Chapter 8 - Private Class With Fabio
Sudah tiga puluh menit Fabio menunggu di depan restoran Okasima. Yang di tunggu malah belum kelihatan sama sekali, batang hidungnya. Ponselnya tidak bisa di hubungi pula. Katanya cuma sepuluh menit. Ini sudah hampir tiga puluh menit lebih. Merlin belum datang juga. Kemana dulu dia? Fabio mulai gelisah. Apa dia harus menyusul Merlin ke rusunnya?
"Pak, ke rusun yang tadi alamatnya kita dapet yah," perintah Fabio. Supir segera menyalakan mobil yang tadinya terparkir manis tepat di depan restoran Okasima. Selintas Fabio melihat Merlin berjalan menuju restoran Okasima. "Tunggu pak!" supir menghentikan laju kendaraan. Fabio langsung membuka kaca mobilnya, "Merlin sini!" panggilnya.
Merlin yang merasa di panggil namanya. Langsung bergegas berjalan menuju mobil Fabio. Merlin langsung duduk di depan. Di samping supir. "Loh kenapa di depan?"
"Terserah gue dong mau duduk di mana. Lagian ngedadak banget sih lo. Gue lagi beres-beres rumah. Mana gue belum setrikain lagi tuh baju. Besok udah harus di ambil," cerosos Merlin.
"Baju? Diambil? Kamu emang punya loundryan yah?" tanya Fabio penasaran.
Ups! Merlin keceplosan. Tapi, mungkin saatnya Fabio tahu tentang status sosialnya. "Gue kalo libur jadi buruh cuci. Kalo engga ada cashting yang ngasilin duit. Apapun gue kerjaain. Dari mulai nyuci pakaian orang. Sampe nyetrikain. Pokoknya apa aja deh yang penting halal," kita lihat. Apa Fabio bakalan minder sama gue? batin Merlin. Entah kenapa hatinya malah harap harap cemas. Takut takut Fabio malah jadi ilfeel sama Merlin. Lah bukannya itu bagus? Itu berarti Fabio akan berhenti menganggu Merlin. Bukan kah itu yang Merlin harapkan?
"Hebat! Aku suka cewek pekerja kerja keras kaya kamu. Kamu itu cewek tangguh. Lebih tangguh dari pada yang aku pikirkan. Seperti yang aku bilang kamu itu cewek keren. Waaahh ga salah pilih aku ternyata," loh! Jawabannya diluar dugaan Merlin. Merlin kira Fabio akan langsung risih atau ilfeel gitu sama Merlin. Ini Fabio malah balik muji-muji Merlin.
"Gue tinggal di rusun kumuh loh. Nyokap gue cuma buruh pabrik, bokap gue pengangguran. Dan gue..."
"Stttt! Aku enggak perduli. Gimanapun kamu. Sekalipun kamu pengemis atau orang gila yang ada di jalan. Aku tetep cinta sama kamu," kata-kata itu begitu tulus keluar dari mulut manis Fabio. Matanya bener-benar berbinar memancarkan kejujuran. "Pak sebentar!" ujar Fabio. Tak lama Fabio, turun dari mobil. Kemudian membuka pintu depan mobil. "Pak pindah ke belakang yah. Biar aku aja yang nyetir," lah ko malah majikan yang nyetir?
"Tapi pak?" sang supir kebingungan.
"Udah engga apa-apa," sang supir nurut saja apa kata majikannya. Merlin mendengus kesal. Ia tahu sekali kalau Fabio pasti sengaja tukar poisi dengan supirnya. Supaya ia bisa duduk bersampingan dengan Merlin.
"Loh mau kemana? Bukannya restoran Okasima ada di sana?" Merlin menunjuk ke belakang. Mau di bawa ke mana sebenarnya Merlin? Wah jangan jangan Merlin mau di culik lagi sama Fabio?
Tanpa menjawab pertanyaan Merlin. Fabio terus fokus ke jalanan. Ia sengaja tidak menjawab pertanyaan Merlin. Supaya Merlin tetap penasaran. Fabio hanya tertawa dalam hati. Pasti sekarang Merlin sedang kebingungan. Engga apa-apalah yang jelas. Aku mau kasih kejutan buat dia, batin Fabio.
