Chapter 9 - Dinner

3162 Kata
Chapter 9 - Dinner Mereka tiba di sebuah outlet elit. Outlet ini sangat terkenal di Jakarta. Barangnya di jualnya original semua. Ada juga yang limited endition. Yang cuma produksi dua atau tiga buah saja. Jadi engga perlu khawatir samaan sama yang lain. Karena harganya juga sangat mahal. Tentunya yang tidak sembarangan orang bisa belanja ke sini. Fabio langsung mengambil beberapa baju, yang mungkin cocok untuk Merlin. Tanpa melihat harga baju-baju itu terlebih dahulu. Sultan mah bebas kali yah. Hehehe "Ini semua kamu cobain yah. Setelah kamu pake baju-baju itu, kamu liatin ke aku. Aku pengen liat mana yang cocok buat kamu," perintah Fabio seenak jidatnya. Hari ini berasa Merlin miliknya deh. Fabio selalu membatah protes Merlin. Dasar aktor rese! Dumal Merlin dalam hati. "Ya ampun Fabio banyak banget," Merlin terbelalak melihat tumpukan baju yang harus ia coba. Faham sih Fabio itu aktor muda terkenal. Pasti banyak uangnya. Ini kali pertamanya Merlin berbelanja sangat banyak seperti ini. Gratis pula. Fabio seperti bank berjalan bagi Merlin. Eh tapi kok kesannya kaya Merlin, memanfaatkan Fabio yah? Ah yang penting bukan Merlin yang minta kok. Jadi sah sah saja. Toh Fabio sendiri yang menginginkannya. "Yang tadi aja udah lebih dari cukup Fabio. Kenapa? Apa elo malu yah jalan sama gue. Pake baju gembel kaya gini?" terka Merlin. Pasalnya Merlin memang tidak nyaman dengan perlakuan Fabio, terhadap dirinya. Ini terlalu berlebihan. Kalau sampai teman-temannya tau. Apalagi media. Pasti Merlin sudah di cap sebagai cewek matre. Merlin memang selalu berpenampilan seadanya. Karena menurut Merlin ini lah gaya dia. Lebih nyaman dengan gaya sendiri. Dari pada harus mengikuti gaya orang lain. Merlin selalu jadi diri sendiri. Tanpa perduli cibiran dari orang lain. "Jangan banyak protes! Ayo cepet! Waktu kita engga banyak," Fabio segera menarik Merlin ke ruang ganti baju, untuk berganti baju. Tanpa perduli ocehan Merlin, yang sangat jelas memprotes tindakannya. Dengan terpaksa Merlin masuk ke ruang pas, untuk berganti baju. Hari ini, Fabio memang penuh teka teki. Ia selalu membawa Merlin, ke tempat yang belum Merlin kunjungi. Merlin harus sedikit bersabar. Mungkin memang Fabio ingin yang terbaik untuk Merlin. Jadi Merlin nurut saja. Merlin menatap cermin yang ada di hadapannya sekarang. "Sejelek apa sih gue? Ko Fabio sampe suruh gue ganti baju?" Merlin menatap dirinya dari pantulan kaca di ruang ganti baju. Merlin menatap dirinya dari ujung kepala sampai ujung kaki. Baru deh Merlin tersadar. "Baju ini emang kucel sih. Ga pantes juga di pake dinner nanti malem. Restoran Okasima memang restoran elit sih. Banyak turis Jepang yang datang ke sana. Iya juga sih. Nanti gue bakalan malu-maluin diri gue sendiri, kalo dateng dengan dandanan kaya begini. Ya, udah gue nurut apa kata Fabio aja deh," cerosos Merlin ngomong sendiri, sambil memilih baju mana yang ia akan kenakan. Ternyata Fabio sangat perhatian sekali sama penampilan Merlin. Untung saja Merlin engga ngotot buat pake baju bututnya, ke restoran Okasima nanti malam. Auto malu Merlin. Ia pasti akan menjadi bahan tontonan pengunjung lainnya. Semetara Fabio menunggunya di kursi tunggu. Fabio senyam senyum sendiri. Fabio memang sengaja membelikan Merlin beberapa baju, untuk di kenakan. Bukan karena Fabio risih dengan penampilan Merlin. Malah bisa di bilang, penampilan Merlin itu unik. Makannya Fabio bilang Merlin itu cewek keren. Gimana engga