Dafa masih di sana, menunggu Jani sampai berhenti menangis dan sedikit lebih tenang. Dia tidak berharap banyak karena Jani hanya diam setelah memeluknya sedari tadi. Jujur saja, Dafa tahu kehilangan orang yang disayangi itu sakitnya seperti apa. Dia juga kehilangan Dania—Nyanya-nya. Adik yang sangat dia sayangi. Sudah bertahun-tahun gadis itu berjuang dan akhirnya menyerah karena tak mampu lagi untuk mempertahankan napas di setiap embusannya. “Kamu tahu?” Dafa mulai berbicara lagi dengan pandangan menerawang jauh ke depan sana. “Saya berhenti meminta pada Tuhan sejak adik saya tidak diselamatkan. Saya rasa, Tuhan tidak adil. Kenapa harus adik saya yang diambil di saat Tuhan bisa mengambil nyawa saya saja?” Jani diam. Namun tak ada yang tahu apakah Jani mendengar apa yang Dafa katakan a