Tidak lama mobil Fabio berhenti di depan sebuah gedung. Sepertinya sudah tak asing lagi. Gedung ini adalah tempat dimana orang-orang ingin belajar acting. Tentunya tidak mudah untuk masuk ke kelas acting itu. Cuma orang yang mempunyai uang banyak yang bisa masuk. Uang mukanya saja sepuluh juta. Belum sekali pertemuannya bisa mengeluarkan kocek hampir satu juta bahkan bisa lebih. F Entertainment itu memang sangat terkenal. Tapi apa mungkin huruf F itu artinya Fabio. Apa gedung kelas acting ini milik Fabio?
"Lo serius ngajak gue ke sini?" tanya Merlin.
"Udah yuk masuk aja!"
Merlin dah Fabio keluar dari mobil. Sedangkan supir kembali mengambil alih kemudi, supir langsung melesat meuju parkiran. Fabio berjalan dengan santainya sambil menggengam tangan Merlin. "Eit, jangan macem-macem!" Merlin melepaskan tangannya dari Fabio. Ia tidak mau mengundang banyak mata orang pada dirinya. Bisa bisa Fabio di gosipin lagi sama Merlin. Media bisa heboh lagi. Kemarin saja Merlin rasanya cape mendengar cibiran dari teman-temannya. Bagamana kalau nantinya Merlin jadi pacar Fabio beneran? Merlin langsung menggubris pikirannya. Belum tentu juga semua itu terjadi.
Fabio tersenyum, "Ya elah, cuma pegang tangan aja. Aku cuma takut kamu ilang aja. Haha," Fabio sangat suka sekali dengan ekspresi Merlin yang kadang suka berlebihan. Tanpa menghiraukan protes Merlin. Fabio kembali mengenggam tangan Merlin dan menuntunya masuk ke dalam gedung.
"Siang Fabio!" sapa salah satu aktis yang tampaknya sudah tidak asing lagi. Fabio balik menyapanya.
"Hai Fabio!" Fabio hanya tersenyum dan mengangguk saja. Ada yang menyapa saja. Ada juga yang kecentilan, sambil kedip-kedip mata seperti orang cacingan. Fabio ini memang mempesona. Meski masih tergolong aktor pendatang baru. Kualitas actingnya setara dengan para aktor senior. Beberapa penghargaan sudah ia raih dengan mudahnya. Ia bisa menggeser pemenang yang harusnya jadi milik aktor senior. Sungguh luar biasa. Muda, berbakat, aktor, tampan pula. Sempurna. Cocok di jadikam calon untuk masa depan yang cerah.
"Oke mba ini murid baru yang kemarin aku daftarin. Namanya Merlin, pokoknya apapun kebutuhan yang dia butuhkan disini, aku tanggung semuanya," ucap Fabio pada cewek yang ada di hadapannya. Sepertinya cewek itu admin yang mengurus pendaftaran di kelas acting ini.
"Baik Fabio, lima menit lagi kelasnya dimulai,"
"Oke makasih mba Siska," setelah itu Fabio dan Merlin masuk ke dalam gedung lebih dalam. Terlihat sangat megah sekali. Memang bukan yang pertama kalinya Merlin meninjakan di gedung mewah seperti ini. Dia juga pernah ikut cashting di beberapa judul ftv di gedung pertelevisian. Tapi tetap saja, Merlin selalu merasa tersihir melihat keindahan gedungnya.
"Kita mau ngapain di sini? Lo bilang gue murid baru di sini? Lo gila yah. Mana mampu gue bayarnya," omel Merlin setengah berbisik.
"Sttt... Udah diem aja. Yuk ikut aku!" lagi-lagi Fabio terlihat misterius. Sebetulnya apa sih yang di pikirkan Fabio?
*****
Private Acting Class Room
"Oke Mer, hari ini kamu pemanasan dulu yah. Oke ikutin aku yah, A I U E O! Semuanya harus jelas. Liat lagi sekali lagi. A I U E O!" mimik wajah Fabio terlihat sangat serius. Merlin mencoba meniru Fabio.
"Aduh ini mah gue udah bisa. Kelas dasar banget!" protes Merlin.
"Tapi tetep harus di lakukan dulu. Buat pemanasan. Ayo cepet! A I U E O. Harus jelas intonasi dan cara pengucapannya," perintah Fabio.
Dengan malas, Merlin menuruti perintah Fabio. "A I U E O," ucapnya dengan nada asal.
"Yang bener dong. Harus jelas cara ngucapin aja. Anggap aja ini olah vokal buat pemanasan," kritik Fabio.
Merlin mulai sebal. Tapi benar juga yang di ucapkan Fabio. Ia harus benar-benar serius. Kapan lagi di ajarin olah vokal, sama aktor muda terkenal."A I U E O," ucapnya dengan lantang. Kali ini Merlin mulai serius.
"Oke, bagus. Kalo gitu, sekarang kita langsung ke olah sukma aja,"
"Bentar! Bentar! Emang elo gurunya? Engga ada yang lain apa? Kok di ruangan ini cuma ada gue sama lo aja," Merlin mengedarkan pandangan kesekitar ruangan. Kelas sudah di mulai sepuluh menit. Tapi hanya ada Fabio dan Merlin saja. Di mana siswa yang lainnya? Di ruangan penuh dengan kaca. Persis ruangan yang selalu dipakai latihan balet.
"Ini namanya private class. Aku sengaja ajarin kamu beberapa hal dulu, sebelum kamu gabung sama yang lain. Udah nurut aja. Aku engga akan apa-apain kamu kok. Niat aku cuma mau ajarin kamu acting dasar aja. Oke? Kita mulai. Coba aku pengen lihat acting marah kamu?"
"Pantesan dari tadi gue ga liat ada yang dateng. Lo modus kali yah. Padahal gue engga keberatan ko, kalo di gabung sama yang lainnya," protes Merlin.
"Udah nurut aja. Ayo sekarang aku pengen liat acting marah kamu," perintah Fabio lagi.
Merlin menghela napas panjang. "Gue benci sama lo! Awas yah, kalo lo selingkuh lagi!" ucap Merlin dengan nada datar.
"Stop! Cut! Mer, itu acting marah kamu?" Merlin mengangguk. "Mer, datar banget. Kalo acting marah itu harus kontrol emosi juga. Naik turun napas kamu di atur juga."
"Aduh ribet amet sih!" serobot Merlin.
"Emang harus gitu. Kalo acting marah, kamu harus maksimal. Anggap aja kamu lagi marah sama seseorang. Tapi kamu juga harus kontrol emosi kamu. Jangan sampai kelepasan. Oke, sekarang aku mau lihat acting nangis kamu,"
Lagi-lagi Merlin di uji actingnya oleh Fabio. "Kasihku janganlah kamu pergi. Aku kesepian di sini. Hiks hiks!"
"Cut! Hhhhh," Fabio menghela napas berat. "Mer, di jiwai dong. Kalo nangis itu harus dapet feelnya," Fabio geram melihat acting asal-asalannya Merlin. Pantas saja dia selalu menjadi figuran. Ternyata kualitas actingnya seperti ini. Tidak ada kemajuan. Untung saja Fabio mengambil langkah yang tepat untuk menjadi guru pertamanya. Kalau tidak, mungkin Merlin akan di permalukan, di depan murid kelas acting lainnya.
"Ih lo tuh yah. Gini salah. Gitu salah. Masalah buat lo? Acting, ya acting gue! Banyak protes banget sih!" dumal Merlin tidak terima.