keren. Cewek biasanya selalu mementingan penampilan. Dimanapun dan kapanpun. Nah Merlin, mau ngedate sama aktor. Bukannya dandan. Merlin cuek saja dengan gayanya. Tanpa rasa malu. Tapi tentunya Fabio tidak ingin Merlin di permalukan, jika ia datang ke restoran Okasima dengan pemampilan seperti itu. Makanya Fabio merencakan akan mengmake over Merlin, menjadi secantik mungkin. Semoga Merlin suka. Meskipun Fabio harus terus membantah, semua protes dari Merlin. Selang beberapa menit, Merlin keluar dengan mengenakan blus coklat dan celana katun berwarna hitam pekat. Fabio menahan tawanya. Bajunya pas seperti orang yang akan pergi ke kantor. Ini kan temanya dinner. Bukan ngantor. Tapi bajunya bagus juga di tubuh mungilnya Merlin. "Haha kaya orang kantoran. Ganti lagi," perintah Fabio. Merlin masuk lagi. Ia mulai memilih baju mana yang kira-kira akan Merlin perlihatkan, di depan Fabio. Setelah beberapa baju ia tunjukan pada Fabio. Selalu saja tidak cocok dengan kemauan Fabio. Akhirnya, Merlin melihat sebuah gaun pink. Kelihatannya akan pas di tubuh Merlin yang mungil. Modelnya juga tidak terlalu terbuka. Masih bisa di katankan, gaun yang sopan. Mudah-mudahan saja kali ini Fabio suka. Merlin mengenakan gaun itu dengan malas. Ini bukan gaya Merlin banget. Tapi ya sudahlah. Merlin harus mengkesampingkan dulu egonya. Merlin keluar lagi dari ruang ganti baju. Ia memperlihatkan gaun, yang ia kenakan pada Fabio. Dan akhirnya.. "Bagus, gaun pink ini keliatan bagus. Oke, kamu ganti lagi baju yang tadi kamu pake," perintah Fabio menyebalkan seperti biasa. "Euh!! Lo tuh rese banget yah!" Merlin mengepalkan kedua tanganya geram. Ngapain Merlin dari tadi gonta ganti pakaian, kalau pada akhirnya Merlin harus pake baju yang awal dia pake. Hari ini Fabio memang menyebalkan. Sukses membuat Merlin geram. Tapi udah tau menyebalkan. Merlin mau maunya lagi nurut sama perintah Fabio. Padahal bisa saja Merlin meninggalkan Fabio. Dari pads bikin dia frustasi. "Haha! Mba tolong bungkus semua yah!" Fabio malah mengacuhkan Merlin, dan berjalan menuju kasir. Semua baju yang Merlin coba tadi. Ia beli semua untuk Merlin. Tidak sampai disitu. Fabio menarik Merlin lagi ke suatu tempat. Merlin benar-benar tidak bisa berkutik. Merlin sudah pasrah tangannya akan di tarik kemana. Karena sekuat apapun Merlin menolak, Fabio pasti akan memaksa Merlin untuk menerimanya. Ternyata Fabio membawanya ke salon. Apa lagi ini? Dari luar, salonnya terlihat sangat artistik. Mungkin yang Merlin lihat di sekitarnya, banyak pengunjung yang sangat fashionable. Tidak seperti dirinya yang kucel in the kumel. Merlin menunduk saat memasuki salon itu. Ia merasa minder dengan pakaian yang ia kenakan. Si Fabio mah jangan di tanya. Dia masuk dengan lengang tanpa beban. Penampilan Fabio mah sudah ngartis bangetlah. Jadi ga risih, kalau dateng ke tempat yang mewah. Sultan mah bebas kayanya. Hihihi "Hai mince!" sapa Fabio pada pegawai salon yang 'seperti cewek itu'. Memang terlihat seperti cewek, tapi sepertinya aslinya cowok. Cewek setengah mateng lebih tepatnya. Haha. Alias banci. "Hai, beb Fabio, ke mana aja sih ko eike jarang liat. Nambah ganteng aja sih," timpal si Mince yang kecentilan. Sepertinya Mince sudah kenal betul dengan Fabio. Kalau dari jauh, si Mince ini terlihat seperti cewek loh. Tapi pas deket. Tetep aja setengah mateng. Otot-ototnya yang seperti cowok. Tidak bisa menutupi, kalo si Mince memang cowok. Tapi gaya, dandanan dan penampilannya, patut di acungkan jempol. Sangat fasionable seperti cewek. Keren lah! "Ada ko. Biasa sibuk shooting. Oh ya Mince, buat cewek ini jadi cantik banget. Terserah mau diapain juga. Mau manipadi, luluran apapaun itu. Yang jelas buat dia jadi kinclong sekinclong-kinclongnya. Pokoknya cantik oke? Aku mau pergi dulu sebentar," perintah Fabio pada Mince. Setelah itu, tanpa pamit pada Merlin. Fabio langsung pergi entah kemana. "Hah? Ya, Ampun Fab, lo mau apain gue! Heh Fabio!" Fabio malah melenggang pergi saja meninggalkan Merlin, yang masih bingung di tinggalkan dengan si Mince. Baru kali ini Merlin, bakalan di dandani oleh cewek setengah mateng. Mau di apain sih sebenernya gue? Awas aja, kalo macem-macem. Gue cakar habis si Mince ini. Sekalian gue acak acak salonnya, dumal Merlin dalam hati. Sadis juga dumalan cewek tomboy ini. Sampe mau ngacak-ngacak salon Micne. Hehe Merlin Merlin. "Udah, Fabio itu orangnya bertanggung jawab ko. Lo tenang aja. Eike ga gigit ko," Merlin meringis mendegar ucapan si cewek setengah mateng itu. Tak lama Merlinpun siap di make over abis-abisan oleh Mince dan kawan-kawan. "Eike ini udah sering make over orang macem yey. Eike juga udah sering make upin artis. Jadi yey tenang aja. Eike jamin yey bakalan cantik banget deh," oceh Mince dengan gaya bahasa bancinya. Merlin sebenarnya risih banget dibuatnya. Tapi kata Micne. Dia udah sering make over dan make upin artis. Jadi Merlin harus percaya pada kemampuan, cewek setengah mateng ini. "Ya udah cepet dandanin! Awas aja, kalo sampe macem-macem," ancam Merlin pada si Mince. "Galak amat sih! Si Fabio dapet dari mana lagi cewek model beginian. Udah yey diem aja!" gerutu Mince engga kalah galak. Setelah berdebat dengan Mince, akhirnya Merlin mau juga untuk di make over. Semoga hasilnya memuaskan. Merlin tidak akan memaafkan Fabio, kalau sampai si Mince ini macam-macam pada Merlin. Tiga jam kemudian.. Merlin keluar dengan anggunnya. Tubuhnya yang mungil di balut rapih gaun pink pilihan Fabio. Rambutnya yang sepinggang dibuat bergelombang. Make up natural melengkapi kecantikan Merlin. Belum lagi high heels yang tingginya kira-kira tujuh senti itu, membuat tinggi Merlin semakin semampai. Terlihat sangat elegan sekali. Fabio yang baru saja tiba. Ia sedang ngobrol dengan Mince. Melihat penampilan Merlin yang berbeda. Fabio menghentikan obrolannya. Fabio langsung melirik bidadari di hadapannya. Merlin terlihat sangat cantik bak bidadari, turun dari kahyangan. Sangat cantik. Cantik sekali. Berbeda seratus delapan puluh derajat dari penampilan Merlin yang tadi, sebelum masuk ke salon. Pintar juga Mince mengubah Merlin jadi secantik ini, pikir Fabio. "Cantik... Banget," Fabio sampai spicles. Hanya dua kata itu saja yang keluar dari mulutnya. Ia memandangi Merlin dari atas sampai bawah. Tidak menyangka sama sekali si Mince bisa mengubah Merlin secantik bidadari. Memang dasarnya Merlin sudah cantik sih. Sayangnya saja Merlin menutupnya. Dengan alasan lebih nyaman berpenampilan seadanya. Padahal kalau Merlin berpenampilan seperti ini. Pasti banyak sutradara yang mau pakai Merlin, di film-filmnya. Mulai sekarang, Fabio akan lebih memperhatikan penampilan Merlin. "Heh! Bengong aja! Puas lo udah bikin gue kaya badut?" damprat Merlin yang sebetulnya tadi salting alias salah tingkah, saat dipandang begitu lama oleh Fabio. Sebetulnya Merlin engga pede dengan penampilannya, yang sekarang. Fabio bilang Merlin cantik sih. Tapi apa kata yang lainnya? "Kaya badut gimana, orang