"Percaya sama aku, May. Aku tidak akan lagi menduakan kamu." Mas Ibnu melonggarkan pelukannya, mengusap pipi ini dengan punggung tangan seraya menatapaku penuh nafsu. Aku beringsut menjauh darinya karena takut. Walaupun masih halal untuknya, tetapi rasanya sudah terlalu sakit jika harus kembali melayani buaya darat itu. Aku bukan boneka yang bisa ia permainkan sesuka hati, yang bisa dipungut dan dibuang kapanpun dia mau. "Mayla, ayo kita pulang," pintanya lagi dengan suara bergetar. "Nggak, Mas. Aku nggak mau!" Aku menggeleng takut. "Kenapa? Karena sudah ada Bram yang menghangatkan malam kamu. Karena posisiku sudah digantikan olehnya. Aku nggak masalah jika harus berbagi dengan Bram, Mayla!" racau lelaki berjambang tipis tersebut seperti orang sedang mabuk. Plak!