Fabio mendekat. Kemudian mengenggam tangan Merlin. "Tenang Mer, tenang. Acting itu butuh penghayatan. Coba sekarang kamu pejamkan mata kamu. Nurut deh sama aku," dengan terpaksa sekali Merlin kembali mengikuti perkataan Fabio. Ia memejamkan matanya. "Terus kamu bayangin. Cowok yang kamu sayang sekarang sedang sekarat. Dia punya penyakit yang sangat parah. Dan dalam beberapa menit lagi. Cowok kamu akan meninggal. Bayangin itu sedalam-dalamnya. Anggap aja cowok itu aku. Rasain semua emosi dalam diri kamu. Menjelma antara perasaan sakit dan rasa kehancuran akan kehilangan cowok itu," Merlin mulai membayangkan semuanya. Rasa perih mulai menyelusup kerelung hatinya. Matanya mulai perih. Hatinya mulai sakit. Kemudian Merlin membuka matanya. Ia menatap dalam-dalam kedua bola mata Fabio. Air matanya menetes tidak tertahan.
"Sayang, bertahanlah. Kamu itu bagai jantung yang berdetak dalam tubuhku. Tanpa kamu aku adalah jantung yang tidak berdetak. Kamu adalah malaikat dalam hidupku. Hanya kamu yang mampu membuat hati ini jatuh cinta padamu. Hanya kamu yang mampu membuat hari-hariku penuh warna. Sangat indah sayang. Aku engga tahu apa jadinya hidup aku tanpa kamu. Please sayang hiduplah, aku engga mau kamu pergi," air mata Merlin berderai bak tanggul sungai yang jebol di terjang air. Seakan nyata dihadapan Merlin. Rasa perih yang teramat sangat menyelusup ke dalam hatinya. Dan Fabio, ia mematung seperti tersihir dengan ucapan Merlin. Fabio sekan masuk ke dalam drama yang Merlin buat. Ia pura-pura merosot terjatuh. Mungkin Fabio ingin mendalami karakternya sebagai pacar Merlin.
"Sayang bangun! Kumohon Tuhan! Jangan ambil dia sekarang! Jangan Tuhan! Aku rela menggantikan posisinya Tuhan. Tolong jangan ambil dia! Aku mencintai kamu," Merlin begitu mengayati setiap kata yang ia ucapkan.
Fabio membuka matanya perlahan, "Mer, aku hanya butiran pasir yang sangat usang, sampai kau enggan memandangku. Aku hanya angin yang berembus, tanpa kau perduli letihnya aku. Aku.. Hanya bayangan kamu. Tanpa harus jadi nyata. Namun tak apa, kebodohanku sekarang ini. Suatu saat akan membuatmu sadar. Bahwa cintaku begitu besar. Dan kamupun akan sadar bahwa aku pantas kamu miliki. Selamat tinggal sayang," Fabio memejamkan matanya lagi.
"Tidak! Bagun Fabio sayang! Bangun! Aku tahu aku bodoh telah menyia-nyiakan cinta kamu. Tapi aku mohon jangan pergi. Aku mencintai kamu," Merlin memeluk tubuh Fabio yang semakin melemah.
"Baguuss!" puji Fabio sambil melepaskan pelukan Merlin. "Nah gitu dong. Ini baru namanya olah sukma. Jiwa kamu bener-bener sudah menyatu sama peran yang kamu mainkan. Dunia acting, kalo mau nangis ya nangis sejadi-jadinya. Tapi ingat saat menangis juga perlu penghayatan dialognya. Improvisasi memang di butuhkan. Tapi, kadang ada sutradara yang pengen dialognya persis sama yang tertulis dalam skenario. Jadi harus kamu perhatikan bener-bener. Yang tadi namanya improvisasi. Kalo marah, kamu kumpulan dulu rasa marah kamu di d**a kamu. Biarin semua itu bergejolak. Dan setelah itu kamu atur intonasi dan gaya bahasa kamu yang akan kamu keluarkan. Untuk acting kamu, aku kasih nilai tujuh puluh lima. Dan untuk sebulan ini aku yang bakalan jadi guru kamu di kelas acting ini,"
"Tujuh lima? Katanya bagus. Kasih seratus ke. Kenapa sih gue engga boleh gabung dulu sama yang lain. Segitu jeleknya yah kualitas acting gue?"
Fabio tersenyum, "Mer, yang tadi bagus ko. Kalo improvisasi semua artis pemula juga bisa. Kita belum masuk skenario loh. Dan tadi, kalo menurut aku kontak fisiknya kurang. Ya meskipun di ending kamu peluk aku. Tapi masih keliatan canggung kamunya. Feelnya kurang dapet. Kenapa harus sebulan aku yang ajarin kamu? Aku engga mau kamu jadi bahan cemoohan murid yang lain. Aku pengen yang terbaik aja buat kamu. Dan satu lagi aku mencintai kamu juga sayang," Fabio terkekeh.
"Ih tadi kan cuma acting. Lagian gue ga beneran cinta lo ko," Merlin aga malu. Ternyata Fabio memang selalu pintar dalam memanfaatkan situasi.
"Serius?" Merlin menggeleng mantap. "Tadi kamu bilang Fabio sayang. Hayoo udah lah jangan pura-pura. Tar kalo aku mati beneran baru deh kamu nyesel," goda Fabio.
"Rese deh! Gue enggak perduli. Lo mati ke. Itu bukan urusan gue!" dalem, kadang Merlin kalo ngomong suka asal jeplak aja. Tanpa tahu orang yang dengernya sakit hati apa engga.
"Kalo tiba-tiba sekarang aku kena serangan jantung, terus mati. Emang kamu mau ninggalin aku gitu aja? Engga akan berusaha buat bawa aku ke rumah sakit gitu?" tanya Fabio.
"Enggak! Udah deh. Gue mau pulang dulu. Kerjaan gue belum beres. Gue bisa di omelin ibu tau!" saat Merlin akan pergi. Fabio menarik kearah belakang baju Merlin.
"Tunggu dong, ini jam tiga loh. Kita kan mau kencan. Biar kerjaan kamu, aku kasihin aja ke pembantu di rumah aku. Beres kan?" saran Fabio tak bermutu.
"Engga!"
"Mer, ayolah. Kamu harus nurut sama aku, kalo mau jadi artis. Yuk ikut aku dulu bentar aja," Merlin terlihat berpikir. Sebetulnya malas sekali harus menuruti keinginan anehnya Fabio. Dan akhirnya ia mengangguk. "Oh iya ini," Fabio menyerahkan sebuah kartu pada Merlin.
"Apa ini?" tanya Merlin sedikit bingung. Merlin menerima sebuah kartu kredit dari Fabio.
"Kartu itu bisa kamu guanakan sesuai kebutuhan kamu. Kartu itu tanpa limit ko. Tagihannya langsung ke aku," jelas Fabio.
"Engga ah! Engga butuh!" Merlin mengembalikan kartunya pada Fabio.
Fabio kembali memberikan kartu itu ketangan Merlin. "Simpen aja. Kali aja kamu butuh. Aku kan udah bilang. Apapun kebutuhan kamu. Aku akan memenuhinya. Anggap aja ini bukti, kalo aku percaya sama kamu. Nanti juga kalo kita nikah. Semua milik aku akan jadi milik kamu ko. Termasuk gedung kelas acting ini,"
"Ih nikah. Pacaran aja belum! Jadi kelas acting keren ini punya elo?" Fabio mengangguk. Pantas saja Fabio bisa dengan mudah memasukan Merlin ke sini. "Suggooii, ko bisa sih? Ya udah gue simpen aja yah kartunya. Tapi engga akan gue pake,"
Fabio hanya mengangkat bahunya tanda pasrah.
Merlin menepok jidatnya. "Kenapa gue baru sadar. F Entertainment. F itu Fabio ternyata. Jadi kelas ini bener-bener punya elo?"
"Yup! Duh lucu juga kamu ternyata. Emang kamu kira kelas acting ini milik siapa?" tanya Fabio sambil menahan tawanya.
"Engga tau ah! Ya udah yuk! Emang lo mau ngajak gue kemana lagi sih?" Merlin mulai kepo.
"Ada deh,"ujar Fabio menyebalkan.