cantik banget ko. Yuk kita dinner!" ajak Fabio. Tidak sadar senyum Merlin mengembang dengan sendirinya. Rasanya ada kepuasan tersendiri di dalam hatinya. Sebelumnya, tidak ada yang memuji dia cantik. Sebagian orang hanya kagum pada bakat karatenya. Merlin selalu di puji hebat oleh teman-temannya. Kalau di puji cantik baru kali ini. Jadi wajar saja, kalau Merlin tadi sedikit salah tingkah. "Aku beneran cantik?" tanya Merlin. Ia masih tidak percaya dengan penampilannya sekarang. Bisa jadi cantik juga dia ternyata. "Cantik Merlin, masa kamu engga percaya sama aku?" Fabio mencoba meyakinkan Merlin. "Ya udah. Yuk kita dinner!" ajak Merlin dengan percaya diri. Dengan penampilannya seperti ini. Ia percaya diri. Kalau dia tidak akan mempermalukan dirinya sendiri saat di restoran Okasima. ******** Okasima Resutoran adalah restoran Jepang yang sangat terkenal di Indonesia. Selain nuansa dan ornamen khas negara tirai bambu ini. Masakannya enak menggugah selera, selalu jadi incaran bagi para pencinta Jepang. Selain itu, di restoran ini menggunakan tiga bahasa. Yaitu, bahasa Indonesia, Inggris dan Jepang. Keren bukan. Biar sekalian bisa belajar bahasa Inggris dan Jepang. Bisa di bilang. Sambil menyelam minum air. Kembung kali. Hahaaha Itung-itung latihan di restoran ini. Kalau nanti sampai ke Jepang. Engga terlalu canggung lagi, kalau mesan makanan pake bahasa Jepang. Karena di restoran Okasima juga para pelayannya, cukup fasih berbahasa Jepannya. "Irasshaimase! (Selamat datang)" sapa pelayan restoran Okasima saat Merlin dan Fabio masuk. "Nanmei sama deshouka? (Reservasi untuk berapa orang?)" tanyanya pada Fabio. "Ninin desu (Dua orang)," balas Fabio dengan menggunakan bahasa Jepang juga. Cukup fasih juga ternyata bahasa Jepangnya. Pantas saja Merlin di ajak ke restoran ini. Merlin kira Fabio akan menggunakan bahasa Indonesia. Atau pake bahasa Inggris. Keren juga dia sebagai ukuran aktor. "Dewa, kochira e douzo.(Jika begitu, mari kesebelah sini)." pelayan itu mengajak Fabio, ke meja yang memang sebelumnya sudah dipesan Fabio. Tadi sebetulnya Fabio pergi itu, untuk memesan tempat di restoran Okasima. Ia mempersiapkan semuanya sendiri, saat Merlin di make over oleh Mince di salon. Fabio menyiapkan semuanya ini, demi mendapatkan hati Merlin. Semoga saja Merlin mau dengan cepat menerimanya, menjadi kekasihnya. "Menyuu de gozaimasu. Gochuumon ga kimarimashitara, oyobi kudasaimase. (Silahkan menunya. Jika sudah ingin memesan, silahkan panggil saya,)" ujar si pelayan ramah. "Hai," sahut Fabio. "Fab, biar gue aja yang pesen. Sumimasen, eeto, sashimi to sushi, onegaishimasu (Permisi, tolong saya pesan Sashimi dan sushi)," pesan Merlin. Ternyata bahasa Jepangnya cukup fasih. Fabio cukup kaget juga melihat Merlin, berbicara bahasa Jepang. Ternyata Merlin serius suka sama negara bunga sakura itu. Merlin sampai bisa menguasai bahasa Jepang. Setelah mendengarkan pesanan Merlin dan Fabio, pelayan itu pergi untuk menyerahkan pesanan pada peramusaji. "Bahasa Jepang kamu lumayan juga. Sejak kapan kamu suka Jepang? Bahasanya belajar sendiri atau ada yang ngajarin?" rempet Fabio. Semenjak Fabio kenal Merlin. Fabio jadi lebih cerewet. Biasanya Fabio bicara seperlunya saja, kalau sama orang lain. Kalau sama Merlin berubah jadi cerewet. Ketularan Merlin kali yah? Merlin sepertinya membawa pengaruh sangat besar bagi Fabio. "Buset dah tuh pertanyaan. Udah kaya reporter aja lo! Pertama, gue emang belajar sendiri bahasa Jepang. Ortodidak, mana mampu gue bayar khursus. Mana khursus bahasa Jepang mahal pula. Terus gue suka karate, gue suka negaranya. Pokoknya semua deh yang ada di Jepang. Tapi sayangnya gue belum pernah ke sana," ucapnya dengan nada kecewa. Biaya kesana, yang menjadi kendalanya. Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari saja susah. Apalagi mikirin ke Jepang dengan biaya sendiri. Tapi memang mungkin, belum ada waktu yang pas saja. Jika Tuhan sudah berkehendak. Merlin pasti bisa ke Jepang kok. "Makanya jadi pacar aku aja. Seminggu kita urusin paspor. Minggu depan kita langsung on the way Jepang! Sekalian nanti khursusnya aku bayarin deh," rayu Fabio pantang menyerah. Ia menggenggam tangan Merlin, "Mer, aku bener-bener serius kok sama kamu. Aku cuma pengen merajut rasa yang ada di hati aku, sama kamu. Dan aku janji engga akan mempermainkan kamu," rayu Fabio. Fabio benar-benar di mabuk cintanya Merlin. Sayangnya, Merlin terlalu sulit untuk di tembus. "Sabar dong. Ini kan baru kencan pertama. Lagian gue belum ada rasa sama lo. Cinta itu engga bisa di paksakan, Fab. Butuh waktu buat ngerasain itu semua. Makannya usahanya lebih keras lagi dong," ujar Merlin memberikan semangat pada Fabio. "Iya, aku akan lebih berusaha lagi. Tenang aja, aku engga akan gampang nyerah kok," Fabio mulai bersemangat kembali. "Oh iya bye the way, gue liat yah kok resto ini sepi banget. Biasanya ramenya engga ketulungan. Kok sekarang sepi?" Merlin celingukan melihat sekitarnya yang benar-benar sepi. Di tempat itu hanya ada Fabio dan Merlin saja. Si pelayan yang mengantarkan makanan pada Fabio dan Merlin juga, raib entah kemana. Sepertinya ada yang salah dekat tempat ini. "Jangan.. Jangan.. Apa lo sengaja booking ini resto yah?" Fabio mengangguk mantap. "Ya ampun! Lo pasti udah ngeluarin duit banyak banget buat gue. Ga usah kaya gini jugalah, Fab. Gue jadi enggak enak. Lagian belum tentu, gue nerima cinta lo juga kan?" aslinya Merlin, kalo ngomong emang jarang di saring. Bisa aja kan perkataan Merlin menyingung Fabio. Untungnya Fabio sabar. Sepertinya Merlin ini sangat spesial. Akan sulit sekali mendapatkan hatinya. Tapi bukan Fabio namanya, kalau menyerah begitu saja. Ini kan baru awal. "Aku enggak perduli. Sekalipun harta aku abis demi kamu. Aku rela kok. Aku lebih baik kehilangan harta, dari pada kehilangan kamu. Dan sekalipun itu nyawa. Itu akan aku pertaruhkan," ucap Fabio sangat tulus. Tak terasa mata Merlin mulai berkaca-kaca. Mata itu, mata Fabio yang penuh kejujuran. Tidak sedikit pun ada kebohongan di matanya. Rasanya Merlin malu. Dari tadi Merlin terus jutek sama Fabio. Tapi mau bagaimana lagi. Merlin emang terang-terangan orangnya. Kalau dia suka ya suka. Kalo engga suka ya engga suka. Merlin tidak mau munafik di depan orang. Di depan bilang suka, tapi di belakang ngomongin. Sama aja dengan siluman dong. Clik! Fabio memetik jarinya. Seketika ruangan menjadi gelap. Tak lama lampu-lampu redup mulai menyala. Ada dua lampu yang menyorot Merlin dan Fabio. Butir-butir es mulai berjatuhan, seperti layaknya salju yang turun dimusim dingin. Suasana berubah menjadi romantis. Alunan musik yang harmoni mendukung moment hari ini. Merlin terkesima dengan yang ia lihat. Tak hanya bulir es yang turun dari langit-langit. Tapi ada gelembung-gelembung sabun yang sangat indah. Sepertinya Fabio sengaja menyiapkan semua ini. Demi mendapatkan suasana romantis saat dinner pertamanya. Fabio mengulurkan tangannya. "Tuan putri yang cantik. Maukah kamu berdansa denganku?" entah ada angin apa. Merlin langsung menerima uluran tangan Fabio. Merlin harus tau diri. Ia harus menghargai usaha Fabio hari ini. Dari tadi Merlin protes terus. Kali ini Merlin nurut tanpa bantahan. Mereka berdansa layak pangeran dan putri kerajaan. Senyum mereka mekar layaknya sakura. Ya ampun, kejamkah gue? Fabio bener-bener cinta sama gue. Tapi kenapa justru gue engga bisa cinta sama dia. Dia bener-bener serius. Rasa itu belum muncul di hati gue. Kalau gue menerimannya. Sama saja gue bohongin perasaan gue dong. Ya Tuhan gue harus gimana? Apa gue harus ngebales cintanya? Gue jadi serba salah sekarang, Rutuk Merlin dalam hati. Yes! Semoga usaha aku membuahkan hasil. Aku harus lebih berusaha lagi, untuk mendapatkan hati Merlin. Kali ini aku benar-benar serius. Aku engga mau sampai gagal. Apapun caranya akan aku lakukan. Apapun. Karena aku sangat sayang pada Merlin. Entah kenapa rasa cinta itu semakin tumbuh setiap harinya. Bahkan sampai tak terbendung lagi. Merlin harus jadi milik aku, batin Fabio. Merlin menatap wajah tampan Fabio. Fabio tersenyum pada Merlin. Senyumannya begitu indah. Merlin baru sadar, kalau Fabio memiliki lesung pipi di kedua pipinya. Terlihat sangat lucu. Pantas saja ia di kagumi semua fansnya. Fabio memang sangat romantis. Kalau fansnya ada di posisi Merlin. Udah auto terima aja Fabio, jadi pacarnya. Secara mana ada cewek yang engga mau, di perlakukan romantis seperti ini. Sama idolanya pula. Wih keren! Cuma orang ga waras aja yang engga mau. Eit! Bukan berarti Merlin engga waras. Ia sadar betul dengan apa yang ia lakukan. Merlin hanya ingin lihat dulu. Seberapa jauh pengorbanan Fabio untuk dirinya. Karena cinta itu butuh pengorbanan. Butuh waktu untuk membuat cinta itu tumbuh dalam hati. Tak bisa di paksakan. Malam ini sangat romantis sekali. Kencan pertama mereka sukses. Meski masih di gantungkan oleh Merlin. Tapi dinnernya sukses membuat Merlin terpukau. Semua orang bisa melakukan apapun, jika punya uang banyak. Tapi satu yang tak bisa di beli. Yaitu cinta. Karena cinta bukan barang murahan atau sesuatu yang dapat di beli. "Lo serius suka sama gue?" tanya Merlin saat mereka sedang berdansa. Merlin sudah berkali-kali menanyakan hal ini. Untung saja Fabio tidak bosan untuk menjawab, pertanyaan berulang dari Merlin. "Serius lah. Kamu pikir aku main-main? Engga lah, Mer. Aku beneran pengen jadi pacar kamu. Kalo pacar aku bukan kamu. Aku lebih baik mati aja," rancau Fabio. Sampai segitunya Fabio cinta pada Merlin. Bisa yah orang jatuh cinta dalam waktu singkat. Fabio hanya butuh sehari untuk jatuh cinta pada Merlin. Karena Merlin memang sangat menarik perhatian Fabio. Merlin yang berani. Merlin yang tampil apa adanya. Merlin yang ngomongnya asal jeplak, tanpa di pikir dulu. Merlin yang keren. Semua hal yang ada di dalam diri Merlin. Fabio sangat menyukainya. Merlin bagaikan h****n bagi Fabio. Tanpa Merlin, sepertinya Fabio bisa mati. "Mati, mati, udah punya bayak bekal lo buat di akhirat? Yakin lo masuk surga? Tuhan engga bisa di sogok loh sama duit lo!" damprat Merlin, seperti biasa. Merlin berbicara tanpa di pikirkan dulu. Lagian, Merlin paling benci, kalau sudah membicarakan soal kematian. Masih muda kok ngomongin kematian. Memang sih kematian tidak memandang siapapun. Tidak tua atau muda. Tidak kaya atau miskin. Tapi masa iya, karena tidak bisa mendapatkan cinta. Bisa mati semudah itu. Kan konyol.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN