Bab 11

1003 Kata
"Bos, kamu tahu siapa yang akan datang, dia adalah mantan istrimu. Kenapa kamu tidak menunjukkan diri dan membuatnya memohon kepadamu?" Robin sudah mendapatkan daftar siapa yang akan hadir dalam pertemuan. Selain Renata Wijaya, dia mengetahui jika Septian Wijaya juga akan hadir. "Selain itu, bukankah Septian itu selalu merendahkanmu, bahkan tak jarang dia mempermalukanmu di hadapan teman temannya. Mungkin akan sangat luar biasa terkejutnya dia jika mengetahui siapa tuan muda Jason sesungguhnya." Jason sama sekali tak menggubris ucapan Robin, hanya duduk diam mengerjakan pekerjaannya. "Bos, apakah perlu aku menolak pengajuan proyek mereka? Meski keluarga Wijaya memiliki kemampuan, masih banyak yang lebih hebat tengah mengantri demi mendapatkan proyek JR group." Robin membalik balikkan berkas, melihat catatan beberapa perusahaan yang sempat mengajukan permohonan. Jason menutup laptop. "Bagaimana bisa seorang CEO menarik perkataannya, bukankah sudah menetapkan siapa yang mengajukan permohonan terlebih dahulu akan dilayani pertama? Kamu ini benar benar tidak memiliki integritas." Robin tersenyum meledek. "Bos, aku tahu kamu masih peduli terhadap mantan istrimu. Kenapa tidak menunjukan siapa kamu sebenernya dan membuatnya kembali ke sisimu?" Tak menunggu Jason menjawab, Robin melenggang pergi meninggalkan ruangan. Jason memikirkan perkataan Robin. Apakah benar dia masih peduli terhadap Renata, istri yang telah menceraikannya. Memang dulu dia mencintai Renata, tapi setelah kejadian itu, hatinya masih merasakan sebuah rasa kecewa. Mungkin apa yang dia lakukan ini hanya sekedar tanggung jawab, dia tidak bisa membiarkan mantan istrinya hidup susah, terlebih dalam keluarga Wijaya yang sangat keras. Jason telah menjalani sendiri betapa buruk nya sifat individu keluarga Wijaya, mereka semua memiliki sedikit kemampuan, tapi lagaknya sudah seperti orang besar. Dan juga antar keluarga senantiasa bersaing merebutkan posisi paling tinggi di perusahaan milik mereka. Hem... Jason yang sudah menyelesaikan pekerjaannya, melempar jas ke salah satu sofa dan turun dengan lift khususnya. Tak butuh waktu lama untuk dia sampai dia parkiran kantor yang berada di lantai bawah tanah. Dengan menaiki mobil sederhana berwarna hitam dia melaju ke distrik selatan, menuju Bat Silver Stone yang sudah beberapa hati tidak dia kunjungi. Namun siapa sangka jika jalanan hari ini begitu padat, banyak kendaraan berlalu lalang. Sambil memasang headset Jason memutar musik, jarinya mengetuk setir mengikuti irama musik yang berdentum indah dalam telinga. Sekitar satu jam, Jason baru sampai di Bar Silver Stone. "Yo, kawan. Kenapa tak mengabari jika akan datang, setidaknya aku akan menyiapkan tempat istimewa untukmu." Jack yang melihat Jason melintasi pintu langsung mendekat dengan semangat. "Lancar?" Jack mengangguk dan menjawab. "Semua lancar, meski tidak seramai biasanya. Pengunjung yang datang masih lumayan." "Tapi geng serigala besi menghadapi beberapa masalah." Jack membawa Jason ke ruangan miliknya. Jason yang mendengar mengerutkan kening. "Bagaimana bisa ada masalah?" "Muncul kekuatan baru di wilayah utara, mereka menyebut sebagai Black Guns. Kelompok ini merupakan pemasok barang terlarang, senjata juga narkoba menjadi komoditas utama mereka." "Kota Levanya telah dirasuki begitu dalam, mungkin mereka sudah menancapkan akar ke segala penjuru kota." Jack mengambil beberapa lembaran dari salah satu lemari, dia menyerahkannya kepada Jason. "Keluarga Wiguna?" Jason menoleh dengan wajah tak percaya, dia ingin memastikan apakah apa yang ada dalam kertas itu benar benar dapat dipercaya. "Hal ini masih menjadi titik penyelidikan, dan keluarga Wiguna menjadi tersangka utama." Jason mengangguk, dia pun mengambil rokok dari saku celana memantik dengan korek api elektrik. "Selama mereka tidak mencari masalah, biarkan saja. Untuk masalah mereka melakukan transaksi ilegal, kita harus melihat keberuntungan mereka." Jason tidak akan mencari musuh, tapi jika ada yang berniat menjadi musuhnya, dia tidak akan segan segan. Black Guns jika tidak mengusik Serigala Besi, biarkan kedua kelompok ini berjalan diantara dua garis lurus yang saling bersinggungan. "Oh satu lagi, beberapa hari lagi Tuan Kota akan mengadakan acara amal. Mengingat kemalangan yang terjadi di Kota Guaye yang mampu membuat perekonomian kota itu hancur total." "Baru Silver Stone mendapatkan undangan, aku tidak bisa hadir karena aku tak terbiasa dengan acara seperti itu. Bagaimana jika kamu saja yang datang." Jack memberikan undangan berwarna putih itu kepada Jason. Untuk sejenak Jason berpikir, acara amal seperti ini biasanya akan melibatkan seluruh pengusaha di Kota Levanya, berarti JR group juga akan menghadiri acara amal tersebut. Namun Jason bisa sepenuhnya tenang, karena Robin pasti bisa mengatasi semua dengan baik. Di sisi lain, Robin yang tengah duduk bersama dengan Septian dan juga Renata menatap dua orang itu dengan pandangan sulit diartikan. Bagaimana tidak, kedua orang ini yang telah membuat tuan mudanya hidup dalam kesengsaraan. Mungkin Renata adalah istri Jason sebelumnya, tapi tetap saja tidak mengubah pandangan Robin terhadapnya. Terlebih lagi Septian, pria ini yang kerap kali merendahkan Jason bahkan mempermalukannya. Robin menghela nafas, dia meletakkan kembali proposal yang diserahkan kepadanya. "Proposal yang kalian ajukan memang masuk akal, tapi itu jika diterapkan pada sebuah perusahaan tingkat kedua ketiga. Jangan samakan prospek perusahaan tingkat pertama seperti JR group dengan perusahaan tingkat kedua." "Aku rasa, perusahaan Wijaya harus lebih berusaha untuk mendapatkan proyek ini." Robin meraih cangkir di hadapannya, meminum dengan sedikit elegan. "Renata, bukankah kamu yang membuat proposal ini. Bagaimana kamu menjelaskannya sekarang?" Septian melirik Renata sengit, dia menempatkan semua beban di atas pundak Renata. Seolah dia ingin lepas dan menerima hasilnya. Robin mendengus tak suka dengan sikap Septian. "Tidak perlu mencari siapa yang salah, jika ada waktu lebih baik digunakan untuk merancang proposal baru." Mendengar perkataan Robin, Renata yang semula menunduk mengangkat kepalanya. "Apakah itu berarti, anda akan memberikan kesempatan bagi perusahaan Wijaya?" Robin mengangguk, membuat Renata memasang wajah bahagia. "Jika bukan karena bos yang menyampaikan makna tersirat kepadaku, bagaimana mungkin aku memberikan proyek ini kepada perusahaan tingkat kedua seperti perusahaan wijaya." Robin membatin dengan nada pasrah, sambil mengelap mulutnya dia berdiri dan pamit undur diri. Ada beberapa perusahaan tingkat pertama yang mengajukan permohonan, jika bukan karena pesan Jason bagaimana mungkin dia bisa mengabaikan mereka. Setelah kepergian Robin, Septian tersenyum penuh arti. "Renata, sepertinya CEO Robin tertarik kepadamu, jika kamu memberinya sedikit kode, aku yakin proyek ini akan langsung datang ke tanganmu." "Meski kamu pernah menikah, sepertinya pesonamu masih sangat luar biasa. Bahkan seorang CEO perusahaan tingkat pertama pun tak bisa lepas darimu." Renata menggertakkan gigi, pergi tanpa menghiraukan Septian. Dia lebih memusatkan pikiran untuk membuat proposal baru, karena batas waktu adalah sampai hari ini berakhir.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN