Prolog

859 Kata
Suara ketukan sepatu hak tinggi silih bergantian, beriring gemuruh roda koper yang berputar, terdengar saling bersahutan kala barisan pramugari dan pramugara mulai berjalan ke luar dari ruang crew center, setelah melakukan briefing secara tatap muka antara pilot dan Flight Operation Officer sebelum penerbangan dimulai. Karena jarak tempuh penerbangan cukup jauh, lima belas Flight Attendant pun dikerahkan, untuk menjadi crew cabin. Seorang gadis cantik, bertubuh semampai, mengenakan seragam pramugari yang cukup ketat, berwarna maroon, tengah berbincang asyik dengan dua orang teman sejawat yang berjalan di sisi kiri dan kanan, menarik gagang koper hitam milik masing-masing. Hanya berselang beberapa detik, seorang pramugara tampan, yang juga tengah menarik koper hitam miliknya, tiba-tiba menyela di antara dua pramugari tersebut, lalu merangkul salah satu di antaranya. “Hari ini, ada penumpang VIP yang ikut penerbangan kelas bisnis,” ujar pramugara ber-nametag Seerhan Saputra–yang selalu membawa informasi terupdate setiap kali hendak memulai penerbangan. Gadis cantik ber-iris mata kecoklatan yang berada dalam rangkulan pria itu seketika menoleh, menatap rekan sejawatnya dengan mata memincing, diikuti dua pramugari lain yang berjalan penghujung di sisi kiri dan kanan. “Siapa?” tanya para gadis secara bersamaan. Seerhan menoleh ke dua sisinya secara bergantian, memastikan tidak ada yang ikut mendengar kabar mengejutkan tersebut, lalu kembali menatap ke depan dengan sedikit membungkukkan tubuh, mensejajarkan kepala dengan para pramugari di sampingnya. “Denger-denger, sih, beliau pemilik maskapai penerbangan Aerglo Airlines, yang saat ini tengah menyamar menjadi seorang penumpang, untuk memperhatikan kinerja kerja kita-kita,” jawab Seerhan setengah berbisik. “Serius? Penumpang yang mana? Duduk di seat berapa?” tanya Tiyara–seorang pramugari yang berdiri di samping salah satu gadis dalam rangkulan. “Gue belum tahu soal itu. Info yang gue dapet, hanya sebatas penumpang VIP yang menyamar,” jawabnya. “Tumben banget kepala tim ghibah dapet info setengah-setengah kaya gini!” protes Tiyara dengan raut wajah kecewa. “Iya, bener. Kurang ritual, nih, semalam. Yakin gue!” timpal gadis ber-iris coklat. Namun, belum sempat mendengar balasan dari Seerhan, seorang pria bersetelan seragam lengkap, berlogo bintang dengan sayap di kedua sisi, mengenakan topi khusus, tiba-tiba saja menepis tangan Seerhan dari bahu salah satu pramugari, agar menyingkir, dan melepas rangkulannya dari gadis tersebut, kemudian berkata, “tangannya tolong dikondisikan, ya! Yang boleh rangkul Angie cuma saya. Sahabatnya. Kapten dalam penerbangan kali ini.” Ya, gadis itu seketika menatap penuh arti pada pria dengan garis bar empat di bahu seragamnya tersebut, kemudian menjawab, “berarti, kalau penerbangan selanjutkan Febri yang jadi Kapten ... boleh, dong, gue deket-deket sama dia.” Tanpa sadar, pria tampan berseragam itu menoyor kening Pelangi, pelan, sembari menggigit bibir bawah, gemas. “Gak usah macem-macem, deh! Dia udah jadi wisata masa lalu. Gue udah gak bisa kasih toleransi apapun lagi jika itu menyangkut perselingkuhan. Paham?” “Yang diselingkuhin itu gue, bukan lo, ya!” sanggah Pelangi. “Ya, yang diselingkuhin emang lu. Tapi, yang kerepotan tetep aja gue!” balas pria itu lagi. “Dahlah, gak usah protes! Pokoknya, yang boleh rangkul lu, cuma gue! Sahabat lu yang akan menjadi kapten dalam penerbangan kali ini. Paham?” Lanjutnya, memberi penekanan lebih sebagai peringatan tak terbantah. Dengan raut wajah usil, gadis itu mengangguk. “Oke, gue paham. Berarti, Febri boleh rangkul gue, ketika dia jadi kapten dalam penerbangan nanti,” ujarnya, kukuh. “Enggak ada, ya, Ngie! Gak usah ngarang, deh, lu!” “Loh, barusan lo bilang, yang boleh rangkul gue, adalah yang akan menjadi kapten dalam penerbangan. Berarti, siapapun kaptennya, mereka bisa, dong, rangkul-merangkul sama gue,” sanggah Pelangi, sembari mengerutkan dahi. Gadis itu benar-benar sengaja memancing amarah sang sahabat, hingga lelaki di hadapannya hanya bisa mendengkus kesal. “Heh, mana ada gue bolehin cowok lain peluk-peluk lu! Sebagai sahabat yang baik, benar, dan bertanggung jawab, gue gak bakalan pernah ngasih izin pada siapapun, termasuk Seerhan, buat deket-deket sama lu. Jangan ngarep lu bisa menye-menyean sama cowok lain, terlebih si tukang selingkuh itu. Kalau sampai gue denger selentingan negative kaya gitu, tentang lu, apalagi sampai gue lihat sendiri kejadiannya … dah, habis mereka di tangan gue!” balas pria berseragam itu dengan penuh ancaman. “Dia, kan, cuma khilaf. Febri sendiri udah mengakui itu, kok,” sanggah gadis itu. “Khilaf? Heh, sampah planet! Inget, ya! Gak ada yang namanya khilaf buat walrus jantan kek dia! Lu mau jadi salah satu penghuni asrama betina seorang walrus kek Febri? Kalau gue jadi lu, sih, ogah! Sorry, sorry aja gue,” sergah pria tampan itu. Karena rekan-rekan yang lain sudah terbiasa melihat perdebatan seperti ini, mereka pun akhirnya berjalan terlebih dahulu meninggalkan Pelangi dan sahabatnya, sembari menggelengkan kepala. “Sampai empat hari ke depan, kita bakal lihat perang dingin antara Kapten dan Pramugari kesayangannya,” gerutu Seerhan pelan. Sementara di tempat lain, seorang pria paruh baya, mengenakan pakaian santai dengan topi flat cap, terlihat begitu asyik membaca sebuah surat kabar di atas kursi penumpang dalam pesawat, sambil melirik pada setiap kru yang melewati kursinya. "Tuan, setelah penerbangan ini, apa anda akan melanjutkan kembali pada jadwal penerbangan lain?" tanya seorang pria bersetelan jas lengkap, yang tengah duduk di samping pria paruh baya tersebut. "Ya. Dan jangan sampai, ada flight attendant yang menyadari keberadaan kita!" jawabnya begitu lugas. ****
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN