian sudah berlari menuju kamarnya.
"Dasar otak m***m!" umpatnya.
***
Sea tengah mencuci piring kotor, tiba-tiba deru nafas menyapu tengkuknya. Sea berbalik, Devian berdiri tepat di hadapannya.
"Ish, apa-apaan kau ini? Membuatku kaget saja," ucapnya sambil mendorong tubuh Devian.
Sea kambali melanjutkan aktivitasnya yang sempat terhenti namun sebuah tangan melingkar di perutnya. Devian memeluknya dari belakang dan menenggelamkan wajahnya di leher Sea. Sesekali dia mengecupnya, membuat Sea kegelian.
"Devian, singkirkan tanganmu dari perutku! Aku sedang bekerja," kata Sea kesal. Namun Devian tetap saja tidak menggubris perkataan Sea, lelaki itu malah semakin mengecap leher Sea.
"Akh... Dev!" Sea mengerang.
"Dev, ayolah aku sedang tidak ingin bermain-main. Jadi, tolong lepaskan!" ucapnya sembari berbalik ke arah Devian.
"Aku menyukai aroma tubuhmu, Sea!" tegasnya, Devian menunduk mensejajarkan tubuhnya dengan Sea yang tingginya hanya sampai d**a Devian.
"Apalagi, Dev! Kau ingin menciumku lagi, hah?" ucapnya. Devian mengacak rambut Sea membuat Sea mencebikkan bibirnya.
"Dev, rambutku! Kau merusaknya!"
"Harus berapa kali kubilang padamu, Sea. Jangan mencebikkan bibirmu! Apa kau sengaja ingin membuatku menegang?" balas Devian.
Sea mengetuk kepala Devian dengan sendok membuat dia meringis kesakitan. "Pikiranmu itu selalu saja kotor, sudahlah sebaiknya kau ceritakan saja kejadian tentang Rico."
Sea menarik tangan Devian menuju ruang tamu, namun sang lelaki mencekalnya dan malah menarik Sea ke kamar.
"Kita bicara di sini saja!" Devian menepuk area kosong di hadapannya, Sea hanya menurut saja padanya.
Mereka duduk berhadapan di atas tempat tidur dan devian mulai bercerita, Sea hanya menyimak tanpa ingin bertanya sedikitpun.
"Jadi kau mendengar Rico meminta tolong saat ingin pulang?" tanya Sea setelah Devian selesai berbicara.
"Iya, awalnya aku mengabaikannya namun saat melewati kamar apartemen Rico. Suaranya sangat keras. Sebelumnya aku mengetuk pintu itu, namun tak ada jawaban. Dan saat ingin meninggalkan kamar itu, teriakan Rico membuatku refleks mendobrak pintu, dan setelah itu yang kutemukan, Rico pingsan dan di mulutnya keluar busa," jelasnya.
"Apa kau tak menemukan seseorang di apartemen itu selain Rico?" tanya Sea lagi.
"Tidak ada seseorang di sana selain aku dan Rico bahkan aku mengeceknya di setiap ruangan," jawabnya.
"Jika kau tak menemukan sesuatu di sana, Tidakkah kau berpikir itu percobaan bunuh diri?"
"Entahlah, Sea! Aku tidak bisa memastikan itu," jawabnya.
***
Sementara itu seorang wanita menjatuhkan semua barang yang ada di kamarnya, dia terlihat marah dan memecahkan cermin yang ada di hadapannya hingga tangannya terluka.
"Berengsek, berengsek!" umpatnya sembari memukul meja.
"Aku gagal, sialan!" teriaknya sambil menunduk. Dia melihat dirinya di cermin, meraba lehernya mencari sesuatu.
"Kalungku?"
Wanita itu menggeledah seluruh isi kamarnya mencari kalung namun tak ada yang dia temukan. "s**t, apa lagi ini?"
Wanita itu lalu meminum pil, dan mencoba menenangkan dirinya. Percuma saja dia kesal, kekesalannya tidak akan menyelesaikan masalah. Setelah meminum obat itu barulah dia merasakan ketenangan.
"Aku harus menemukan kembali kalungku! Bagaimanapun caranya!" tegasnya. Dia segera bergegas menuju kamar mandi, tubuhnya perlu berendam sedikit agar bisa kembali rileks.