"Gadis yang banyak tanya membuatnya tidak nyaman."
***
Alvena mengerjakan seluruh dokumen yang diberikan oleh Eldan. Padahal, dia kan cuma anak magang kenapa diberi tugas segini banyaknya. Kecuali dia sudah jadi karyawan tetap.
"Huft...." Alvena menarik napasnya panjang.
"Kamu kenapa, Ven? Ada yang susah?" tanya seniornya di sebelahnya. Namanya Nichole.
"Ah enggak papa kok, ini aku lagi pegel aja makanya aku rileks in pundak dulu," jawab Alvena lagi.
"Itu tugas kamu?"
"Heem kenapa?" tanya Alvena dengan bingung.
"Banyak banget. Biasanya kalau ada anak magang enggak segitu banyaknya."
"Emang iya ini banyak banget, Kak?" tanya Alvena. Memang ini baru hari pertamanya. Dia juga tidak tahu kalau tugasnya sudah segini banyaknya.
"Em gatau deh. Aku mau ngerjain kerjaanku dulu, Ven." Nichole yang melihat atasan mereka lewat langsung fokus lagi dengan kerjaannya.
Alvena melihat ke arah depan. Ternyata bos kembar itu lewat. Alvena fokus lagi ke kerjaannya.
***
Si kembar lewat untuk segera menjemput adiknya Lisa. Setelah dikabari bahwa Ibunya tidak bisa menjemput mereka langsung meluncur untuk menjemput sang adik.
"Dek kita masih ada kerjaan? Kalau tidak gausah balik lagi ke kantor," ucap Ethan. Kerjaan dia tadi bisa diselesaikan di rumah.
"Enggak ada si, Kak. Kita langsung pulang aja gapapa kok. Lagian juga enakan di rumah," saut Eldan. Ethan dengan tampang dinginnya melewati ruangan pun membuat para karyawan enggan untuk menyapa paling hanya menundukkan kepala.
Saat mereka sedang berjalan ke arah lift. Seseorang memanggilnya membuat mereka berdua menoleh dengan raut wajah dinginnya. "Pak ... Pak tunggu...." Ternyata yang memanggilnya adalah wanita magang. Ethan memutar bola matanya malas. Wanita itu tidak ada sopan santunnya dengan atasan.
"Ada apa?" jawab Eldan dingin. Ethan hanya menunggu wanita itu berbicara.
"Ini saya belum paham Maksudnya, Pak. Tadi, saya udah nanya karyawan lain tapi mereka mengatakan sibuk. Sudah diajari tapi saya masih belum paham," ucap Alvena sambil membawa-bawa laporan yang diberikan oleh Eldan. Ethan benar-benar memutar bola matanya malas.
"Kamu kalau sudah diajari ya mengerti kenapa masih tidak mengerti saja. Kamu magang di sini. Seharusnya kamu tahu gimana perusahaan ini. Emang sebelumnya kamu tidak cari tahu dulu tentang perusahaan ini?" tanya Eldan dengan tegas.
"Udah, Pak. Kantor ini pegawainya semua Mandiri, jika sudah dijelaskan harusnya sudah paham."
"Itu kamu tahu. Lagian katanya kamu sudah mengerti dengan ini kenapa masih tanya saja! Kamu belum paham dengan apa yang saya ucapkan."
"Anu, Pak...." Saat Alvena ingin menjawab telepon Ethan berbunyi.
"Halo?" tanya Ethan suaranya tidak sedingin saat waktu pertama kali bicara.
Ethan pun menghindar dari mereka berdua.
Alvena melihat Ethan yang pergi mengangkat telepon, "Kamu ngapain malah lihatin kakak saya? Tidak sopan sekali. Kamu hari ini juga magang kamu saya berhentikan?"
"Eh jangan-jangan, Pak. Terus ini saya harus gimana. Saya enggak ngerti kalau salah nanti malah buat masalah gimana? Bapak mau kalau perusahaan kenapa-kenapa."
"Kalau perusahaan kenapa-kenapa karna ulah sepele kamu ya jelas saya akan langsung minta pertanggung jawaban kamu. Kalau fatal kamu bisa dipenjara!" Alvena menutup mulutnya rapat.
"Saya tidak pernah main-main dalam merekrut baik karyawan ataupun pegawai. Jadi, kalau kamu juga membuat masalah apalagi kamu interview langsung sama saya. Saya akan kasih konsekuensinya yang lebih berat." Alvena mengedipkan matanya tidak percaya. Dia menyesal langsung berhadapan dengan laki-laki itu.
"Eldan. Saya mau menjemput Lisa. Kamu urus wanita itu. Kalau kerjaan dia tidak beres kamu langsung saja pecat dia. Lisa sudah menunggu," ucap Ethan yang kembali lagi ke mereka.
"Loh terus aku enggak ikut jemput dia?"
"Kamu yang nerima wanita ini bukan? Jadi, urus dia dengan benar. Jangan sampai kebodohan dia menghancurkan perusahaan kita. Kalau kamu tidak mampu mengurus dia. Pecat saja. Dari kemarin pun saya sudah melihat dia tidak yakin." Ethan melihat Alvena dari atas sampai bawah dengan sinis dan tidak suka.
"Baiklah, Kak." Eldan pun dengan pasrah tidak bisa ikut menjemput adiknya. Ethan langsung masuk ke dalam lift. Pintu lift tertutup.
"Ini semua salah kamu saya jadi tidak ikut dengan kakak saya! Lagian gini aja kamu enggak ngerti. Kamu kuliah cuma tidur aja! Ikut saya!" Eldan yang kesal pun jadi melampiaskan kekesalanya kepada wanita tersebut. Eldan berjalan duluan. Alvena mengikutinya dari belakang.
"Ya maaf, Pak. Lagian saya kira tadi cuma mau istirahat aja. Kalau bapak bilang dari tadi mau pergi kan enggak saya samper," jawab Alvena lagi. Eldan yang mendengar itu sedikit terkejut baru kali ini ada yang berani membalas ucapannya.
"Kamu itu berani menjawab ucapan saya! Kamu itu cuma anak magang ya. Jangan sampai saya pecat kamu Dan laporkan ke universitas kamu. Biar kamu sekalian dikeluarin. Jangan main-main dengan perusahaan ini."
"Eh, Pak. Ancamannya serem banget. Jangan kayak gitu, Pak. Bentar lagi saya udah mau lulus. Jangan kayak gitu. Harapan keluarga saya biar saya bisa sarjana." Eldan berbalik sebelum masuk ke dalam ruangannya.
"Terus kamu pikir itu urusan saya! Saya tidak peduli dengan nasib orang lain kalau dia tidak bisa kompeten dalam perusahaan saya. Perusahaan ini kamu pikir berdiri dengan sendirinya? Perusahaan ini berdiri karna orang-orang yang kompeten tidak seperti kamu yang main-main!"
"Saya enggak main-main kok, Pak. Saya serius. Pas saya cari-cari perusahaan ini keren ya saya langsung apply di sini. Terus alhamdulillah langsung diterima. Terus denger dari karyawan lain juga saya beruntung di interview langsung sama bapak. Tapi, pas udah saya malah jadi takut kalau emang bapak pecat saya beneran," jelas Alvena.
"Ini terakhir kali saya berhadapan sama kamu Dan mengajarkan kamu. Kalau sampai kamu masih melakukan kebodohan memanggil saya seperti tadi. Nama kamu akan saya blacklist," ucap Eldan lagi. Alvena melotot mendengarnya. Eldan tidak peduli lantas masuk saja ke dalam.
Alvena pun menghembuskan napasnya kasar. Sial, dia tadinya cuma ingin bertanya kenapa jadi malah kena sasarannya.
"Sabar, Vena ini masih hari pertama. Masih ada beberapa Bulan ke depan. Jangan sampai aku dipecat," batinnya berucap. Dia pun ikut masuk ke dalam.
Ruangan ini sangat enak dibandingkan ruangan lain. Alvena ingin terus masuk ke ruangan ini tapi gimana caranya ya biar dia bisa dekat dengan bos kembar ini. Eh bukan dekat untuk apa ya. Tapi, dekat supaya nanti setelah lulus dia bisa bekerja di sini. Lumayan perusahaan ternama dengan gaji besar Dan fasilitas yang mewah untuk karyawannya. Alvena menyemangati dirinya.
Ya, dia pasti bisa. Alvena tidak akan menyerah....