Permintaan kerja

1320 Kata
Nyutt__ Ingin rasanya Sari menjitak kencang kening mulus yang ada di depannya. Perihal air putih saja pria itu harus seribet itu menarik ulur dirinya. Namun apalah daya, dia yang tidak seberani itu hanya bisa memasangkan senyum terbaiknya. Sari kembali memamerkan deretan senyum lima jarinya sambil menatap Alex yang kini tengah mengulum senyum di sana. "Baik. Tunggu sebentar tuan-tuan. Air putih spesial akan segera tiba dalam beberapa menit ke depan." Jawabnya tidak lagi menyia-nyiakan waktunya dan segera beranjak dari sana. Satu gelas air putih dan satu toples cemilan manis buatan tangannya langsung dia sajikan tepat di hadapan mereka berdua. "Daus ini di makan ya ! aunty sendiri yang buat soalnya, daus pasti suka." Tawarnya, membuka toples tersebut kemudian menyodorkannya langsung pada Firdaus. Firdaus dengan tangan kanannya mengambil kue tersebut dan mengucapkan terima kasih setelahnya. "Tlimakasih Aunty." Tuturnya mulai memasukan kue tersebut kedalam mulutnya. Jika Sari perhatikan, Daus ini sudah sangat dewasa dengan tata krama yang bagus meskipun umurnya belum memasuki sempurna jika di sebut anak-anak atau mungkin balita juga sudah kelewat tidak pantas. Sari pun dengan rasa penasarannya mulai bertanya mengenai perihal yang ada di dalam otaknya. Karena dia tipikal orang yang ceplas-ceplos. Sari bukanlah tipe orang yang memendam rasa. Jika dia ingin bertanya atau ada sesuatu yang mengganggu pikirannya ? maka sejak itu juga dia akan menanyakannya pada orang yang bersangkutan. "Ekhem." Dia mencoba membasahi tenggorokannya lebih dulu sebelum berlanjut pada sesi pertanyaan selanjutnya. "Daus" Panggilnya dengan suara yang pelan. Firdaus menolehkan kepalanya, Dia bahkan berhenti mengunyah hanya karena panggilan Sari yang memanggil pelan namanya. Sungguh Maira begitu baik dalam mendidik karakternya. "Daus kalo boleh aunty tahu umurnya berapa ya sekarang ? kok udah pinter banget sih etika nya ? siapa yang ajarin nak ?" Tanya-nya memangku dagu dan memfokuskan pandangannya pada bocah kecil di depannya. Jawaban yang tentu saja tidak akan mengejutkan sari saat daus menyebutkan nama Maira sebagai dalang utama pembentukan karakter baiknya. "Kakak tantik. Daus katanya juga 2 bulan lagi mau umul 6 tahun." Tuturnya masih dengan pelafalan yang belum bisa sempurna. Sari menganggukkan kepalanya paham kemudian menatap Alex yang saat ini tengah menyandarkan punggungnya sambil menatap mereka. "Lanjutkan ! tidak usah pedulikan aku ! Aku memang mengantar dia untuk bertemu denganmu." Cetus Alex saat menyadari pandangan Sari yang berhenti berbicara setelah menatap dirinya. Sari dengan segala kecanggungan nya hanya bisa tersenyum kaku, kemudian mempersilahkan kembali Firdaus untuk menelan camilannya. "Lanjutkan sayang ! Kau bisa makan sambil berbicara." Tuturnya mendorong pelan tangan Firdaus agar memasukan sisa makanannya ke dalam mulutnya. Firdaus pun hanya bisa tersenyum manis. Kemudian melanjutkan kembali acara makannya. *** Mereka bahkan masih berbincang saat matahari sudah berada di atas kepala. Waktu yang sudah menunjukan pukul 11:59. Suara adzan sayup-sayup bahkan sudah mulai terdengar berkumandang. Ayah dan ibu Sari pun sudah kembali dari kebun dan menyambut baik tamu anaknya yang entah datang dan kenal dari mana. "Saya Alex pak. Teman dari Maira. Jika tidak salah, kita juga sempat bertemu di lobi hotel saat saya tengah mengantarkan Anak saya dan juga Sari ke kamar mereka." Alex yang lebih dulu mengenalkan dirinya. Saat di lihatnya pandangan ayahnya meneliti dirinya. Pria tua itu bahkan menelisik penampilan Alex dari mulai bawah sampai ke atas kepalanya. "Ooh." Jawabnya sambil ber 'oh' ria. "Iya iya saya ingat. Tadi saya cuman bingung aja, sejak kapan anak saya punya teman anak gedongan kaya gini ?" Jawabnya sambil tertawa ringan dan ikut duduk di sebelahnya. "Silahkan duduk nak .!" Ternyata Ayah dan Ibu sari merupakan sosok orang tua yang ramah. Alex dan Firdaus bahkan di ajak makan siang bersama setelah mereka melakukan salat Dzuhur berjamaah di mushola dekat rumahnya. "Makan nak Alex ! Ini sari yang masak. Maaf kalau hidangannya seadanya. Ya maklum lah kami kan cuman petani sayuran, Di sini juga jarang keluarga kami yang makan daging-dagingan. Nak Alex tidak keberatan kan jika saya menghidangkan sayuran seperti ini ?" Ucap Sang ayah kembali membuka suara ketika mereka semua sudah duduk rapih di depan meja lesehan. Tempat makan di luar rumah dengan pemandangan persawahan dan suasana sejuk cukup membuat Alex betah dan damai juga melihatnya. Dia pun menatap segan pria paruh baya yang begitu baik menyambut dirinya dan juga anaknya. "Tidak terima kasih, ini saja sudah lebih dari cukup untuk kami berdua. Kami juga kebetulan tidak pilih-pilih makanan." Jawabnya dengan sangat sangat sopan. Rasanya rahang sari pun ingin jatuh seketika mendengar nada sopan dari mulut pria judes di depannya. Alex yang memang sejak awal bertemu, sudah sangat judes padanya tiba-tiba saja berubah seratus delapan puluh derajat saat berhadapan dengan kedua orang tuanya. Dia bahkan mulai memamerkan deretan senyuman mautnya. Membuat bulu kuduk sari meremang seketika. Dia yang hanya bisa memeluk erat piring di dadanya, perlahan di sadarkan oleh geplakan ibunya yang tidak jauh berdiri di sampingnya. Plakk. "Ngapain bengong begitu ? Kesambet lu neng ?" Selorohnya berbisik pelan sambil mendorong bahu anaknya. Resiko mempunyai orang tua ceplas ceplos seperti ibunya. Sari pun hanya bisa menggaruk tengkuknya malu kemudian ikut duduk di samping ayahnya. Dia mulai menghidangkan nasi di masing-masing piring yang ada di depannya. Dengan sang ayah yang terus fokus berinteraksi dengan pria di depannya. Alex bahkan dengan khidmatnya mendengarkan celotehan tersebut sampai pada waktu ayahnya menanyakan pekerjaannya. "Kalo boleh bapak tahu nak Alex ini kerjanya apa ya di Jakarta ? kerja kantoran apa gimana ?" Tanya-nya mulai memasukan sesuap nasi sambil menatap lekat jawaban yang akan di ucapkan orang di depannya. Sari yang sudah duduk lesehan dan menyuapkan nasinya ke dalam mulut, Ikut merasa deg-degan saat sang ayah menanyakan pekerjaan pria tampan di depan ayahnya. "Oh." Alex menelan terlebih dahulu nasi di tenggorokannya baru menjawab pertanyaan ayah sari. "Iya saya bekerja di sebuah perkantoran pak." Jawabnya tanpa menambahkan embel-embel lain mengenai posisinya di kantor tersebut. Karena Alex bukanlah tipikal orang yang suka pamer, untuk apa juga dia mengatakan itu pada orang yang sama sekali tidak di kenal olehnya. Ayah mengangguk puas mendengar jawaban pria di depannya. "Bagus itu. Kalo boleh sebetulnya bapak ingin minta tolong dengan nak Alex. Kebetulan kan pekerjaan Nak Alex jelas di Jakarta, Bisa tidak jika memasukan Sari untuk ikut bekerja di sana ?" Gleggk. Sari sepertinya mulai tahu kemana arah pembicaraan ini selanjutnya. Dia mulai menatap kembali wajah Alex dengan perasaan malunya. Semburat merah bahkan sudah menjalar hingga ke daun telinga miliknya. "Aduh. bapak." Pekiknya hanya bisa menggeram dalam hati melihat kelakuan kumatan bapaknya. Alih-alih tersinggung ataupun risih, Alex justru malah tersenyum dan menjawab pertanyaan orang tua di depannya dengan jawaban yang luar biasa. "Bisa. Kalau boleh saya tahu, Sari lulusan sekolahnya apa ? Maaf, tapi saya harus memastikan dulu tingkat pendidikannya sampai mana agar saya juga lebih mudah untuk memasukannya di bagian apa ?" Jawabnya membuat binar sang ayah semakin berseri menatap putri badung satu-satunya. Dia membasuh tangannya, kemudian menjawab pertanyaan Alex dengan penuh semangat empat lima. "SMA" Jawabnya dengan PD nya. Alex mengangguk-anggukkan kembali kepalanya. "SMA ya ?" Ulangnya lagi menatap balik pancaran penuh harapan di depannya. Tidak mungkin juga Alex mematahkan harapannya, melihat matanya saja dia sungguh tidak tega. "Sepertinya bisa. Cuman mungkin pekerjaannya tidak sebaik yang bapak harapkan, mengingat ijazahnya hanya sampai SMA, gaji nya pun tidak akan sama seperti karyawan kantor lainnya." Kali ini tidak hanya ayahnya yang melotot bahagia, Sari pun mulai memperhatikan interaksi mereka ditemani sang ibu yang juga ikut menyembulkan kepalanya menatap mereka semua. "Tidak masalah nak, Jadi OB juga tidak apa-apa yang penting dia kerja daripada di sini pacaran terus dengan anak kepala desa. Bapak suka khawatir takut sari kebablasan apalagi pacarannya mulai tidak terkontrol. laki-lakinya katanya masuk salah satu geng anak motor di sini. bapak takut sari malah nantinya jadi dalam bahaya." Jawab sang kepala keluarga membuat sari semakin menganga tidak percaya. Orang tua mana yang tega membeberkan aib anaknya, apalagi orang yang baru mereka kenal seperti mereka berdua. "Bapaak." Rengek sari sambil menggoyangkan kesal lengan ayahnya. Sang ayah menepis pelan gelendotan putrinya, dia kembali menatap fokus wajah tampan setengah bule di depannya. Alex yang di tatap seperti itu pun tentu hanya bisa tersenyum canggung sambil menggaruk pelan tengkuknya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN